Mohon tunggu...
Nurul Aulia
Nurul Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa yang memiliki hobi membaca dan sedang belajar untuk menulis artikel.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendekatan Diplomasi dan Strategi Indonesia Menghadapi Ancaman Nuklir Korea Utara dalam Konflik di Semenanjung Korea

13 September 2024   23:55 Diperbarui: 14 September 2024   00:03 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Krisis di Semenanjung Korea

Krisis di Semenanjung Korea telah berlangsung sejak lama, yaitu berawal dari perpecahan Korea setelah Perang Dunia II yang diperparah oleh Perang Korea 1950-1953. Meskipun perang secara teknis telah berhenti melalui gencatan senjata pada 1953, tetapi antara Korea Selatan dan Korea Utara masih terus bersitegang karena sampai saat ini tidak ada perjanjian perdamaian yang ditandatangani oleh kedua negara. Hal itu membuat Semenanjung Korea terus berkontribusi pada situasi geopolitik yang semakin kompetitif dan tidak dapat diprediksi (Engman & Lampinen, 2023, p. 2).

Meningkatnya krisis di Semenanjung Korea dapat terjadi karena beberapa hal. Diantaranya yaitu pertama, dipicu dengan adanya pengembangan secara signifikan kemampuan nuklir dan misil, yang mana sejak awal tahun 2020 Korea Utara telah melakukan uji coba rudal balistik jarak pendek. Kedua, krisis juga timbul karena adanya tekanan ekonomi Korea Utara akibat adanya sanksi ekonomi eksternal dan karantina internal ketika pandemi COVID-19, sehingga keduanya ikut andil dalam memperburuk kondisi ekonomi Korea Utara. Hal itu dapat mendorong Kim Jong Un untuk mengambil langkah-langkah drastis guna memperkuat mekanisme pengendalian internal dan membangun kesatuan publik dalam menghadapi ancaman dari luar. Ketiga, adanya respon Kim Jong Un pada tahun pemilihan presiden Amerika Serikat 2024 dan setelahnya dengan memulai serangkaian provokasi militer baru, karena terlepas siapa yang akan memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat, ketegangan di Semenanjung Korea memiliki potensi untuk terus meningkat yang mana hal itu dapat memperbesar risiko terjadinya eskalasi militer yang tak diinginkan (Snyder, 2020).

 

 

Ancaman Nuklir Korea Utara

Ancaman nuklir Korea Utara merupakan salah satu ancaman nyata terbesar bagi perdamaian dunia saat ini.  Kemampuan nuklir Korea Utara masih diselimuti ketidakpastian, peluncuran rudak balistik, baik ukuran, komposisi maupun keandalan kekuatan nuklirnya tidak diketahui secara pasti oleh publik sehingga strategi nuklir Korea Utara merupakan sebuah teka-teki (Narang, 2015, p. 82).

Pada tahun 2017 Korea Utara Kembali melakukan uji coba Intercontinental Ballistic Missile (ICBM) Hwasong-15 yang baru. Uji coba nuklir keenam oleh Korea Utara dilakukan pada 2017 (Kodama, 2020, p. 1). Menurut Center for Strategic and International Studies (CSIS), mendekati tahun pemilihan Presidan Amerika Serikat, Korea Utara melakukan uji coba senjata empat kali lebih banyak daripada tahun-tahun lainnya (Terry, 2024). Kemudian sejak 2019, terjadi peningkatan uji coba rudal balistik yang dilakukan oleh Korea Utara. Pada tahun 2019, Korea Utara meluncurkan rudal balistik hingga ke Laut Jepang sebanyak 13 kali. Peningkatan terus berlanjut, pada tahun 2022 Korea Utara tercatat melakukan uji coba sebanyak 37 kali dengan setidaknya 73 peluncuran (Ministry of Foreign Affairs of Japan). Baru-baru ini, pada 12 September 2024, Korea Utara Kembali meluncurkan beberapa rudal balistik jarak pendek ke perariran sebelah timur Semenanjung Korea (Indonesia, 2023). Peluncuran yang telah dilakukan menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan militer Korea Utara, yang tidak hanya bertujuan sebagai pengembangan tetapi juga untuk keperluan operasional militer yang sebenarnya.

Data tersebut menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir, Korea Utara telah secara signifikan memperluas program senjata nuklirnya. Selain itu, sejak pertemuan pada tahun 2019 di Hanoi, antara Kim Jong Un dan Donald Trump gagal, Kim Jong Un telah menolak semua tawaran negosiasi serius dengan Amerika Serikat dan terus melakukan uji coba senjata baru termasuk ICBM berbahan bakar padat yang kuat dan sistem senjata nuklir bawah laut (Terry, 2024).  Selain itu, semakin eratnya kerja sama Korea Utara dengan Rusia dan China dapat meningkatkan keinginan Korea Utara untuk mengambil risiko yang lebih besar.

Pendekatan Diplomasi dan Strategi Indonesia 

Ancaman nuklir Korea Utara dalam konflik di Semenanjung Korea dapat berdampak serius bagi kedaulatan dan keamanan Indonesia, terutama karena posisi geografis Indonesia yang berdekatan dengan Semenanjung Korea. Kegiatan uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara memiliki potensi untuk mengancam kedaulatan dan keamanan Indonesia, baik secara langsung melalui dampak radiasi ataupun secara tidak langsung melalui ketidakstabilan regional. Selain itu, dampak terhadap jalur perdagangan maritim yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia juga menjadi risiko signifikan jika terjadi konflik bersenjata di kawasan tersebut (Nanda, Swastanto, & Octavian, 2019, pp. 71-72). Krisis lain kemungkinan akan terus muncul sampai kekhawatiran terkait upaya Korea Utara dalam memperoleh senjata nuklir dan rudal jarak jauh teratasi atau setidaknya diredakan hingga memuaskan semua pihak. Oleh karena itu, kewaspadaan dan perencanaan yang berkelanjutan menjadi sangat penting (Snyder, 2020, p. 2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun