Mohon tunggu...
Nurul Annisa
Nurul Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Baterai Asia Tenggara: Ambisi Laos Melalui Bendungan Pak Lay yang Berpotensi Merusak Lingkungan dan Konflik dengan Masyarakat Sekitarnya

27 April 2023   20:37 Diperbarui: 27 April 2023   23:06 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai Mekong, yang melintasi Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam, menghadapi berbagai permasalahan lingkungan akibat pembangunan bendungan, penangkapan ikan yang berlebihan, dan penebangan hutan. Laos telah merencanakan untuk membangun sembilan bendungan besar di aliran utama Sungai Mekong, dengan tujuan untuk mengubah dirinya menjadi "Baterai Asia Tenggara" dengan memanfaatkan sungai-sungainya untuk pembangkit listrik tenaga air dan mengekspor listrik ke negara-negara tetangga.

Salah satunya yaitu proyek Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pak Lay, sebuah bendungan 770 megawatt di Provinsi Xayaburi di utara Laos, adalah salah satu dari sembilan bendungan ini. Proyek ini didukung oleh investor Cina, sebuah perusahaan China, Sinohydro Corp. memegang 60% saham dan Gulf Energy Development dari Thailand yang memegang 40% sisanya.

Pada tanggal 1 April 2021, seorang pejabat di Departemen Energi dan Pertambangan provinsi Xayaburi, Sinohydro Corp. dari Tiongkok telah mulai mempersiapkan pembangunan Bendungan Pak Lay senilai 2 miliar dolar AS. Pembangkit listrik ini didasarkan pada teknologi pembangkit listrik tenaga air yang mengalir di sungai, yang seharusnya tidak berdampak pada volume air di sungai.

Seluruh listrik yang dihasilkan oleh proyek ini akan dijual kepada EGAT (Electricity Generating Authority of Thailand) selama 29 tahun masa kontraknya. Bendungan ini diharapkan akan mulai menghasilkan listrik pada tahun 2029.

Namun, terdapat kekhawatiran tentang potensi dampak lingkungan dan sosial dari proyek ini, termasuk pemindahan penduduk dan gangguan terhadap mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Proyek ini diperkirakan akan memaksa penggusuran banyak penduduk dan terdapat kekhawatiran mengenai kompensasi atas tanah yang hilang.

Data yang diperoleh dari Radio Free Asia, proyek bendungan ini akan berdampak pada 26 desa di tiga provinsi. Dengan total sebanyak 923 keluarga  masyarakat yang tinggal di sekitarnya, serta sekitar 4.700 orang yang harus direlokasi.

Komisi Sungai Mekong (Mekong River Commission/MRC) dan masyarakat setempat telah Kritik terhadap proyek pembangkit listrik tenaga air Pak Lay di Laos menunjukkan dampak lingkungan dan sosial yang terkait dengan bendungan utama berskala besar, dan keluhan utama adalah bahwa bendungan tersebut akan menggusur penduduk dan merusak mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Mekong, terutama di timur laut Thailand.

Pembangunan bendungan di Laos pada dasarnya mengubah fungsi ekologis daerah aliran sungai dengan mengubah aliran air dan sedimen musiman, menghalangi rute migrasi ikan, dan berdampak pada perikanan alami Sungai Mekong yang melimpah. Pembangunan bendungan PLTA Pak Lay akan menciptakan dampak yang sangat besar terhadap mata pencaharian masyarakat lokal yang tinggal di sepanjang Sungai Mekong. Terdapat 66 juta orang yang bergantung pada sungai tersebut sebagai sumber pangan dan mata pencaharian.

Dilansir dari RFA.org yang telah mewawancarai salah satu penduduk dari Desa Phaliap, di Distrik Pak Lay menyatakan bahwa, pihak pemerintah Laos maupun perwakilan perusahaan belum pernah berbicara secara resmi dengan penduduk desa setempat. Para penduduk yang menentang pembangunan, mereka tidak ingin direlokasi dan tidak ada yang ingin kehilangan lahan pertanian, sawah, dan perkebunan singkong. Mereka prihatin atas situasi ini yang belum terselesaikan.

Para penduduk korban dari pembangunan bendungan PLTA khawatir dengan relokasi, pemukiman penduduk kembali dan kompensasi. Walaupun saat ini para penduduk desa akan menerima 30 juta kip (U.S. $2,500) per hektar lahan. Uang ganti rugi tersebut menurut korban penggusuran adalah jumlah yang terlalu rendah. Mereka mengharapkan, uang yang dibayar sesuai dengan nilai tanah para penduduk atau sebanding dengan harga tanah pasar. Mereka juga menghawatirkan relokasi tempat tinggal mereka, pasalnya belum tahu mereka akan pindah kemana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun