Kalurahan Natah merupakan bagian dari Kapanewon Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini berada di pegunungan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Sewu, dengan karakteristik topografi yang berbukit-bukit. Wilayah ini cenderung memiliki ketinggian yang bervariasi dan sering mengalami kekeringan pada musim kemarau. Terdapat tujuh padukuhan yang menjadi bagian dari Kalurahan Natah, yaitu, Blembeman I, Blembeman II, Natah Kulon, Natah Wetan, Ngabdirejo, Ngelorejo, dan Pringombo.Â
Masyarakat Kalurahan Natah mayoritas berprofesi sebagai petani, hal ini dapat terjadi karena didukung dengan kondisi Tanah yang didominasi oleh jenis tanah latosol, yang merupakan tanah vulkanik dengan potensi pertanian yang baik. Beberapa tanaman yang sering ditanam adalah padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Namun, beberapa tahun belakang tanaman kopi mulai dibudidayakan juga di wilayah tersebut. Salah satu hal yang mengancam potensi pertanian di wilayah Natah adalah masalah kekeringan lahan akibat cuaca. tantangan cuaca kering ini mengakibatkan penanaman yang terjadi hanya satu sampai dua kali dalam setahun. Tidak hanya kekeringan yang menjadi ancaman bagi pertanian, potensi bencana alam berupa longsor juga menjadi ancaman bagi wilayah Natah khususnya ketika musim hujan.Â
Masyarakat Kalurahan Natah pada umumnya terdiri dari penduduk lokal yang beretnis Jawa sehingga bahasa sehari-hari yang sering digunakan adalah bahasa Jawa. Dengan kondisi tersebut kebudayaan yang berkembang di masyarakat sangat terpengaruh dengan budaya jawa. Terdapat beberapa kebudayaan yang berkembang di Kalurahan Natah. Salah satu kebudayaan yang menarik adalah Rasulan, Rasulan merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan oleh para petani setelah masa panen tiba sebagai bentuk syukur mereka kepada Tuhan. Rasulan biasanya dilaksanakan dalam beberapa rangkaian kegiatan seperti bersih dusun, kirab gunungan, dan pementasan wayang (Novarel dkk, 2021).
Penelusuran yang dilakukan pada beberapa situs yang terdapat di Kalurahan Natah seperti Sendang Natah Wetan (Natah Wetan), Sumur Tengah (Natah Kulon), dan Sendang Kaligawe (Natah Kulon) telah mendapatkan data yang berasal dari masyarakat sekitar berupa cerita rakyat yang kuat hubungannya dengan keberadaan tokoh-tokoh dari Majapahit yang melarikan diri ke Gunungkidul ketika agama Islam mulai berkembang dan mendapatkan pengaruhnya di Jawa (Putranto, 2003).Â
Berkembangnya agama islam di wilayah Jawa menjadi salah satu faktor keruntuhan Kerajaan Majapahit, terlebih ketika munculnya kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang mengganggu eksistensi kerajaan Majapahit. Akibatnya para tokoh kerajaan mulai meninggalkan istana untuk melarikan diri sebagai bentuk penolakan atas kedatangan agama Islam di wilayah Jawa. Salah satunya adalah pelarian raja terakhir Majapahit yaitu Prabu Brawijaya yang pergi ke wilayah Gunungkidul bersama para pengikutnya. Rombongan pelarian ini kemudian menyebar dan memisahkan diri untuk menghilangkan jejak keberadaan mereka dari kejaran pasukan demak (Putranto, 2003).
Jejak yang jelas menunjukkan adanya tinggalan kebudayaan kerajaan Majapahit di Kalurahan Natah adalah tinggalan berupa uang kepeng bertuliskan huruf china yang ditemukan pada tahun 2020 di rumah Pak Yitno warga Natah Kulon RT 03. Tidak hanya uang kepeng, tetapi juga terdapat keramik dan gerabah yang ditemukan ketika dalam proses pembuatan septic tank di lokasi tersebut. Uang kepeng merupakan alat tukar yang sah ketika masa kerajaan Majapahit yang menunjukkan adanya hubungan perdagangan dengan wilayah luar Majapahit yaitu Tiongkok.
Selain itu juga Terdapat tiga situs yang berada di Kalurahan Natah yang berupa sendang atau sumuran, yaitu, Sendang Natah Wetan (Natah Wetan), Sumur Kaligawe (Natah Kulon), dan Sumur Tengah (Natah Kulon). Secara umum ketiga situs yang ada beberapa diantaranya sudah ada penambahan atau modifikasi yang pernah dilakukan terhadap situs, sehingga kehilangan sifat keasliannya. Ketiga situs tersebut erat kaitannya dengan Majapahit dan keberadaan Pangeran Sambernyowo yang pada masa lalu berjuang melawan Belanda.
Sendang Natah Wetan
Sendang Natah Wetan terletak di Padukuhan Natah Wetan, Kalurahan Natah, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul. Sumber Air yang berasal dari Sendang Natah Wetan saat ini masih dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan hingga saat ini dipercaya oleh masyarakat memiliki berbagai macam manfaat. Lurah Wahyudi dalam kesempatannya melakukan penelusuran informasi melalui wawancara, menuturkan bahwa pada awalnya sendang tersebut adalah sebuah sumur kecil atau belikan yang dibuat oleh Beji Gunosetiko. Sumur tersebut kemudian diperbesar oleh Ekowono seorang punggawa dari Kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke wilayah Gunungkidul pada masa runtuhnya kekuasaan Brawijaya V. Sendang Natah Wetan ini berkaitan dengan asal usul penamaan Kalurahan Natah yang digunakan hingga saat ini. Dalam upaya perluasan sumur kecil atau belikan oleh Ekowono, dipercaya bahwa Ekowono memahat atau "menatah" sumuran tersebut menjadi lebih luas, sehingga dari kata tatah tersebut kemudian melandasi pemberian nama Kalurahan Natah.
2. Sumur Kaligawe