Mohon tunggu...
NURUL HAMIDAH
NURUL HAMIDAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Memiliki hobi membaca,menulis, serta menonton. Menyukai senja, langit, dan hujan. Tetapi tidak suka bermain hujan. Baginya setiap momen yang berharga harus diabadikan di dalam suatu album rahasia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying: Dampak Bullying terhadap Anak di Bawah Umur

20 Desember 2022   07:56 Diperbarui: 22 Desember 2022   22:39 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nurul Hamidah | Dr. Gustianingsih M.Hum

Saat ini istilah bullying sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Bullying lebih dikenal dengan penindasan. Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus. Terdapat banyak definisi mengenai bullying, terutama dalam konteks lain seperti rumah, tempat kerja, masyarakat, maupun komunitas virtual.

Menurut Olweus (2005), bullying adalah sebuah tindakan atau perilaku agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan secara sistematik. Bullying adalah masalah yang kerap kita jumpai dimana saja, kapan saja, dan tanpa melihat batas usia, gender, maupun latar belakang seseorang.

Kasus bullying kini sangat marak terjadi, tidak hanya pada masyarakat, namun juga terjadi didalam dunia pendidikan. Sehingga membuat berbagai pihak semakin perihatin termasuk Komisi Perlindungan Anak. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Indonesia merupakan negara dengan kasus bullying di sekolah yang paling banyak pelaporan masyarakat ke komisi perlindungan anak. KPAI mencatat 369 pelaporan terkait masalah tersebut. Sebanyak 25% dari jumlah tersebut merupakan pelaporan di bidang pendidikan yaitu sebanyak 1.480 kasus yang dilaporkan. Hanya sebagian kecil dari kasus yang terjadi, tidak sedikit tindak kekerasan terhadap anak yang tidak dilaporkan (Setyawan, 2015).

Perilaku bullying menggambarkan bahwa bangsa kita lemah dalam mengendalikan emosi, tetapi juga mengalami kemerosotan nilai-nilai moral. Sehingga, tidak ada lagi rasa menghargai antar sesama, kasih sayang bahkan rasa malu. Hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan yang tumbuh hanya jiwa dengan watak yang keras. Permusuhan semakin tumbuh dan berkembang sampai lupa bahwa manusia hadir dengan berbagai perbedaan baik dari segi suku, budaya, agama, ras, bahkan kepribadian.

Beberapa kasus bullying sering terjadi di Indonesia. Salah satu kasus yang menarik perhatian publik yaitu kasus bullying yang terjadi di Tasikmalaya. Dilansir dari laman Regional kompas.com kasus yang dialami bocah laki-laki berusia 11 tahun yang berinisial FH adalah kasus bullying yang berujung dengan kematian. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia kasus tersebut tergolong berat dan kompleks lantaran korban mengalami kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis. Dengan landasan ini, KPAI menilai kasus tersebut harus dibawa ke ranah hukum agar tidak terulang di masa mendatang-mengingat anak merupakan apa yang disebut KPAI, "peniru ulung". Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yaitu Jasra Putra, menurut pengamatannya korban setidaknya mengalami kekerasan fisik, seksual dan psikologis. Dugaan itu merujuk pada video berdurasi 50 detik yang tersebar di media sosial. Di video itu, dua pelaku terlihat memegangi kaki kucing. Kemudian pakaian si anak dilucuti lalu dipaksa berhubungan badan dengan hewan itu."Jadi kemaluan si anak kelihatan di video itu beserta tangan para pelaku. Lalu ada suara-suara tertawa. Hanya saja wajah mereka tidak kelihatan," ujar Jasra Putra. Dan menurut keterangan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan RSUD SMC Kabupaten Tasikmalaya, Adi Widodo, mengatakan sebelum meninggal korban sempat dirawat di rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan medis, korban mengalami suspect depresim thypoid, dan ensefalopati atau peradangan otak."Namun untuk faktor internalnya karena komplikasi demam, meski petugas medis juga berupaya melakukan upaya tapi nyawanya tak tertolong saat itu," ujarnya. Dan untuk pelaku Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya AKP Dian Pornomo, menuturkan pihaknya akan menerapkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Komisioner KPAI, Jasra Putra, berharap polisi melibatkan psikolog anak dalam memeriksa para pelaku. Sebab, ada kemungkinan mereka terpapar konten-konten pornografi.  Dari kasus tersebut kita tahu bahwa bullying bukanlah hal yang dapat dianggap sebagai hal yang sepele. Artinya bahwa bullying juga merupakan sebuah kasus yang memiliki dampak begitu banyak baik bagi kita sendiri, orang lain, maupun korban yang langsung mengalaminya. Dari situ mari lah kita terapkan rasa kepekaan dan kepedulian terhadap dampak yang akan yang akan ditimbulkan serta bagaimana kita mengatasi hal tersebut.

Dampak bullying dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, bahkan anak-anak yang menyaksikan bullying. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak. Pada kasus yang berat, bullying dapat menjadi pemicu tindakan yang fatal, seperti bunuh diri dan sebagainya. Dampak dari bullying dapat terjadi pada korban maupun pelaku. Dampak bagi korban dapat menyebabkan depresi dan marah, rendahnya tingkat kehadiran dan rendahnya prestasi akademik siswa, menurunnya skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Dan Dampak bagi pelaku akan berpengaruh dan membuatnya memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang proterhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.

Dilansir dari Kemenpppa.co.id upaya yang dapat kita dilakukan untuk mengatasi bullying meliputi program pencegahan dan penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial (rehabilitasi). Pencegahan dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat. Pencegahan melalui anak dimulai dengan melakukan pemberdayaan pada anak agar anak mampu mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bullying, anak mampu melawan ketika terjadi bullying pada dirinya, anak mampu memberikan bantuan ketika melihat bullying terjadi (melerai/mendamaikan, mendukung teman dengan mengembalikan kepercayaan, melaporkan kepada pihak sekolah,orang tua, tokoh masyarakat). Dan pencegahan melalui keluarga, dapat dimulai dengan meningkatkan ketahanan keluarga dan memperkuat pola pengasuhan, yaitu dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan dan mengajarkan cinta kasih antar sesama, memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang sejak dini dengan memperlihatkan cara berinterakasi antara anggota keluarga, membangun rasa percaya diri anak, memupuk keberanian dan ketegasan anak serta mengembangkan kemampuan anak untuk bersosialisasi, mengajarkan etika terhadap sesama (menumbuhkan kepedulian dan sikap menghargai), berikan teguran mendidik jika anak melakukan kesalahan, mendampingi anak dalam menyerap informasi utamanya dari media televisi, internet dan media elektronik lainnya. Dan pencegahan juga dapat dilakukan melalui sekolahan yaitu dimulai dengan, merancang dan membuat desain program pencegahan yang berisikan pesan kepada murid bahwa perilaku bully tidak diterima di sekolah dan membuat kebijakan “anti bullying”, membangun komunikasi efektif antara guru dan murid, diskusi dan ceramah mengenai perilaku bully di sekolah, menciptakan suasana lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan kondusif, menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bully, serta melakukan pertemuan berkala dengan orangtua atau komite sekolah. Dan yang paling terakhir pencegahan melalui masyarakat dengan yaitu dengan membangun kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dimulai dari tingkat desa/kampung (Perlindungan Anak Terintegrasi Berbasis Masyarakat : PATBM). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun