Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Lainnya - Pendidikan

Hobi saya membaca buku ,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori lev vygotsky dan piaget tentang perkembangan sosial dan kognitif

18 Januari 2025   21:16 Diperbarui: 18 Januari 2025   21:16 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

3. Teori Belajar Piagetian

Teori kognitif Piagetian yang kemudian berkembang pula aliran konstruktivistik, menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh aliran behavioristik, tetapi sekedar mendahkan belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dal. n menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf. Makin bertambah umur seseorang, makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadinya secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dan luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi erhpat tahap yaitu, tahap sensorimo tor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.

Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya, 2002). Dilihat dari locus of cognitive development atau asal-usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial. Pemahaman atau pengetahuan merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yang bertolak dari interaksinya dengan lingkungan sosial. Kemampuan menciptakan makna atau pengetahuan baru itu sendiri lebih ditentukan oleh kematangan biologis. Menurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan. Daniel, Tweed dan Lehman (dalam Supratiknya, 2002, 27) mengatakan bahwa teori belajar semacam ini lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar Sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat yang mengunggulkan "self-gen- erated knowledge" atau "individualistic pursuit of truth" yang dipelopori oleh Sokrates.

Teori Belajar Vygotsky

Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolu- non dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya (Moll & Greenberg, 1990). Peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan dari individu itu sendiri. Interaksi sosial demikian antara lain berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas dan bahasa yang dipergunakan. Kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis manusia adalah tanda- tanda atau lambang yang berfungsi sebagai mediator (Wertsch, 1990). Tanda-tanda atau lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada.

Mekanisme teori yang digunakannya untuk menspesifikasi hubungan antara pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah antara rasionalitas dalam pendekatan sosio- kultural dan manusia sebagai tempat berlangsungnya proses mental (Moll, 1994).

Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg (dalam Moll, 1994) melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan- jaringan erat, luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga- keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya. Anak- anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketrampilan melalui interaksi sosial sehari-hari. Mereka terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki. Ada suatu kerja sama di antara anggota keluarga dalam interaksi tersebut.

Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan besifat skunder (Palincsar, Wertsch & Tulviste, dalam Supratiknya, 2002). Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun