Latar belakang
Kasus tindakan kriminal, pengguna obat-obat terlarang, tindakan asusila yang dilakukan oleh remaja merupakan beberapa kasus kenakalan remaja yang memprihatikan, parahnya lagi hal ini menjadi momok yang sering diperdebatkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia dan tak kunjung menuai solusi. berbicara tentang tindakan moral dan beberapa seperangkat aturan tentang nilai yang berkembang dimasyarakat, tentu hal ini merupakan sebuah dogma yang bergantung pada penilaian lingkungan masyarakat itu sendiri, sebuah perilaku dikatakan sehat apabila menurut lingkungan masyarakatnya sehat, dan begitu pula sebaliknya.
Baru-baru ini kasus kenakalan remaja sudah menjadi perdebatan yang ekstrim dikalangan masyarakat Indonesia, baik itu dikalangan masyarakat bawah, menengah maupun menengah keatas. Dalam artikel ini penulis akan lebih menyoroti tentang penyebab kasus-kasus yang melibatkan remaja diusia sekolah. Tentu hal ini menjadi permasalahan komplek yang harus dicari solusinya oleh seluruh elemen yang berkontribusi dalam proses perkembangan remaja dilingkup sekolah. Dimana kasus kenakalan remaja dalam hal ini perlu ditinjau dan dicari penyebab yang melatar belakangi timbulnya permasalahan tersebut, baik itu dilakukan klarifikasi secara langsung padalingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat yang membentuk tingkah laku remaja.
Dalam dunia pendidikan saat ini banyak terlahir produk-produk peserta didik yang melakuakan tindakan-tindakan yang menyimpang khususnya pada usia remaja. Dalam salah satu berita dimedia massa elektronik disebutkan bahwa“siswi kelas 3 SMK PGRI 1 Kota Tangerang terancam dikeluarkan dari sekolahnya, setelah dirinya diketahui hamil dan melahirkan bayi di sebuah kebun warga di pinggir Jalan Untung Suropati, RT 4/7, Kelurahan Cimone Jaya, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, (Ramadhan, 2014) .
Kasus lain tentang remaja, baru-baru ini juga ditemukan berita tentang kenakalan remaja “Merdeka.com - Belasan siswa sekolah teknik menengah (STM) di Jakarta melempari KRL pakai batu di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (13/10). (Billiocta, 2014) . selain dari dua kasus tersebut masih banyak lagi kasus tentang kenakalan remaja yang perlu mendapat perhatian yang serius, karena kasus kenakalan remaja tiap tahunya selalu mengalami peningkatan dan tak kunjung usai.Seperti ungkapkan dari salah satu media massa,yang dilontarkan oleh Sekda Kab. Inhu Drs. H. R. Erisman menjelaskan bahwa kasus-kasus tentang kenakalan remaja saat ini sudah semakin meningkat, salah satunya seks bebas dan narkoba. Maka dari itu beliau mengharapkan perlu adanya Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK/R/M) tentang kesehatan reproduksi remaja.(PelitaRiau, 2014).
Dari ungkapan diats dapat diketahui bahwa layanan konseling merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi keberadaanya dalam sekolah-sekolah.“Sebab dengan adanya lembaga konseling tersebut nantinya dapat menjadi sarana bagi para remaja untuk mendapatkan informasi yang tepat. Sehingga diharapkan akan lebih banyak remaja yang terselamatkan dari pengaruh-pengaruh negative yang saat ini mudah untuk diperoleh,”jelas Sekda dalam sambutannya pada pembukaan Pembukaan Acara Lomba Dalam Rangka Ajang Prestasi Remaja Tingkat Kab. Inhu Selasa (25/11) di Pendopo depan Kediaman Dinas Bupati Indragiri Hulu”(PelitaRiau, 2014)
Apabila ditelisik lebih dalam, banyaknya kasus kenakalan remajamenjadi sebuah kegagalan visi dan misi luhur dalam dunia pendidikan. Dimana lembaga pendidikan atau sekolah hanya menjadi sebatas keskralan formal yang tidak berujung pada visi-misi yang jelas dan nyata. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus penyimpangn yang dilakukan oleh remaja yang tidak ada henti-hentinya dan bahkan meningkat setiap tahunya seperti yang telah dipaparkan diatas.
Mirisnya, sejak usia sekolah dari mulai SD hingga SMA para peserta didik telah dibekali denganbidang studi dasar dan wajib yaitu PPKN dimana mata pelajaran ini berbicara tentang bagaimana seharusnya peserta didik dapat menjadi seorang warga negara yang baik dan mematuhi nilai dan norama yang telah berkembang dimasyarakat, selain itu ada satu pendidikan tentang AGAMA, dimana mata pelajaran tersebut disesuaiakan dengan agama peserta didikyang bersangkutan, dimana hal ini berisi tentang ajaran-ajaran atau perintah dan larangan yang seharusnya dimengerti dan dijalankan oleh setiap peserta didik, khususnya dalam artikel ini adalah remaja yang sudah dapat berfikir abstrak dan idealis.
Lalu pertanyaan yang muncul untuk menanggapi kasus-kasus tersebut diatas adalah.mengapa masih marak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh peserrta didik? Apakah mata pelajaran yang bertujuan untuk mencetak peserta didik yang berkarakter telah gagal dan tidak menuai hasil sama sekali? Ataukah pendidikan tersebut menjadi sebuah formalitas semata, dan tidak ada kontribusi yang nyata? ataukah kurangnya kontribusi pendidikan yang kurang memberikan layanan yang dibutuhkan oleh remaja sebagai peserta didik disekolah!
Dari beberapa fenomena yang ada maka penulis mencoba untuk menelisik dan mencari tahu serta mengajukan beberapa argumen yang relevan dengan beberapa kasus diatas. Apakah sebenarnya penyebab dari permasalahan tersebut diatas dengan mengungkapkan beberapa argumen tentang pentingny peranana lembaga konseling disekolah. Dimana dari beberapa alasan dibawah ini maka penulis berargumen bahwa maraknya kasus kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1.Minimnya jumlah konselor disekolah-sekolah
2.Banyaknya anggapan miring tentang konselor/Persepsi negatif tentang konselor dan kemudian akan berimbas pada lembaga konselor yang tidak diminati dan kurang mendapat perhatian.
3.Kurangnya peran optimalisasi peran konselor di sekolah
Hal ini akan dijelaskan secara lebih dalam oleh penulis dalam sub berikut:
Pembahasan
1.Penyebab maraknya kasus kenakalan remaja
a.Kurangnya konselor disekolah
Dari beberapa kasus tindakan kenakaalan remaja yang telah dipaparkan penulis diatas, hendaknya beberapa kasus tersebut mendapat perhatian bagi seluruh elemen yang bersinggungan langsung dengan perkembangan remaja, khususnya dalam hal ini adalah lembaga pendidikan disekolah. Dalam perkembangan usianya, remaja akan lebih menghabiskan banyak waktu diluar lingkungan keluarga,khususnya mengahabiskan waktu bersama teman-temanya di sekolah. Seperti yang telah dikemukakan (Geldard, 2011) bahwa Anak muda tidak selalu bergantung pada keluarga mereka.bagi kebanyakan sistem sosial melibatkan hubungan pertemanan dan berasama dengan sistem dalam pendidikan dan lingkungan kerja. Sehingga dapat diketahui bahwa anak muda lebih banyak menghabiskan waktu disekolah daripada dirumah.
Dalam tahap perkembangan mencari identitasnya, sudah tentu remaja akan banyak melakukan hal-hal yang baru dan menantang dan rata-rata dilakukan dalam sebuah geng atau kelompok. Dalam (Geldard, 2011) dijelaskan bahwa bagiremaja perempuan maupun laki-laki keterlibatan dalam geng dikaitkan dengan meningkatnya tingkat kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, serta aktivitas seksual.
Dengan fakta bahwa anak muda sering menghabiskan waktunya di sekolahserta tindakan kenakalan remaja yang dilakukan dengan kelompok teman sebaya disekolah, sehingga hal ini harus mendapat perhatian khusus dari lembaga sekolah, Khususnya lembaga konselor disekolah, dimana lembaga ini bertanggung jawab untuk menjadi fasilitator atau pembantu dalam menangani permasalahan remaja. Namun ironisnya, permasalahan yang muncul tidak sejalan dengan fakta yang ada sehingga menimbulkan permasalahan yang baru, dimana lembaga konselor yang berkiprah dalam pendidikan di Indonesia sangatla minimkeberadaanya. Seperti yang dikutip penulis dari harian kompas bahwa:
“Jumlah guru bimbingan dan konseling di Indonesia saat ini hanya sekitar 33.000 orang. Padahal, untuk melayani sekitar 18,8 juta siswa SMP/MTs dan SMA/SMK/MA dibutuhkan setidaknya 125.572 guru bimbingan dan konseling.”Berarti kekurangan guru bimbingan dan konseling sekitar 92.572 orang,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) serta Guru Besar Bimbingan dan Konseling di Universitas Negeri Semarang Mungin Eddy Wibowo, di Jakarta, Selasa (22/1).
Tentu permasalahan diatas hendaknya menjadi renungan bersama para orang tua ,guru, serta pemerintah. Bagaimana mungkin lembaga konseling yang merupakan satu-satunya lembaga yang urgen disekolah menjadi dilupakan dan dimarginalkan. Tentu dangan minimnya keberadaan layanan konseling di sekolah akan dapat mengurangi keseimbangan dan stabilitas proses belajar mengajar di sekolah.
b. Persepsi negatif tentang konselor
Setelah berbicara tentang minimnya lembaga konseling di Sekolah,lebih lanjut penulis akan memaparkan tentang “bagaimana konselor menjadi sebuah lembaga yang dipersepsikan buruk oleh remaja,guru serta orang tua”. Pada haikatnya Konseling adalah upaya bantuan yang diberikan insividu sehingga individu menemukan jalanya sendiri atau menemukan jawaban atas pertanyaan dirinya sendiri(Mappiare, 2011). Sehingga sejalan dengan pernyataan tersebut konseling di sekolah merupakan sebuah lembaga yang berkewajiban untuk membantu siswa dalam menemukan jalan keluar untuk permasalahan yang dihadapi. Sayangnya lagi-lagi permasalahan yang muncul yaitu ada bebarapa elemen dalam lembaga pendidikan dan masyarakat beranggapan miring tentang peranan lembaga konselor di sekolah, mereka beranggapan bahwa lembaga konseling tidak begitu penting dan dibutuhkan oleh siswa, sehingga dapat diketahui bahwa hal ini lah yang menyebabkan minimnya jumlah lembaga konseling di sekolah.
Hasil penelitian dan survey yang dilakukan oleh Gibson terhadap 208 guru sekolah menengah pertama di 18 sekolah , Gibson dalam jurnalyang berjudul “Teacher opinions of High School Guidance Program” dalam(Mappiare, 2011) menyimpulkan bahwa para guru tidak memahami konseling dan bahwa banyak yang nada-nadanya memandang konseling sebagai proses peraturan atau pengarahan, bukan menjadi lembaga yang memfokuskan dirinya untuk memberikan bantuan kepada siswa disekolah.
Anggapan yang melenceng tentang konselor juga pernah diungkap oleh Hart dan prince(1970) dalam penelitianya, dimana beliau merumuskan seperangkat pernyataan mengenai peranan konselor kemudian membandingkan persepsi konselor dan kepala sekolah, hasil yang didapat ternyata kepala sekolah tidak sependapat dengan para konselor pendidikan mengenai keterlibatan konselor dalm tugas perkantoran, pengadaan hubungan rahasia dengan klien ,pengadaan konseling emosional pribadi dan sejumlah fungsi nonkonseling.
Selain itu dijelaskan pula dalam (Mappiare, 2011) bahwa para kepala sekolah tidak menganggap kontribusi koselor sebagai sesuatu hal yang krusial dalam membantu peserta didik untuk menjdai lebih maju, dimana dalam buku ini dijelaskan bahwa Para kepala sekolah mengharap sedikit saja , atau tidak mengharap apa-apa dari konseling , kesan ini timbul karena kenyataan , penelitian demi penelitian menunjukkan bahwa konselor sering berperan sebgai petugas perkantoran,setengah administrator ,sebagai guru pengganti dan semacamnya.
Selain para guru, fenomena yang marak sekarang ini banyak pula anak didik yang memiliki persepsi negatif keberadaan konseling sehingga hal ini menimbulkan kesalahan tentang pemahaman peran lembaga konseling disekolah, karena layanan konseling dianggap remaja menjadi sebuah lembaga yang menakutkan dan hanya difokuskan untuk menanganai anak beramasalah disekolah, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan kasus negatif remaja disekolah.
Selain anggapan yang melenceng tentang lembaga konseling yang ada disekolah, mirisnya lagi, tidak adanya layanan bimbingan konseling yang menangani remaja dalam menjalani aktivitasnya disekolah baik itu membantu siswa yang mengalami kesulitan ,maupun siswa yang menginginkan dorongan dan motivasi untuk berkembang dalam sekolah, baik itu skedar curhat untuk melampiaskan permasalahan yang dialami oleh remaja. Karena yang dipersepsikan remaja selama ini, konseloradalah seseorang yang menakutkan.
Sehingga dari beberapa anggapan yang keliru tentang lembaga konseling dari berbagai pihak,sebagai fenomena tersebut harus diluruskan kembali dan perlu adanya tindakan prevensi yang nyata dari pihak pemerintah yang diberikan kepada pihak lembaga sekolah khususnya, dan kemudian dari lembaga sekolah kepada pihak orang tua dan remaja.
c. Kurangnya optimalisasi peran konselor di sekolah
Di dalam perjalanan mengemban tugasnya, bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang secara legal formal relatif masih muda, banyak mengalami gangguan dan hambatan.Dimana Beragam gangguan dan hambatan tersebut, mulai dari jumlah tenaga yang masih terbatas sehingga semua orang “merasa” diperbolehkan melaksanakan tugas tersebut sampai dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang belum optimal.(Wangid, 2010). Dalam artian layananan bimbingan konseling seharusnya dilakukan oleh profesional yang memang mumpuni dibidangnya dimana konseling sendiri memiiki artian sutau proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan.(Mappiare, 2011) sehingga orang yang dibutuhkan dalam lembaga konseling adalah orang yang mumpuni dan mahir dibidangnya.
2.Pentingnya kontribusi konselor dalam perkembangan remaja
Saat remaja berada dalam tahap perkembangan khususnya saat memasuki tingkat SMP hingga SMA hal ini merupakan sebuah usia yang sangat penting dalam perkembangan remaja awal, dimana dalam usia ini remaja akan terus melakukan kegiatan dalam rangka pencarian identitas.Istilah remaja pada awal mulanya berasal dari kata adolescence atau kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa, selain itu menurut piaget secara psikologis, remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang tuamelainkanberada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 1980). Artinya dalam usianya, remaja mulai merasa memilki hak-hak yang harus dipenuhi dan diakui pendapatnya sama seperti orang dewasa dalam berbagai hal. Segala tingkah lakunya remaja juga tidak ingin dicampuri oleh orang tua, karena mereka ingin bebas dan melakukan apa yang mereka inginkan.
Dari sifat egoisentrisme yang muncul pada remaja sering menimbulkan berbagai permasalahan dimana hal ini merupakan sebuah perilaku yang dimanifestasiakn oleh remaja dalam bentuk kenakalan dan penyimpangan sosial . Kenakalan yang dilakukan oleh para remajajuga dipacu oleh faktor internal yaitu matangnya struktur fisik yang ada dalam dirinya, salah satunya adalah ditandai dengan pubertas.Sehingga dengan remaja mengalami masa pubertas hal ini akan memicu remaja menuju kematangan dan kedewasaan, dan hal ini bisa jadi dimanifestasikan remaja dalam perilaku yang menyimpang. Pubertas disini berasal dari bahasa latin yang berarti usia kedewasaan (Hurlock, 1980). Dimana dalam masa pubertas perubahan signifikan yang terjadi adalah kematangan alat-alat seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi. Perilaku pubertas pada perkembangnya juga sangat mempengaaruhi keadaan fisik, sikap dan perilaku sehingga masa Pubertas juga sering dikatakan sebagai fase negatif yang diwujudkan remaja dalam beberapa perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
Setelah mengalami perkembangan fisik dan mengalami pubertas yang telah dijelaskan diatas, remaja juga mengalami perkembangan dalam kognitifnya . Dalam perkembangan kognitifnya remaja telah memilki kemampuan memahami pemikiranya sendiri dan pemikiran orang lain, selain itu remaja mulai membayangkan apa yang dipikirakan orang lain tentang dirinya. Ketika perkembangan kognitif remaja mengalami kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapakn dan melakukan kritik terhaadap masyarakat mereka, orang tua dan bahkan terhadap kekurangan mereka sendiri(Desmita, 2005). Sehingga dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa mereka memiliki keinginian untuk bebas dari kritikan –kritikan tentang diri mereka, bahkan berontak terhadpa orang tua mereka.
Ditinjau dari perspektif teori kognitif piaget, pada dasrnya , pemikiran remaja telah mencapai tahap pemikiran operational formal(Desmita, 2005) diamana dalam tahap operational formal tersebut remaja sudah mamapu berfikir abstrak, sisitematis dan logis. Remja juga dikatakan memiliki kemampuan untuk berfikir seperti orang dewasa, tahap ini mencakup kematangan prinsip-prinsip logika dan menggunakanya untuk menyelesaikan permasalah abstrak(Boeree, 2004) Hal ini dapat terlihat dari perilaku remaja untuk memecahkan dan memutuskan permasalahan yang dihadapi. Akan tetapi meskipun remaja mampu untuk memecahkan permaslahan, tetapi sering kali solusi tersebut kurang tepat atau tidak sesuai dengan situasi dan kondisi.
Selain mengalami tahap perkembangan kognitif, remaja juga mengalami perkmbangan moral. perkembangan moral merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, termasuk dalam tahapan masa remaja. Sesuai dengan tahap-tahap perkembanagn moral menurut kohl berg, tingkat penalaran remaja berada pada tahap konvensional.(Desmita, 2005) dimana yang dimaksud dengan tahap konvensional adalah suatu perbuatan remaja dinilai baaik oleh anak apabila mematuhi otoritas atau kelompok sebaya.
Setelah berbicara tentang usia perkembangan pada remaja dan karakteristiknya tentunya layanan konseling disekolah sangat memberikan kontribusi yang positif bagi usia remaja yang mengalami krisis identitas yaitu merupakan usia bermasalah dan mencari identitas(Hurlock, 1980). Dalam usia remaja mencari identitas serta mempunyai teman sebaya yang berkelompok menjadi sesuatu yang sangat penting menurut anggapan pribadi mereka. sehingga perluy adanya pengarahan tentang bagaimana sebaiknya dengan usia negatif tersebut perlu adanya tanggapan ataupun feedback yang positif dari layanan bimbingan konseling yang memang fokus pada kasus permaslahan remaja, serta mngajark remaja untuk memahami dan mengahapuskan persepsi negatif tentang layanan konseling yangdi sekolah.
Lembaga konseling yang ada disekolah menjadi sebuah lembaga yang penting karena anak pada tahap remaja lebih sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebaya khususnya di Lingkungan Sekolah. Dimana lembaga konseling merupakan satu-satunya lembaga paling penting dalam rangka mendorong siswa untuk mencari bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Dimana faktor –faktor pendorong yang dibutuhkan perkembangan konseling sekolah, diantaranya, yaitu:
1.Dalam menghadapi saat-saat krisis ynag dapat terjadi misalnya akibat kegagalan sekolah, kegagalan pergaulan atau pacaran, dan penyalahgunaan obat bius,pergaulan sosial diperlukan tipe konseling krisis
2.Dalam menghadapi kesulitanuntuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir,akademik da pergaulan sosial perlu tipe konseling fasilitatif
3.Dalam mencegah sedapat mungkin kesulitan seperti permasalahan seksua,pilihan karir, konseling preventif
4.Menopang kelancaran individuseperti pengembangan kemandirian,percaya diri dan citra diri, konseling develpmental.
Menurut Bruce dkk dalam (Mappiare, 2011)Faktor-faktor pendorong konseling disekolah secara umum di Indonesia , sehingga maju cukup pesat , adalah:
a.Pada diri Individu yaitu adanya masa kritis dalam tiap masa perkembangan individu , terutama dalam masa remaja.
b.Pada kondisi luar individu, seperti kondisi teknologiyang berkembang pesat. , kehidupan masyarakat menjauhkan hubungan kekluargaan dan kekerabatan antar manusia dalam arti fisik dan psikis.
Sehingga dari permasalahan tersebut perlu dipirkan bersaa bahwa konseling sekolah sangat memberikan kontribusi yang positif bagi remaja. Namun dalam menerapkan konseling di sekolah hal yang terpenting adalah konselor merupakan seseorang yang mumpuni dibidangnya, karena sebagai remaja yang sudah mampu untuk mengatur hidupnya maka remaja juga dapat dikatakan telah mengalami perkembnagan proaktivitas. Proaktivitas adalah sebuah konsep yang dikembnagkan oleh stephen R covey mengenai manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap dirinya, dimana hal ini terdiri atas :
a.self awareness(kesadran diri,),
b.imagination(imajinasi),
c.consience(kata hati),
d.independent will(kehendak bebas)(Desmita, 2005).
Maka dari pernyataan diatas, remaja pada perkembanganya dapat melaukan suau inisiatif dan mencari solusi a untuk menghadapi maslah-masalah yang ada disekitarnya. Remaja pada dasarnya juga ingin mempunyai hak atau kebebasan dalam bertindak, tanpa ada batasan dari orang disekitarnya. Hal ini tercermin dari tindakan remaja yang melakukan keputuasn atau kegiatan berdasarkan atas keinginanya sendiri daan dia tidak suka untuk diatur.
Dengan kebiasaanya yang bersifat proaktiv dan bersifat konvensional, hal ini memacu remaja untuk bertindak ssuai dengan kepuasan dirinya tanpa mmeikirkan oranh lain, untuk itu seharusnya orang tua sebagai model dan lingkunagna yang mendukung dalam perkembnagn remaja unntuk menjadi lebih baik. Selain itu penanaman moral sejak usia dini juga harus diterapakan dalam kehidupan anak sehingga anak dapat melakukan adaptasi dengan baik dan benar.
Dengan beberapa kompleksitas tahap perkembangan remaja, serta beberapa sifat negatif yang menyertainya, maka konselor sebagai lembaga disekolah harus mampu mengajak remaja untuk membuat hubungan yang kolaboratif dan proaktif, mendorong remaja untuk mampu keluar dari berbagai permasalahan dengan kreatif dan mandiri untuk menciptakan sebuah konseling yang relevan bagi remaja, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh (Geldard, 2011) dalam bukunya yang berjudul konseling remaja.
3.Kesimpulan dan Saran
a.kesimpulan
i.Penyebab kenakalan remaja dilingkup sekolah, yaitu:
a.Minimnya jumlah konselor disekolah-sekolah
b.Banyaknya anggapan miring tentang konselor/Persepsi negatif tentang konselor dan kemudian akan berimbas pada lembaga konselor yang tidak diminati dan kurang mendapat perhatian.
c.Kurangnya peran optimalisasi peran konselor di sekolah
ii.Pentingnya peranan konselor bagi para remaja yaitu
a.Melakukan pendekatan yang kolaboratif dan proaktif
b.Mendorong remaja untuk keluar dari permasalahanya untuk menciptakan konseling yang relevan bagi remaja
b.Saran
a.Perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak, yaitu lingkungan keluarga,masyarakat,sekolah maupun pemerintah untuk mendukung keberadaan lembaga konseling di Sekolah
b.Perlu adanya konseling yang relevan yang diterapkan oleh konselor sekolah dalam rangka penanganan kasus remaja.
Daftar Pustaka
Boeree, G. (2004). Personality Theories. Jogjakarta: Prismasophie.
Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Geldard, K. G. (2011). Konseling Remaja. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Mappiare, A. (2011). Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Rajawali Press.
Wangid, M. N. (2010). PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER.
Billiocta, Y. (2014, Oktober Senin). Merdeka Senin, 13 Oktober 2014 11:31. Retrieved Desember Senin, 2014, from http://www.merdeka.com
PelitaRiau. (2014, November Selasa). Retrieved Desember Senin, 2014, from Kasus Kenakalan Remaja Inhu Meningkat: http://pelitariau.com
Ramadhan, M. (2014, November Jum'at). Retrieved Desember Senin, 2014, from http://www.merdeka.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H