Mohon tunggu...
Nurul Athiah Rahman
Nurul Athiah Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Pendidikan Kimia

Saya merupakan mahasiswa program studi pendidikan kimia yang memiliki ketertarikan dibidang pendidikan dan juga kimia. Hobi saya saat ini yaitu membaca khususnya membaca novel atau fanfiction di media online.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Hukum di Indonesia Diberi Sebutan "Tajam ke Bawah dan Tumpul ke Atas"?

15 Juni 2023   19:18 Diperbarui: 15 Juni 2023   19:23 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

                Setiap negara berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak-hak warga negaranya. Salah satu prinsip dasar keadilan sosial dan kesetaraan adalah perlakuan yang sama terhadap semua warga negara di depan hukum. Konsep "kesetaraan di depan hukum" menjamin bahwa semua orang, tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual atau latar belakang sosial ekonomi atau politik, memiliki hak yang sama atas perlakuan yang adil dan perlindungan hukum yang sama.

                 Dalam masyarakat yang adil dan inklusif, penting bagi semua warga negara untuk memiliki keyakinan bahwa mereka diakui dan dihargai di hadapan hukum sebagai anggota yang setara. Prinsip ini merupakan dasar bagi pembangunan demokrasi, keadilan dan hak asasi manusia. Pengakuan semua warga negara sama di depan hukum berarti perlindungan hak asasi manusia yang sama. Hak-hak seperti kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, hak atas pendidikan dan tentunya hak atas perlakuan yang adil di pengadilan dan hak atas perlindungan dari diskriminasi harus dijamin tanpa terkecuali. Dalam sistem kesetaraan berbasis hukum, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut, membela diri, dan mencari keadilan. Perlakuan yang sama di depan hukum berarti menerapkan hukum secara konsisten dan tanpa diskriminasi. Individu tidak boleh dihukum secara tidak proporsional atau diperlakukan tidak adil berdasarkan faktor yang tidak relevan. Individu harus memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan sistem hukum, hak atas pembelaan dan perlakuan yang adil di pengadilan.

                Meskipun prinsip ini sangat penting, namun masih banyak tantangan dalam implementasinya. Di banyak negara, termasuk Indonesia, diskriminasi langsung dan tidak langsung masih ada dalam sistem hukum. Terkadang perlakuan berbeda di hadapan hukum disebabkan oleh faktor-faktor seperti kekayaan, kekuasaan atau ketidakadilan sistemik.

                 Aparat penegak hukum di negeri ini tidak sepenuhnya menegakkan perlakuan yang sama terhadap semua warga negara di hadapan hukum. "Sharp Down and Blunt Up" atau "Tajam Ke Bawah dan Tumpul Ke Atas" adalah sebutan yang diberikan untuk lembaga hukum negara ini. Arti sebutan tersebut berasal dari fakta bahwa peradilan di negara ini menghukum kelas menengah lebih keras daripada mereka yang berkuasa, yang memiliki kekuatan dan mereka yang memiliki banyak uang. Mereka yang memiliki hal-hal tersebut  akan aman dari campur tangan hukum, bahkan jika undang-undang negara dilanggar.

                 Seperti kasus Nenek Asyani, hal ini menunjukkan bahwa hukum Indonesia sangat tajam untuk kalangan bawah. Nenek Asyani dituduh mencuri dua batang pohon jati dari Perhutani untuk dijadikan tempat tidur. Bahkan, nenek Asyani membantah tudingan itu dengan alasan pohon yang diambilnya itu berasal dari pohon yang ditanam bersama suaminya lima tahun lalu, yang pada akhirnya Nenek Asyani tetap dihukum selama 1 tahun. Kasus lain yang melibatkan Nenek Minah yang mencuri kakao dari perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA), Ajibarang Banyumas, pada tahun 2009. Adapun perbuatan Nenek Minah sebenarnya bersalah, namun alasan dia melakukannya karena Nenek Minah lapar dan tidak punya uang untuk membeli makanan. Nenek Minah divonis 1 tahun 15 hari penjara.

                Heru Wahyudi, Ketua DPRD Kabupaten Bengkali, terlibat kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp 31 miliar. Atas kasus korupsinya, pada 31 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis Heru Wahyudi satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan dan uang pengganti Rp 15 juta rupiah.

                Kita dapat melihat ketimpangan hukum yang terjadi pada ketiga kasus di atas. Hukuman yang dijatuhkan kepada Nenek Asyani dan Nenek Minah jauh lebih berat daripada hukuman terhadap para koruptor, yang mencuri uang negara hingga miliyaran rupiah. Ketiga kasus ini menunjukkan bahwa hukum Indonesia tampak keras terhadap pihak yang lemah dan menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan kasus korupsi atau kasus lain yang dilakukan oleh kelompok elit yang memiliki banyak uang dan kekuasaan. Ada ungkapan "Kasih Uang Habis Perkara" yang mencerminkan bahwa hukum tidak berlaku bagi mereka yang punya uang dan kekuasaan.

                Menurut saya, setelah melihat kasus-kasus tersebut, membuktikan bahwa hukum Indonesia masih tidak adil dan masih memihak kepada orang yang memiliki kekuasaan dan uang. Sebagai negara demokrasi, hukum Indonesia harus memastikan bahwa semua warga negara diperlakukan sama di depan hukum. Pasal 27(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara gamblang menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Dalam Pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga secara tegas menyebutkan bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".

                Oleh karena itu, sistem hukum harus menjamin bahwa hukuman itu setara dan adil, terlepas dari status sosial, kekuasaan, atau pengaruh politik seseorang. Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan independensi peradilan harus ditaati untuk memastikan bahwa korupsi atau kejahatan lain terhadap negara ditangani secara adil dan merata, tanpa perlakuan khusus atau memihak pada penguasa. Karena keadilan adalah milik semua orang, tidak peduli kaya atau miskin, dan tidak peduli status sosialnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun