Orangtua memiliki peranan dalam tumbuh kembang anak karena orang tua selain sebagai pemimpin juga sebagai guru pertama, pembimbing, pengajar, fasilitator, dan sebagai teladan bagi anak-anaknya.Anak adalah perwujudan cinta kasih orang tua, dan orang tua untuk menjadi pelindungnya. Dengan memiliki anak mengubah banyak hal dalam kehidupan orang tua, dan pada akhirnya mau tidak mau, suka atau tidak, orang tua dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Kekerasan pada anak masih banyak terjadi ditengah masyarakat, mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan bentuk tindakan kriminal lainya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak. Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu. Hal ini terjadi karena banyak orang tua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, Perlindungan peningkatan, kelangsungan hidup dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku yang sengaja maupun tidak sengaja yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik maupun mental.
Kekerasan pada anak usia dini merupakan tindakan yang dapat merusak perkembangan anak, baik secara fisik, psikis, maupun seksual. Yang dapat mempengaruhi perkembangan kehidupan masa depan anak. Rusmil dalam Huraerah (2018:52) dijelaskan bahwa penyebab atau resiko terjadinya kekerasan dan penelantaran terhadap anak dibagi ke dalam 3 (tiga) faktor, yaitu orang tua/keluarga, faktor lingkungan sosial/komunikasi, dan faktor anak sendiri.
Menurut Suyanto (2010:59) Kekerasan dapat berakibat buruk bagi perkembangan diri anak. Kekerasan pada anak dalam rumah tangga itu sendiri memiliki bentuk yang bermacam-macam.
Pengabaian fisik biasanya terjadi karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang baik, sehingga orang tua cenderung mengakibatkan kebutuhan anak akan makanan yang bergizi, pakaian, dan perawatan kesehatan. Namun demikian, bukan berarti pengabaian fisik ini tidak terjadi dalam keluarga yang mampu. Biasanya dalam keluarga mampu, pengabaian fisik ini merupakan bentuk hukuman atas “kenakalan” anak.
Kekerasan psikologis dapat muncul dalam bentuk makian, penghinaan, mengejek anak di depan orang lain. Misalnya ketika anak menjatuhkan piring, lalu orang tua berteriak “anak sialan!”atau, dalam bentuk yang lebih halus seperti orang tua mengejek anak nya di depan umum karena ia gagal menjadi juara kelas, “anak saya memang bodoh kok. Wajar kalo nggak juara”
Orang tua juga tidak sadar juga sering melakukan kekerasan fisik secara sengaja. Misalnya ketika anak rewel, orang tua kemudian menjewer atau mencubit anaknya supaya diam. Terkadang alasan dibalik tindakan ini cenderung egois, seperti malu dilihat orang karena berisik, atau takut dianggap tidak bisa mengajar anak dengan baik.
Bentuk terakhir merupakan kekerasan seksual pada anak kekerasan seksual, apabila jika dilakukan oleh orang tuanya sendiri, akan berakibatkan sangat buruk pada anak, misalnya mereka akan merasa rendah diri, mengalami kesulitan konsentrasi, kecemasan berkepanjangan bahkan masalah-masalah kesehatan fisik.
METODOLOGI
Penulisan artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur. Metode ini digunakan untuk menjelaskan fenomena kekerasan terhadap anak secara lebih mendalam. Peneliti meninjau lebih jauh terkait penyebab dari orang tua dapat melakukan tindak kekerasan pada anak serta bagaimana cara pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari subjek maupun objek penelitian yang ada. Data sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur.
PEMBAHASAN