Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mendukung program percepatan diversifikasi pangan, sehingga sumber karbohidrat tidak lagi pada satu jenis makanan pokok yaitu beras. Salah satunya adalah dengan mulai dicanangkannya program One Day No Rice yang dimaksudkan untuk mendukung program percepatan penganekaragaman pola konsumsi pangan. Melalui program ini pengembangan pengolahan tepung-tepungan yang dibuat dari sumber pangan lokal atau lebih dikenal dengan program tepung nusantara dapat dipacu dan dioptimalkan. Salah satu strategi dalam rangka pengembangan pangan lokal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan aneka tepung nusantara sebagai sumber pangan fungsional. Dengan cara ini, tepung berbasis bahan baku lokal dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok seperti beras dan gandum.
Salah satu pilar dalam pembangunan ketahanan pangan nasional kita ialah program penganeka-ragaman pangan. Program ini bisa dilakukan dengan mendorong percepatan diversifikasi konsumsi pangan nonberas berbasis sumber daya lokal (Djaafar, dkk., 2000; Sumaryanto, 2009).
Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Budijono, dkk., 2010). Dengan proses pengolahan menjadi bentuk tepung maka penggunaannya juga akan lebih praktis dan fleksibel karena dapat dipakai sebagai bahan baku atau campuran (composite flour) dalam pembuatan aneka produk pangan seperti roti, mie, kue, jajan pasar dan sebagainya. Di samping itu, teknologi pembuatan tepung sendiri sudah dikenal luas oleh masyarakat, baik dalam skala rumah tangga, maupun industri kecil dan sedang. Oleh karena itu sentuhan inovasi teknologi terhadap pangan non-beras yang berasal dari sumber pangan lokal mutlak diperlukan. Salah satunya dapat dilakukan dengan memperkenalkan pangan lokal sebagai sumber pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah bahan pangan yang dikonsumsi sebagai salah satu diet dalam pola makan sehari-hari yang mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan seseorang. Pengaruh positif ini diperoleh dari kandungan komponen bioaktif yang ada dalam bahan pangan tersebut. Komponen aktif dalam bahan pangan yang memberikan efek fisiologis atau menimbulkan adanya sifat fungsional dapat berasal dari pangan nabati maupun hewani (Tomomatsu, 1994). Komponen aktif yang termasuk dalam golongan zat gizi antara lain kalsium, asam folat, vitamin E, dan iodium. Sedangkan komponen aktif non zat gizi diantaranya yaitu grup senyawa flavonoid, komponen sulfur, senyawa polifenol, senyawa terpenoid, senyawa isoflavon, serat makanan, mikroba dan komponen hasil metabolit lainnya.
 Dalam Upaya Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pangan Lokal 95 Zahirotul Hikmah Hassan dan lain sebagainya. Hasil dari berbagai riset (Astwan dan Widowati, 2011; Permana, dkk., 2010; Richana dan Sunarti, 2004) yang dilakukan terhadap pangan lokal menunjukkan bahwa tidak sedikit dari produk-produk pangan lokal yang mengandung komponen bioaktif yang mempunyai fungsi metabolisme tertentu terhadap kesehatan tubuh pada saat dicerna.
Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat utama di Indonesia yang menempati urutan keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Namun konsumsinya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Kampanye tentang swasembada beras selama beberapa dasawarsa melalui program intensifikasi produksi padi serta dukungan kebijakanpenunjangannya telah mengubah budaya Masyarakat di beberapa daerah dari budaya konsumsi non-beras ke beras. Ubi jalar merupakan salah satu palawija yang potensial dikembangkan untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Ubi jalar merupakan jenis umbi yang relatif tahan disimpan dalam keadaan segar dibandingkan jenis umbi yang lain, semakin lama disimpan maka rasanya semakin manis. Sifat ini berbeda dengan ubi kayu yang hanya tahan disimpan segar selama dua hari, setelah itu akan mengalami kerusakan atau poyo (umbi berwarna coklat kebiruan, lembek dan timbul rasa pahit). Keunggulan lain dari ubi jalar ini adalah nilai gizi yang tinggi, kaya vitamin dan mineral (Damardjati dan Widowati, 1994).
PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIKÂ
Ubi jalar merupakan jenis umbi yang unik, karena mempunyai berbagai warna kulit maupun daging umbinya. Tanaman ini mempunyai umur panen pendek yaitu antara 3-4,5 bulan, dengan produktivitas tinggi 20-40 ton/hektar (Puslitbangtan, 2002). Selain sumber karbohidrat, ubi jalar kaya akan vitamin yang dapat diketahui dari warna daging umbinya. Warna kulit ubi jalar ada beberapa macam yaitu putih, kuning kecoklatan, merah tua dan ungu kemerahan, sedangkan warna daging bervariasi yaitu putih, krem, kuning, merah jingga dan putih keunguan.
PRODUKSI DAN KONSUMSIÂ
Dalam program diversifikasi pangan, ubi jalar dapat berperan dua arah, yaitu horizontal dan vertikal. Dalam diversifikasi horizontal, dapat dikembangkan sebagai tanaman baru di daerah-daerah potensial yang mempunyai kesesuaian lahan dan lingkungan yang tepat untuk budidaya. Diharapkan tanaman pangan ini dapat diterima petani setempat ke dalam sistem usaha taninya. Sedangkan untuk diversifikasi vertikal, lebih banyak diarahkan pada pengembangan dan penganekaragaman produk (Damardjati dan Widowati, 1994).