Mohon tunggu...
NURUL ASLAMIAH
NURUL ASLAMIAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca novel, baca buku, dan nonton film. Kepribadian saya orang yang suka ngobrol, dan saya suka hal hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori emosional intelligensi dari Daniel Goleman

18 Januari 2025   00:06 Diperbarui: 18 Januari 2025   00:06 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Kecerdasan Emosional yang Dikembangkan oleh Daniel Goleman

Kecerdasan emosional (EI) adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, mengelola, dan menggunakan emosi dengan cara yang positif untuk berkomunikasi dengan efektif, berempati dengan orang lain, mengatasi kesulitan, dan menyelesaikan konflik. Teori kecerdasan emosional pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer pada tahun 1990, tetapi Daniel Goleman, seorang psikolog dan penulis asal Amerika Serikat, menulis buku yang terkenal berjudul Emotional Intelligence (1995) dan menekankan bahwa kecerdasan emosional lebih penting daripada kecerdasan intelektual (IQ) untuk kesuksesan seseorang dalam hidup.

Teori kecerdasan emosional Daniel Goleman terdiri dari lima elemen utama, yang dibagi menjadi dua kelompok: kemampuan sosial dan kemampuan pribadi.

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness): Komponen pertama dari kecerdasan emosional adalah kesadaran diri, yang mencakup kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan memahami emosi mereka. Kesadaran diri yang tinggi berkaitan dengan pemahaman diri, yang mencakup pemahaman kekuatan dan kelemahan pribadi. Mereka juga dapat dengan akurat mengidentifikasi emosi mereka, baik itu senang, marah, takut, atau cemas. Kesadaran diri memungkinkan seseorang untuk bertindak lebih bijaksana terhadap keadaan dan memilih tindakan yang lebih sesuai dengan keadaan emosionalnya.

Selain itu, kesadaran diri terkait dengan tingkat kepercayaan diri. Orang-orang yang sadar diri biasanya memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi karena mereka memiliki pemahaman yang kuat tentang kemampuan mereka sendiri, yang memungkinkan mereka untuk tetap tenang dan rasional dalam situasi yang penuh tekanan.

2. Pengelolaan Diri (Self-Regulation) Kemampuan untuk mengendalikan keinginan dan emosi Anda sehingga Anda tidak bertindak secara reaktif atau gegabah dikenal sebagai pengelolaan diri. Seseorang yang memiliki pengelolaan diri yang baik dapat tetap tenang saat berada dalam situasi tekanan, sehingga mereka dapat menghindari ledakan emosi yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dalam situasi seperti ini, pengelolaan diri berarti mengatasi perasaan negatif, seperti kemarahan, dengan cara yang konstruktif.

Kemandirian dan kemampuan untuk menunda kepuasan (delay of gratification) adalah komponen lain dari pengelolaan diri. Misalnya, seseorang yang dapat mengendalikan emosinya dengan baik akan lebih cenderung berpikir jangka panjang dan tidak terburu-buru mengambil keputusan hanya karena emosinya.

3. Motivasi (Motivation) Motivasi dalam kecerdasan emosional adalah dorongan batin untuk bertindak dengan berani dan mencapai tujuan. Goleman menekankan bahwa individu yang sangat termotivasi cenderung memiliki optimisme yang kuat, tidak mudah menyerah, dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri mereka sendiri.

Motivasi ekstrinsik berasal dari sumber luar, seperti hadiah atau pengakuan, tidak sama dengan motivasi intrinsik ini. Orang yang memiliki motivasi yang kuat akan terus berusaha meskipun tidak ada insentif dari luar. Ini terkait dengan konsep ketahanan mental dan ketekunan.

4. Empati (Empathy): Kemampuan untuk menyadari dan memahami perasaan orang lain dikenal sebagai empati. Orang-orang yang mampu berempati dapat menempatkan diri mereka di tempat orang lain, memahami pendapat orang lain, dan merespons dengan penuh perhatian. Empati tidak hanya mengetahui perasaan orang lain, tetapi juga memperhatikan tanda-tanda emosional dan nonverbal mereka.

Sangat penting dalam interaksi sosial, baik dalam hubungan pribadi maupun profesional. Misalnya, empati dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dalam tim, menyelesaikan konflik, dan berkomunikasi dengan baik. Pemimpin yang empatik juga sangat penting dalam kepemimpinan karena mereka dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan anggota tim mereka dan memberikan dukungan yang lebih sesuai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun