Mohon tunggu...
Nurul P
Nurul P Mohon Tunggu... pegawai negeri -

learner

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dekonstruksi Teks Film Rectoverso

12 Februari 2014   21:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Baru saja menonton film berjudul ‘Rectoverso’ untuk tugas kelas teori sosiologi untuk membuat interpretasi tentang text film. Film ini kukira biasa-biasa aja namun ternyata buatku bagus, dan tumben film Indonesia bisa membuat aku lumayan lama berurai air mata.Meski sebabnya membuat aku ketawa setelah aku mendekonstruksi isi film ini. Oh ya, setelah aku baca-baca ternyata film yang diadaptasi dari buku milik Dewi Dee Lestari ini pernah ditayangkan dalam Festival Film Cannes dan disutradarai oleh lima sutradara perempuan. Film ini terdiri dari lima cerita yang terpisah salah satunya berjudul ‘Malaikat Juga Tahu’ yang akan saya analisa disini.

Dalam Cerita ini pemeran utama adalah Abang, pemuda penderita autism yang tinggal bersama ibunya yang memiliki kost dengan beberapa penghuni kost. Ia jatuh cinta kepada salah satu penghuni kost bernama Leila. Leila adalah perempuan lembut yang perhatian pada Abang. Mereka juga sering kali berdua menghabiskan malam. Diam-diam ibunda Abang sering memperhatikan tingkah mereka dan khawatir jika Abang jatuh cinta pada Leila. Keadaan menjadi semakin buruk saat Han, adik laki-laki Abang yang balik ke rumah hingga kenal dengan Leila. Han yang melihat Leila bisa bercengkrama dan berteman dengan Abangnya timbul rasa simpati hingga akhirnya keduanya jatuh cinta. Inilah yang dikhawatirkan oleh sang bunda yang yakin akan menjadi malapetaka untuk Abang. Apalagi suatu saat ibunda membaca tulisan Abang yang mengatakan bahwa Ia suka pada Leila. Ada sebuah scene yang dipakai untuk menjelaskan bagaimana reaksi Abang apabila kehilangan Leila. Suatu saat sebuah sabun yang ia koleksi hilang satu karena disembunyikan salah satu penghuni kos yang jail. Saat itu Abang langsung kalap, berteriak-teriak dan berlari keluar tanpa memperdulikan ibunda yang mencegahnya. Nah kita jadi bisa membayangkan bagaimana jika ia kehilangan Leila.

Oke, pada suatu malam, setelah yakin Han dan Leila sedang jatuh cinta, ibunda masuk ke kamar Leila..ia berbicara pada Leila tentang kekhawatirannya. Ini salah satu scene favorite-ku…termasuk percakapannya. Simak ya

Bunda: ini pasti kedengarannya aneh, Abang dan Hans, dua-duanya anak bunda. Tapi kalau Bunda ditanya siapa yang paling tulus ke kamu, Bunda akan jawab: Abang. Abang cinta kamu bukan cuma pakai hati tapi jiwanya. Bukan rayuan, tapi kenyataan. Hans bisa jatuh cinta sama yang lain, tapi Abang, Abang nggak mungkin. Dia cinta sama kamu tanpa pilihan. Seumur hidup.

Leila: Kita ndak tau isi hati orang Bunda, tidak ada yang pernah tau, bunda sendiri juga bukan malaikat bunda, yang bisa tahu pikiran orang

Bunda: Dia tidak Bodoh…

Leila: Bunda, saya juga tahu Abang tidak bodoh Bunda

Bunda: Dia akan segera tahu tentang kalian berdua

Hans yang mendengar percakapan ini kemudian ikut masuk ke kamar Leila

Hans: Lebih baik Abang tau sekarang dari pada nanti Ma…

Bunda: Buat Abang, sekarang atau nanti, apa bedanya?

Hans: Tapi….nggak mungkin kita sembunyi seumur hidup Ma?

Bunda: Kalau perlu kaliah sembunyi seumur hidup

Hans: Ini nggak adil, nggak masuk akal

Bunda: Jangan ngomong soal akal dan juga jangan ngomong soal adil..aturan kamu, aturan kita itu tidak berlaku untuk abang. Hans, Kamu tidak tinggal disini, mama yang disini, mama kenal dia, kami juga kenal dia Leila, kamu ngerti kan Leila?

