Mohon tunggu...
Nurul Hidayat
Nurul Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - It's a wonderful life

Betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang hidup, diri kita, dan dunia di sekitar kita.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Antara Fisika dan Filsafat Alam: Sebuah Catatan Sejarah

7 Mei 2022   21:04 Diperbarui: 7 Mei 2022   22:59 1796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah sebuah disiplin ilmu selalu berdasarkan naskah tertulis, tidak terkecuali sejarah filsafat alam dan ilmu fisika. Catatan tertulis menunjukkan bahwa filsafat alam bermula dari zaman Yunani kuno. Awalnya orang-orang Yunani percaya pada mitos. Bahwa petir itu datangnya dari Jupiter, gempa bumi disebabkan oleh Hephaetus dan badai dimunculkan oleh Poseidon. Hingga kemudian di akhir abad ke-7 sebelum masehi (SM) ada segelintir pemikir yang tersadar bahwa itu semua tidaklah masuk di akal.

Para pemikir itu mencoba untuk menjelaskan fenomena alam melalui sistem penalaran yang rasional, yang mereka sebut sebagai philosophia naturalis (filsafat alam). Pemikir filsafat alam dari kota Miletos Yunani adalah Thales (630–543 SM), Anaximander (610–547 SM), Anaximenes (585–525 SM). Ada juga yang dari Ionia, seperti Heraclitus (544–484 SM), Xenophanes (570–480 SM). Ada juga dari Yunani Besar, daerah pesisir di Italia selatan, meliputi Pythagoras (575–495 SM), Empedocles (495–435 SM), dan Parmenides (514–440 SM). 

Dari semua filsuf di atas, Thales dan Pythagoras tidak meninggalkan buku, sementara yang lain menulis, meskipun sayangnya teks itu semuanya hilang, kecuali yang dicatat oleh Empedocles dan Parmenides. Dari buku-buku kedua filsuf terakhir inilah kita dapat mengakses pemikiran filsuf-filsuf yang lain.

Filsafat Alam dan Ilmu Fisika

Istilah filsafat alam, yang mendeskripsikan kajian terhadap fenomena alam, terus digunakan sejak abad ke-6 SM sampai Renaisans (Abad Pembaharuan, abad ke-14 sampai ke-17) dalam sejarah Eropa. Istilah sains (scientia) yang berarti pengetahuan sebetulnya baru dikenalkan di abad ke-19. Bahkan sampai sekarang, gelar bagi orang yang menempuh strata tertinggi di universitas adalah Doctorate in Philosophy (Philosophiae Doctor, PhD). Lebih lanjut, kata physics juga adalah istilah yang relatif baru yang kalu kita runut dari Bahasa Yunani, fisika berarti pengetahuan tentang alam.

Permulaan besar sejarah ilmu fisika tercatat sejak zamannya Aristoteles (384–322 SM) murid Plato (428–427 SM). Aristoteles berusaha menjelaskan tanpa sebuah eksperimen. Ia hanya bermodal hipotesis untuk menjelaskan fenomena yang terjadi di alam ini, dari kejadian jatuhnya batu sampai gerakan planet di ruang angkasa. 

Sebuah hipotesis dibangun oleh Aristoteles untuk menjelaskan beberapa fenomena alam, dan ketika teori yang dibangun oleh Aristoteles melalui hipotesisnya itu tidak lagi mampu menjelaskan fenomena yang lain, dibuatlah hipotesis kedua, dan seterusnya. Sejarah mencatat, Aristoteles telah membuat 7 hipotesis untuk menjelaskan alam.

Hipotesis Aristoteles adalah (1) Bumi adalah pusat semesta, (2) tanah, air, udara, dan api adalah elemen penyusun material, (3) setiap elemen itu memiliki tempat alamiahnya sendiri, (4) tentang antiperistatis, (5), benda-benda langit tersusun oleh elemen bukan tanah, air, udara, dan api, (6) hukum gerak yang berlaku untuk benda-benda langit tidak sama dengan di Bumi, dan (7) tidak mungkin ada ruang hampa di alam.

