Jika kita menoleh sejenak ke masa lampau, para sejarawan mengungkapkan bahwa bencana saat ini yang melanda Indonesia bukanlah kali pertama terjadi, diketahui pada tahun 1900-an terdapat beberapa bukti dari media massa di masa itu yang menguatkan bahwa COVID-19 bukan pandemic pertama bagi Indonesia, diantaranya De spaansche Griep of Java de Officieele Sterftecijfers ( Angka kematian resmi flu Spanyol di Jawa) edisi 5 Februari 1919.
Letjen TNI Doni Monardo mrengatakan bahwa jumlah penduduk Hindia Belanda pada masa itu berkisar 35 juta jiwa, dan yang meninggal karna Flu Spanyol hamper 13,3 persen. Dia pun beranggapan jumlah itu lebih banyak daripada pandemi yang terjadi pada saat ini. Bahkan ia juga menegaskan kondisi dahulu lebih buruk daripada kondisi sekarang, sehingga pandemic yang terjadi di masa kini harus disikapi secara serius, agar kejadian dimasa lampau tidak terulang kembali.
Pernyataan Doni Monardo juga diperkuat oleh salah satu Penulis buku "Yang Terlupakan Pandemi" Arie Rukmantara ia menyebut bahwa pandemic yang terjadi bukan lah konspirasi. Menurutnya, menyebut pandemic Civid-19 sebagai suatu konspirasi adalah hal yang tidak mungkin.
"sepanjang sejarah, sejak pandemic ditemukan pada tahun 1.500-an sampai sekarang belum ada satu orang atau satu organisasi yang konsisten ingin menyebarkan atau menyebabkan pandemi, satu organisasi pun tidak mungkin. pandemi itu sporadis bisa terjadi didunia manapun," ujar Arie dalam konferensi pers BNPB, Senin (3/8/2020). Ia menambahkan, wabah penyakit sudah terekam dalam buku-buku sejarah . Misalnya, wabah flu mematikan di Jawa yang ditukis Prof. Dr. R. Slamet Iman Santoso, seorang pakar psikologi Indonesia.
Mengulik beberapa sejarah otentik yang berusia ratusan tahun, terkuaklah fakta adanya kemiripan antara Flu Spanyol (Spaansche Griep) dan Covid-19. Mengapa dikatakan mirip? dikarenakan penularan penyakit Flu Spanyol juga disebarkan oleh angin, dan ditularkan juga melalui kontak fisik antar orang yang sedang melakukan interaksi, misalnya saat berbicara dengan seseorang.Â
Dari sini lah terbukti bahwa Flu Spanyol sangatlah mirip dengan virus covid-19 yang berasal dari Wuhan Cina, akan tetapi penyebab munculnya wabah Flu Spanyol belum jelas darimana asalnya namun faktanya sudah terungkap bahwa flu spanyol disebabkan oleh virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Virus ini menjangkiti sekitar 500 juta orang dalam empat gelombang berturut-turut dari Februari 1918 hingga April 1920, Virus Corona sendiri hingga kini telah tercatat 4,25 juta banyaknya korban jiwa akibat pandemi ini.Â
Ada beberapa cara yang diupayakan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mengatasi wabah tersebut, yakni dengan menerapkan pola sosialisasi, dengan menggunakan kearifan lokal melalui bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Contohnya di Jawa pemerintah memanfaatkan sarana kesenian wayang untuk memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai wabah Flu Spanyol sehingga dapat berupaya mengurangi resiko dan berhasil merubah perilaku masyarakat setempat.
Selain itu pemerintah juga mengadakan sosialisasi mengenai dampak dari Flu Spanyol atau sering dikenal dengan Influenza yang mewabah, dampaknya mulai dari mengakibatkan sakit panas,dan batuk. Pemerintah juga menjelaskan wabah ini mudah menular melalui angin dan kontak fisik.Â
Berhati-hatilah jangan bertindak ceroboh sehingga mengakibatkan penularan penyakit. Orang yang tertular Flu Spanyol tidak diperbolehkan keluar rumah, harus tidur dan beristirahat dirumah. Badannya ditutupi selimut, keplanya di kompres dan tidak boleh mandi. Apabila ada yang tidak mau menerima tindakan pengawasan seperti yang telah diatur sesuai pasal 3 sub a, maka akan dikenakan sanksi yang tidak main-main guna menekan besarnya jumlah korban. Pemerintah mengancam penjara enam hari atau denda uang maksimal 50 gulden kepada setiap orang yang tidak mau menerima tindakan pengawasan tersebut.Â
Berbanding terbalik dengan realita yang terjadi di Indonesia masa kini, hukum di Indonesia seakan-akan tak berarti dan sering dianggap tabu. Sudah jelas terjadi krisis dan bencana diberbagai tempat tetap saja mata mereka senangtiasa tertutup dengan keserakahan sehingga masyarakat kecillah yang menjadi korban.
Dari sini kita harus memahami dan mengerti bahwa ini bukanlah kali pertama terjadi di Indonesia melainkan sudah kesekian kalinya, kesadaran masyarakat juga merupakan peranan penting dalam upaya menanggulangi bencana pandemi ini karna tak cukup hanya pemerintah yang bergerak.