Nah setelah scene ini selesai, selanjutnya adalah menggambarkan Abang yang udah tahu kalau Leila sudah pergi. Abang yang berteriak-teriak di taman menunggu Leila yang selama ini menemaninya. Abang yang mengetok kamar Leila untuk minta cucian baju namun mendapati kamar Leila kosong. Scene selanjutnya adalah Abang mengamuk di kamarnya, berteriak-teriak, melempar kaca hingga pecah, sementara sang bunda ada dibalik pintu sambil menangis. Scene selanjutnya Abang keluar dan tetap berteriak sambil menangis memeluk bunda. Back soundnya, lagu ciptaan Dewi Dee Lestari yang judulnya Malaikat Juga Tahu…ini dia yang bikin para penonton pasti berurai air mata.

Oke selanjutnya mari kita analisa bersama. Pertama apa yang ada dibenak kita jika melihat film seperti ini?

Secara umum mungkin akan menganggap film ini sangat mengharukan karena Abang yang Autis tidak bisa mendapatkan cinta Leila. Itu wajar lah karena Abang kan Autis, maka tindakan Hans dan Leila ya benar. Ndak mungkin Leila menikah sama Abang. Yang terbaik ya Leila menikah sama Hans. Lalu bagaimana nasib Abang? Kasihan ya Abang. Titik sampai disini. Tak ada lagi yang mau memikirkan nasip si Abang selanjutnya…

Oke selanjutnya, bagaimana kalau kita dekonstruksi. Dekonstruksi adalah metode untuk membongkar teks tersembunyi yang selama ini tidak mendapat perhatian. Dalam Teori Sosiologi dekonstruksi dicetuskan oleh Jacques Derrida, yang berasal dari Mahzab Post-strukturalis. Metode ini melakukan pemberontakan terhadap nilai-nilai, simbol-simbol yang selama ini dianggap benar. Seperti ini pesan berdasarkan dekonstruksi Derrida:

Dalam film ‘Malaikat Juga Tahu’ ini, narasi umum akan membenarkan tindakan Hans dan Leila. Semua orang melihat mereka berdua adalah tokoh protaginis yang innocent. Padalah jika kita lebih teliti, sebenarnya mereka sedang bertindak jahat terhadap penderita Autis. Hans bahkan lebih kejam, karena tanpa usaha memberi pengertian kepada Abang, ia meminta ibunya agar Abang diberi tahu tentang hubungannya dengan Leila. Ia yang digambarkan sayang kepada kakaknya (Abang) dengan memberi hadiah saat dia pulang, sebenarnya tak lebih dari adik yang jahat. Hans membawa pesan bahwa penderita Autis adalah orang bodoh yang tidak perlu cinta, yang tidak perlu diakui dia memiliki cinta. Bunda adalah satu-satunya yang paling tahu tentang Abang – mungkin karena di ibu, jadi seolah masuk akal ‘dalam konteks pemikiran kita’ saat dia membela Abang. Lihat kata-katanya ini : Jangan ngomong soal akal dan juga jangan ngomong soal adil..aturan kamu, aturan kita itu tidak berlaku untuk abang. Ini adalah sebuah pengertian yang paling mendalam terhadap suatu perbedaan, sekecil apapun, dari Abang, seorang yang tak dihargai orang lain. Dalam Teori Sosiologi ini adalah pemikiran post-modern yang memberi penghargaan pada pemikiran terpinggirkan, memberikan dukungan pada minor knowledge dan melawan narasi besar. Termasuk dalam pemikiran Derrida. Ini juga yang jarang aku temuin di film-film Indonesia lain…sayang pesan ini tak konsisten dengan ending cerita yang berakhir duka untuk Abang. Aturan yang berlaku adalah laki-laki normal harus menikah dengan perempuan normal. Penderita Autis adalah wajar saat dia hanya bisa menangis, wajar saat tak menikah apalagi mendapatkan cinta….itu adalah derita lo..kasarnya…

Pada akhirnya jadi tahu, bahwa film ini bisa membuat kita menangis, namun gagal membawakan pesan humanisme yang sesungguhnya…tidak ada empowering untuk penderita autis – yang dalam konteks ini sedang termarginalkan. Yang ada adalah perintah agar mereka itu menerima diri mereka sebagai orang yang hina dan tak patut mendapatkan solusi apa-apa atas derita yang ia miliki…Menjadi beda kan ketika ending dari film ini Abang menikah dengan Leila dan Hans merelakan cinta untuk Abangnya…bayangkan coba….mungkin sebagian berfikir ‘nggak masuk akal dong filmnya kalau ending-nya seperti itu’. Jika demikian pikiranmu, berarti narasi besar memang sudah begitu kuat tertanam dalam benak kita (;

Ps. Terlepas dari itu semua, saya tetap menghargai film ini. Ini adalah sebuah diskusi yang semoga bisa belajar melihat teks dengan lebih detail

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun