"Education is the passport to the future for tomorrow belongs to those who prepare for it today". Itulah tulisan yang terpampang dalam sebuah poster di salah satu bangunan kampus Universiti Teknologi Malaysia (UTM), kampus Johor Bahru, Malaysia.
John Dewey, seorang pemikir bidang pendidikan, mendefinisikan pendidikan dalam bahasa sederhana sebagai proses sosial. Pendidikan adalah adalah tentang pertumbuhan dan perkembangan makna atas fenomena-fenomena (alam maupun sosial) yang terjadi di sekitar kita.Â
Kita pun sebagai orang Indonesia patut bangga, sebab Bapak Pendidikan kita (Ki Hajar Dewantara) memberikan makna pendidikan yang sangat elegan. Menurut beliau "Di depan memberikan teladan. Di tengah membangun kekutan dan terus berkarya. Di belakang menduung". Itulah kira-kira terjemahan ungkapan Ki Hajar Dewantara yang sangat fenomenal itu: "Ing ngarso sang tulodo. Ing madyo mangun karso. Tut wuri handayani".
Pendidikan tidak semata-mata kita temukan di sekolah, tempat kursus, atau universitas. Untuk pendidikan formal, ya memang di sanalah tempatnya. Tetapi untuk pengertian pendidikan yang lebih luas. Pendidikan bisa terjadi di mana saja, di seluruh tempat kita hidup sehari-hari. Karena pendidikan adalah tentang menjadikan setiap insan manusia lebih baik. Belajar adalah syarat mutlaknya. Dan kita semua bisa belajar dimana saja, kapan saja, dan dari siapa saja.
Sebagai orang yang terlibat langsung di sektor pendidikan formal, saya meyakini betul bahwa pendidikan formal itu sangat penting. Bukan untuk semata-mata mendapatkan gelar dan meraih gengsi di mata masyarakat. Tetapi saya berkeyakinan bahwa sekolah atau kuliah adalah tentang mengubah pola pikir.
Prof. Fatin Aliah Phang, seorang profesor muda di UTM dan beliau adalah salah satu alumni University of Cambridge, mengatakan bahwa salah satu indikator bahwa seseorang telah mencapai kelulusan dalam studi yang ia sedang tempuh adalah berubahnya pola pikir. Sebagai contoh, untuk mereka yang sedang menempuh studi PhD, lalu setelah lulus S3 tidak ada perubahan pola pikir dalam diri mereka. Prof. Fatin mengatakan "there must be something wrong with their PhD".
Oleh sebab itu, sebagai refleksi untuk kita semua, khusunya kita yang menempuh pendidikan formal, bahwa kita bisa cek apakah pendidikan yang sudah/sedang kita tempuh itu sudah tertanam ke dalam diri kit atau belum. Dengan merenungkan bahwa sudahkan ada perubahan pola pikir ke arah yang lebih baik dalam diri ini?
Jika "iya" adalah jawaban untuk pertanyaan itu, maka bersyukurlah, kita sudah on the track dalam memegang paspor untuk kehidupan hari esok yang lebih baik. Jika sebaliknya, maka kita sebaiknya refleksi diri, apa yang salah dengan pendidikan kita?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI