"Selama saya di Malaysia, baru sekarang saya melihat rumah kampung seperti ini, Shahril."
"Sekarang ni kita benar-benar masuk kampung. Hanya ada satu rumah itu."
"Rumah yang lain tidak ada? Mereka yang di rumah itu tidak punya tetangga?" Saya bertanya penasaran.
"Ada. Tapi jauh di sana."
Setelah kira-kira 5 menit, barulah terlihat satu rumah lagi di pinggir jalan.
Tak terasa sambil ngobrol banyak tentang suasana kampung dan kota di Malaysia dan Indonesia, kami telah sampai di lokasi.
"Kita tak payah bayar tiket. Sebab kita ke sini ada kerja," Shahril memberitahu kami sambil melambaikan tangan ke petugas di portal pintu masuk Tanjung Piai.
Di tempat parkir sudah ada dua orang yang menunggu. Mereka adalah ketua dan sekretaris SASTARI, Aaduka dan Suhailiana.
Ternyata ramai juga yang ikut program clean up Tanjung Piai. Lebih dari seratus orang dari beberapa perwakilan klub peduli alam. Banyak juga dari anak-anak sekolah menengah. Bahkan sebagian guru dan dan ada orang tua murid-murid pun ikut.
Saya pikir kegiatan ini sekedar kegiatan bersih-bersih sampah di area pohon bakau saja. Eh ada kegiatan resminya pula dari pihak Tourism Malaysia dan pihak-pihak terkait.
Semua peserta diberi sarung tangan dan sebagian kami menggunakan sepatu boot. Dibagi menjadi 10 kelompok yang didampingi oleh satu orang dari pihak Tanjung Piai. Kami menyebar ke titik lokasi pantai bakau yang ada timbunan sampah. Kami bersama beberapa siswa sekolah masuk ke dalam grup 3.