Di masa Aristoteles sampai 2000 tahun setelahnya, susah sekali untuk melakukan eksperimen karena alat-alat ukur belum ada. Karenanya, teori tentang gerak versi Aristoteles ini masih banyak dianut. Sampai kemudian Galileo Galilei (1564–1642) melakukan percobaan bidang mekanika dan meruntuhkan teori yang dibangun oleh Aristoteles. Dua buku yang terkenal ditulis oleh Galileo adalah Mechanics (1600) dan Dialogues and Mathematical Proofs Concerning Two New Sciences (1638). Penemuan Galileo ini, yang diantaranya karena mengusung teori Matahari sebagai pusat semesta, menjadikan Galileo harus berurusan dengan Gereja. Verifikasi eksperimen yang dilaporkan Galileo satu sisi membantah teori Aristoteles-Ptolemaeus (tentang geosentris) dan sisi mendukung teori Aristarchus-Copernicus (tentang heliosentris). Tetapi walau harus berada di dalam tahanan, ia tetap melakukan pemikiran dan penelitian di dalam sel.

Dus, Galileo adalah salah satu legenda dalam sejarah ilmu fisika. Konsep fisika yang dibangun oleh Galileo tentang gerak meliputi penjelasan tentang gerak lurus dengan percepatan konstan, transformasi Galileo, gerak bebas, dan versi awal prinsip kelembaman atau inersia.

Galileo Meninggal Dunia, Lahirlah Newton

Di tahun meninggalnya Galileo, lahirlah Sir Isaac Newton (1642–1726). Kejadian ini seolah menjadi penanda bahwa estafe perjalanan konsep fisika tentang gerak harus berpindah dari tangan Galileo ke tangan Newton. Jika Galileo sukses menjelaskan mekanika, maka Newton meneruskan penjelasan itu sampai ke akar-akarnya. Kita tahu apa penyebab perubahan gerak itu karena jasanya Newton. Tiga hukum Newton tentang gerak adalah menu wajib untuk dihidangkan di materi fisika klasik. Anak SMP pun wajib mencicipinya.

Buku Newton yang paling fenomenal adalah Philosophiae Naturalis Principia Mathematica (1686). Terjemahan judul itu adalah Prinsip-prinsip Matematika dari Filsafat Alam. Dengan kemampuan matematikanya yang luar biasa dan dipadukan dengan keahliannya melakukan eksperimen, ia juga berkontribusi dalam bidang dinamika dan optik. Dalam bidang dinamika, kita bisa paham konsep gaya gravitasi karena Newton. Dalam bidang optik, kita bisa tahu sifat-sifat cahaya juga karena Newton.

Dari Fisika Klasik ke Fisika Modern

Selain mekanika, ada beberapa cabang ilmu fisika lainnya yang dikembangkan oleh para ilmuan. Cabang ilmu fisika diantaranya adalah optik, kemagnetan, kelistrikan, elektromagnetik, kalor dan termodinamika, dan teori kinetik gas. Semuanya itu adalah fisika sebelum abad ke-20, dikenal dengan istilah fisika klasik. Dalam bahasa yang sederhana, fisika klasik membahas topik-topik dalam skala makroskopik, yaitu pada skala yang dapat dipelajari dengan panca indera manusia. 

Pada tahun 1905, Albert Einstein (1879–1955) melakukan trobosan yang sangat fenomenal dalam sejarah ilmu fisika. Dengan berbekal konsep kuanta (paket-paket energi) yang digagas oleh Max Planck (1858–1947) pada tahun 1900, Einstein menjelaskan fenomena efek fotolistrik setelah 8 tahun tidak seorang pun ilmuan berhasil memberikan penjelasan yang memadai. Percobaan efek fotolistrik itu dilakukan oleh Heinrich Rudolf Hertz (1857–1894) pada tahun 1887. 

Fisikawan tidak bisa secara utuh menjelaskan efek fotolistrik karena mereka terkungkung dalam kerangka berfikir fisika klasik, bahwa sifat partikel itu melompat sedangkan cahaya itu merambat. Untuk menjelaskan fenomena efek foto listrik, Einstein berfikir out of the box, ia mengusulkan teori baru bahwa cahaya itu bersifat seperti partikel dan sekaligus seperti gelombang. Ia sebut dengan istilah dualisme gelombang-partikel. Apakah Einstein menulis buku seperti ilmuan-ilmuan sebelumnya? Jawabannya adalah iya, Relativity adalah bukunya yang sangat terkenal bagi masyarakat fisika.

