Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konselor di Era Society 5.0: Tantangan, Peluang, dan Inovasi Cybercounseling

31 Mei 2024   02:10 Diperbarui: 31 Mei 2024   02:14 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Dalam perkembangan globalisasi sekarang ini, teknologi informasi melaju dengan cepatnya. Era Society 5.0, diwarnai dengan kemajuan teknologi yang pesat dan merajalela, menghadirkan disrupsi di berbagai bidang, termasuk konseling. Peran Konselor menjadi semakin penting dalam membantu individu mengahadapi tantangan kehidupan. Kata cyber atau online diartikan sebagai komputer atau perangkat yang terhubung ke jaringan (seperti internet) dan siap digunakan. Cybercounseling artinya ialah sebuah praktek konseling profesional yang komunikasi antara konselor dan konselinya menggunakan media elektronik atau internet (Parasetiawan, 2016). Cybercounseling, dalam pemanfaatan teknologi dalam layanan konseling, menjadi inovasi penting bagi konselor untuk menjawab tantangan zaman. Cybercounseling tidak menjadikan suatu yang menyeramkan bagi peran konselor di era society. Justru, akan hadir sebagai peluang emas untuk memperluas jangkauan layanan, dan menghadirkan inovasi dalam dunia konseling. Disini cybercounseling bukan pengganti peran konselor, melainkan pelengkap untuk meningkatkan efektivitas layanan konseling. Konselor yang cerdas dan mudah beradaptasi akan melihat cybercounseling sebagai peluang untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar di era Society 5.0.

Teknologi dapat mendorong manusia terus berinovasi dengan tujuan memudahkan individu dalam berinteraksi satu sama lain, memperluas hubungan antar individu, serta mempelajari perkembangan dunia. Dari Data IMD Word Digital Competitiveness Rangking pada tahun 2023 bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 64 negara. Peringkat ini menunjukkan kemajuan dibandingkan tahun 2022, di mana Indonesia berada di peringkat ke-51. Meskipun mengalami kemajuan peringkat ini masih dikatakan tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya yaitu Singapura yang menduduki peringkat ke-3, Malaysia dengan peringkat 33, dan Thaliland dengan peringkat 35. Berbagai Bidang profesi di Indonesia berusaha menyesuaikan perubahan yang terus bergilir. Tantangan ini tidak hanya berdampak pada profesi saja, namun seluruh profesi tidak terkecuali konselor Guru Bimbingan dan Konseling. Dengan hal ini, peran penting di era 5.0 agar mampu siap menghadapi dampak serius pada lingkup profesinnya. Konselor harus sebisa mungkin untuk memperluas kompetensi tidak hanya kompetensi akademik dan profesional namun kompetensi teknologi juga untuk menyambut society 5.0.

Penerapan Cybercounseling tentu akan memiliki dampak yang akan menumbuhkan dirupsi bagi konselor maka seorang konselor perlu memiliki alternatif treatmen yang kekinian, efektif dan efisien untuk membantu peserta didik yang memungkinkan mengalami dampaknya dari perkembangan terknologi sekarang yang terjadi di era dirupsi yaitu cybercounseling. Dalam menghadapi era Society 5.0 ada berbagai tantangan yang hadir di dalamnya penerapan pelaksanaan cybercounseling ini ialah :

Pertama, ketimpangan akses teknologi agar tidak tergantikan oleh artifical counselor/Konselor Buatan. Fenomena pergantian era ini sangat jelas berupa Artifical Intelegent/AI dengan kecerdasan buatan. Artificial intelligence/ AI adalah sebuah program komputer yang memiliki algoritma yangberfungsi untuk dapat mempelajari data dan menggunakannya untuk dapat melakukan proses berfikir dan bertindak seperti manusia. (Supriyadi & Asih, 2020). Dengan adanya kecerdasan buatan/AI memjadikan salah satu pemicu dalam perububahan yang dialami kehidupan masyarakat. Sesuai dengan rujuk kerja Profesional konselor yang diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor mengenai Kompetensi profesional yaitu : merancang Program Bimbingan dan Konseling, mengimplementasikan Program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif, dan menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling. Sehingga konselor yang mempunyai peranan tersebut akan tidak tergantikan dengan teknologi.

Kedua, Distrupsi pada bidang sosial dan budaya. Melihat tantangan tersebut konselor harus mampu menyelesaikan suatu tantangan individu serta latar belakang sosio cultural yang semakin beragam dan mudahnya dalam mengakses informasi yang semakin kesini pola pikir individu dapat mempengaruhi dalam hal mencapai keoptimalan individu, (Ngafifi, 2014) bahwa kemajuan teknologi dan pola hidup manusia pada sosial budaya dapat menghadirkan tantangan bagi konselor.

Dan ketiga, Adanya inovasi baru yaitu upaya menerapkan konseling online agar konselor dapat menyesuaikan perubahan di era society 5.0. Sehingga konselor berusaha menjadi konselor yang menerima teknologi dengan mengupayakan tranformasi berupa munculnya berbagai sistem cybercounseling.

Penerapan teknologi di bidang pendidikan mencakup seluruh komponen termasuk bimbingan dan konseling. Dimana seorang guru bimbingan dan konseling yang disebut sebagai konselor sekolah atau pendidik profesional dengan kualifikasi sarjana pada fokus pendidikan bimbingan dan konseling (Ridha, 2019). Semisal saat ini yang lagi banyak diikuti anak muda seperti tiktok, twitter, Instragram dapat memenuhi kehidupan individu sehari-hari karena fiturnya mudah digunakan, praktis. Apakah peran konselor sebagai tenaga pembimbing dan menangani berbagai permasalahan individu juga dapat terganti dengan teknologi? Menurut Permendikbud Nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, guru bimbingan dan konseling berkualifikasi sebagai pendidik profesional, lulusan S1 bimbingan dan konseling dan menguasai kompetensi dalam bidang bimbingan dan konseling. 

Kelebihan pelayanan cybercounseling yaitu

  • Lebih mudah dijangkau, sehingga mudah diakses oleh siapa saja dan sangat bermanfaat bagi orang yang tinggal didaerah terpencil dengan keterbatasan kendaraan.
  • Lebih Fleksibel, dalam menentukan waktu dan tempat yang paling nyaman bagi klien sesuai dengan persyaratan dan kesepakatan dari pihak yang disetujui.
  • Lebih hemat waktu, sehingga klien mudah menghabiskan dalam mencurahkan dengan sepuasnya

Kelemahan pelayanan cybercounseling yaitu :

  • Keterbatasan dorongan minimal secara langsung seperti menatap, memberikan sentuhan dalam kepedulian dan bahasa tubuh yang terbatas. (Haryati, 2020)
  • Keterbatasan proses konseling dalam jaringan internet.
  • Ketidakcocokan untuk mengatasi semua permasalahan dalam penggunaan cybercounseling bagi konselor
  • Harus memiliki peraturan untuk mengontrol perilaku konseli dalam proses konseling

Referensi :     

Haryati, A. (2020). Online Counseling Sebagai Alternatif Strategi Konselor dalam Melaksanakan Pelayanan E- Counseling di Era Industri 4.0. 2(2), 27–38.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun