Adakah yang menginginkan hari tuanya sengsara? Tentu saja jawabannya tidak. Belakangan ini ramai tersebar berita di media sosial mengenai Jaminan Hari Tua (JHT), setiap orang menginginkan hari tuanya bahagia, tidak ada yang ingin hari tuanya sengsara ataupun  melarat.
Tepat pada tanggal 4 Februari 2022 pemerintah mengeluarkan PERMENAKER NOMOR 2 TAHUN 2022, kasus ini terkait dengan perubahan persyaratan klaim JHT menjadi usia 56 tahun, hal ini dikatakan mempersulit buruh karena, jika seorang buruh kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Uang JHT sangat diperlukan namun, mereka harus menunggu hingga usia 56 tahun agar bisa dicairkan. Lantas bagaimana dengan nasib pekerja kontrak? yang perusahaannya tidak mengeluarkan pesangon.
Menurut saya seharusnya dana JHT bisa dikeluarkan dengan mudah tanpa harus menunggu usia 56 tahun, karena bagi mereka yang di PHK oleh perusahaannya dana JHT itu sangat membantu untuk survive sebelum mendapatkan pekerjaan baru, tidak hanya itu bagi mereka yang di PHK di umur yang sudah tidak produktif lagi akan sulit mencari pekerjaan, terlebih lagi di PHK di saat pandemi seperti ini, dana JHT akan sangat membantu untuk melanjutkan kehidupan seperti tambahan modal untuk membuka usaha, investasi atau melunasin cicilan, belum lagi bagi mereka yang sudah berkeluarga, yang akan membiayai uang sekolah anak-anak nya.
Bagi orang-orang yang belum merasakan di PHK mungkin akan setuju-setuju saja dengan aturan baru ini, karena menurut beberapa opini yang beredar ada yang setuju jika JHT dikeluarkan di usia 56 tahun agar masa tuanya terjamin, dan demi melindungi kesejahteraan di hari nanti. Bahkan ada yang mengajukan statement dengan membanding-bandingkan JHT di  Indonesia dengan negara-negara maju seperti Singapura dan negara-negara yang ada di Eropa, namun tidak membandingkan standar gaji minimum di Singapura dengan di Indonesia, dan sudah jelas Singapura memiliki sistem dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari pada negara kita.
Hal lain yang membuat munculnya kontra di sini adalah karena kurangnya rasa kepercayaan terhadap pemerintah, apakah ada jaminan mereka tetap mendapatkan hak mereka tersebut jika terjadi sesuatu. Seperti inflasi atau tindakan korupsi. Kita sama-sama tahu kalau negara Indonesia akrab sekali dengan sejarah kegagalan mengelolah keuangan contohnya kasus korupsi pengelolaan dana Asabri.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yakni pada pasal 5. Aturan itu menyebutkan manfaat JHT bagi peserta mengundurkan diri dan peserta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) diberikan pada saat peserta mencapai usia 56 tahun.
Namun, aturan yang telah di tetapkan pada Permenaker Nomor 19 tahun 2015 manfaat JHT bisa langsung diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan yang terkait
Kesimpulannya, JHT bagus buat mengklaim kesejahteraan pada hari nanti. JKP pada BPJS-TK idealnya melindungi ketika PHK & mengamankan dana pensiun. Akan tetapi, kenyataannya poly pekerja yang tidak mampu mengakses BPJS-TK & PHK tidak adil marak. wajar terdapat kemarahan atas pelarangan pencairan dini JHT.
Demi melindungi kesejahteraan seluruh warga kini serta nanti, pemerintah perlu mendorong ekspansi cakupan jaminan sosial hari tua atau skema pensiun. namun, pemerintah wajib melakukannya dengan memperhatikan syarat pekerja yang sebagian besar ada di sektor informal.
Pemerintah juga perlu memastikan kejelasan cara klaim JKP & mempermudah prosesnya untuk meminimalisir penolakan dari pelarangan pencairan dini JHT. Selain itu, pemerintah perlu menaikkan kepercayaan  publik atas pengelola dana JHT.
Terakhir, pemerintah tak mampu tutup mata dengan praktik PHK tidak adil yang membuat pekerja kehilangan haknya, seperti hak atas pesangon, JKP dan lain-lain. Pada akhirnya, sistem kesejahteraan sosial harus mampu melindungi seluruh rakyat baik yang tua & belia, serta di sektor formal & informal.