Sejak abad ke-20 inilah, lahirlah fisika modern yang membahas sifat dan perilaku partikel dan energi pada tingkat sub-mikroskopis. Bidang kajiannya meliputi mekanika kuantum, dan teori relativitas Einstein. Sampai saat ini ilmu fisika terus berkembang dengan sangat pesat. Ketersediaan instrumen alat ukur yang semakin presisi memungkinkan para ilmuan memverifikasi teori demi teori yang dibangun dalam ilmu fisika. 

Teori dalam ilmu fisika diharapkan dapat menjelaskan sebuah eksperimen dan memprediksi temuan-temuan baru, sementara eksperimen dilakukan memeriksa validitas teori yang ada dan mengumpulkan data untuk memodifikasinya bila diperlukan.

Bagian yang Tidak Boleh Dilupakan: Kontribusi Ilmuan Islam

Penting untuk kita ingat bersama bahwa perjalanan filsafat dan sains barat tidak melulu mulus. Ada masa dimana mereka sebut itu sebagai Masa Kegelapan di Abad Pertengahan (abad ke-6 sampai ke -13 masehi). Itulah zaman dimana semangat kecintaan Yunani kepada ilmu pengetahuanmati suri. Moto yang mengakar di masa itu adalah semper idem atau selalu sama. Masyarakat Eropa menggunakan baju yang sama, bekerja di tanah yang sama, melukis pola yang sama, dan menulis literatur di bidang yang sama. Tidak ada progres sama sekali dalam sains.

Pada Masa Kegelapan sains Eropa inilah Masa Keemasaan Islam muncul. Ketika filsafat dan sains mengalami kemunduran di Eropa, ilmuan Islam mengambil alih kendali kemudi filsafat dan sains. Banyak sekali ilmuan Islam yang sangat fenomenal diantaranya adalah Ibnu Sina (980–1037), Ibnu Al Haitsam (965–1040), Al Kindi (801–873), dan Al Farabi (870–950). Ilmuan-ilmuan muslim itu telah memajukan filsafat dan sains bahkan menginspirasi ilmuan-ilmuan barat setelahnya. 

Ratusan naskah tertulis mereka tulis. Seperti Ibnu Sina menulis lebih dari 400 buku, The Book of Healing adalah yang paling terkenal. Ibnu Al Haitsam menulis lebih dari 200 buku, dan Book of Optics sangat legendaris. Setidaknya 260 buku telah ditulis oleh AL Kindi, di antaranya 12 buku tentang fisika dan 22 buku tentang filsafat dan obat. Al Farabi berkontribusi besar di bidang metafisika. Al Farabi dikenal sebagai guru kedua setelah Aristoteles.

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Dari sejarah perkembangan filsafat alam dan ilmu fisika, kita bisa sedikit belajar bahwa naskah tertulis itu penting untuk menelusuri rekam jejak sejarah sains. Itu sebabnya, para fisikawan menulis buku. Dari perjalanan sains kita juga bisa mengerti bahwa sebuah teori yang ribuan tahun diyakini benar pun bisa runtuh hanya dengan satu eksperimen. 

Dari sejarah ini kita pun belajar bahwa sebuah lompatan berfikir itu penting ketika eksperimen tidak bisa dijelaskan oleh teori-teori yang sudah mapan. Jadi, boleh jadi akan ada teori baru lagi tentang semesta kita ini di masa-masa yang akan datang. Bukankah hingga abad ke-19 itu masyarakat sains sudah mengira bahwa sains fisika sudah sampai diujungnya? Tetapi ternyata abad ke-20 menjadi permulaan baru bagi fisika modern.

Saya jadi ingat sepenggal lirik lagu "When Love Kills Love"-nya Scoprions, bahwa 'There is a new beginning when we pass the end.'

Terima kasih kepada Prof. Harry Varvoglis, dosen fisika di Aristotle University of Thessalonik, Yunani, karena telah menulis buku History and Evolution of Concepts in Physics. Buku itu telah menjadi naskah tertulis untuk menerawangi perjalanan filsafat alam dan sains fisika. 

Tulisan ini sebagian besar merujuk pada buku Prof. Harry Varvoglis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun