Mohon tunggu...
Nurul Hasanah nasution
Nurul Hasanah nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Program studi bimbingan penyuluh islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Hukum Bisnis Online menurut Pandangan Islam?

20 Mei 2024   16:57 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:23 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Nurul Hasanah
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok

Saat ini internet dapat diakses untuk segala hal, diantaranya memburu informasi, dan mencari rezeki. Melalui situs jual beli online segala macam barang dijajakan. Misalnya baju, celana, taplek meja, buku, barang elektronik, benda-benda otomotif, makanan, minuman, dan apa saja yang terlalu panjang untuk disebutkan. Inilah yang disebut bisnis online.

Mencari uang melalui internet adalah peluang bisnis yang mudah dan murah. Dan, margin pasarnya tidak terbatas, tidak seperti  offline. Modal bisnis online relatif lebih sedikit. Bahkan biaya operasional dapat ditekan sekecil mungkin. Kalau bisnis offline terbatas waktunya, bisnis online buka 24 jam sehari.

Hukum bisnis pada awalnya mubah atau boleh. Karena bisnis itu sejatinya usaha saling menguntungkan setelah era barter. Keuntungan dalam konteks ini bukan barang, tapi uang. Keuntungan bisnis didapat dari menjual barang atau jasa. Secara historis, bisnis sudah menjadi kenyataan sosio-antropologis dengan beragam cara dan  aturan.

Namun bisnis online menuai tanya: halal atau haram? Secara normatif, bisnis dikatakan halal apabila memenuhi rukun-rukun yang ditetapkan dalam hkum Islam. Syarat jual beli ada penjual dan pembeli. Ada juga barang atau jasa yang diperjualbelikan. Selanjutnya ada ucapan baik lisan maupun tulisan (Akad). Bila salah satu tidak terpenuhi maka hukumnya haram.

Dalam bisnis online, adanya penjual masih menimbulkan pertanyaan: pemilik atau orang yang dikuasakan. Tentu dua status penjual seperti ini halal, seperti juga dalam bisnis offline.  Namun ada lagi status penjual. Pertama, menjual jasa pengadaan barang dengan meminta imbalan. Kedua, penjual yang tidak memiliki barang tapi bisa mendatangkan barang.
 
Segala bentuk transaksi seperti ini halal dengan syarat kedua pihak sama-sama senang. Apabila ada pada dua pihak, baik penjual dan pembeli yang masih belum cukup usia, maka syarat bisnis dianggap tidak terpenuhi. Pada saat terjadi transaksi yang berikrar, baik lisan maupun tulisah, harus pemilik langsung atau orang yang didelegasikan/diberi kuasa.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah bisnis online dianggap memenuhi rukun dan syarat jual beli konvensional oleh para ahli hukum Islam?  Dalam ortodoksi ulama diungkap bahwa segala macam jual beli adalah boleh sepanjang tidak melanggar  rukun dan syaratnya. Melanggar rukun jual beli, seperti tidak adanya barang, haram transaksi tersebut.
 
Namun adanya barang secara fisik tidaklah jadi syarat sebuah transaksi. Sementara  dalam bisnis online spesifikasi barang diperlihatkan secara audio-visual. Maksudnya, media internet adalah majelis akad. Memudahkan penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara fisik. Karena bertemu secara fisik bagi penjual dan pembeli bukan syarat jual beli.
 
Artinya, dalam bisnis online penawaran suatu barang lengkap dengan spesifikasi dan harganya yang ditayangkan oleh penjual di media sosial, lalu direspons dengan memesan barang tersebut secara online juga oleh pembeli, maka antara penjual dan pembeli dianggap sudah ada pertemuan. Selanjutnya, aspek yang tak kalah pentingnya adalah saling jujur.
 
Dalam bisnis online selain harus memenuhi rukun dan syarat jual beli, harus juga diketahui kualitas fisik barang yang dijual, apakah benda tersebut halal secara dzatnya dan halal juga cara memperolehnya. Menjual barang curian secara online akan tetap dihukumi tidak halal selagi transaksi yang terjadi memenuhi rukun dan syarat secara mutlak.
 
Dalam bisnis online pedagang boleh menawarkan gambar barang secara audio-visual kendati fisik barang tersebut tidak ada padanya. Apabila pedagang mensyaratkan pembeli untuk membayar lunas barang tersebut baru kemudian mengirimnya, transaksi ini dihukumi halal. Dalam fikih klasik inilah yang disebut dengan akad salam.

Kesimpulannya Mendakwahkan bisnis berarti menggunakan bisnis sebagai sarana untuk menyebarkan dakwah dan nilai-nilai Islam. Dalam hal ini, tujuan utama bisnis adalah untuk menyebarkan kebaikan dan membantu orang lain, bukan hanya untuk mendapatkan keuntungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun