Dewasa ini, sering kali ditemukan praktik-praktik bisnis kecil berbagai model. Salah satunya adalah bisnis jastip yang banyak dilakukan oleh masyarakat apalagi setelah terjadi wabah pandemi Covid-19 banyak masyarakat terlena dan nyaman didalam rumah sehingga malas untuk bepergian keluar. Bisnis ini ternyata banyak diminati dan digandrungi dari berbagai kalangan, dari remaja hingga dewasa, karena selain membutuhkan modal yang sedikit, bisnis jastip juga mudah untuk dijalankan karena waktunya yang efisien dan fleksibel.
Jastip sendiri adalah kependekan dari jasa titip yang dalam islam disebut dengan wakalah bi al-ujrah. Wakalah bil ujrah adalah akad mewakilkan urusan kepada orang lain dengan memberikan upah kepadanya.
Jasa Titip atau Jastip (Jasa Pembelian Titip) adalah praktik jual beli yang semakin populer di era digital dan globalisasi seperti sekarang ini. Praktik jual beli ini memungkinkan seseorang untuk membeli produk atau barang dari suatu tempat yang jauh dan sulit dijangkau, dengan bantuan jasa titip dari seseorang atau pihak lain yang berada di tempat tersebut. Dalam praktik jual beli jastip, pembeli dan penjual akan berkomunikasi melalui media sosial atau platform e-commerce dan pembelian akan dilakukan oleh jastiper atau pihak yang ditunjuk sebagai penjual atas nama pembeli.
Jual beli jastip tidak hanya memudahkan pembeli dalam membeli produk yang sulit ditemukan di daerah atau kota asal, tetapi juga memberikan peluang bisnis bagi pihak yang berperan sebagai jastiper.  Awalnya jastip banyak digunakan oleh masyarakat untuk membeli barang dari luar negeri namun seiring dengan perkembangan zaman, jastip juga sering dimanfaatkan untuk membeli barang-barang di dalam negeri. Umumnya, barang yang paling laris diburu oleh orang-orang  adalah skincare, kosmetik, tas, aksesoris, pakaian, alat rumah tangga, hingga mainan anak-anak, dan lain-lain
Namun, apakah bisa jasa titip disebut halal dalam pandangan Islam? Bagaimana islam mengatur tentang hukum jasa titip?
Secara umum, dalam hukum Islam, jual beli jastip diperbolehkan selama dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah yang benar. Prinsip-prinsip ini meliputi adanya kesepakatan antara pembeli dan penjual mengenai harga yakni harga yang disepakati juga harus jelas dan tidak ada unsur penipuan atau gharar (ketidakpastian), kualitas barang, serta waktu dan tempat transaksi. Selain itu, dalam jual beli jastip juga harus dipastikan bahwa barang yang dipesan oleh pembeli sesuai dengan apa yang diharapkan atau kondisi yang sesungguhnya, dan penjual juga harus memenuhi kewajiban untuk mengirimkan barang yang telah dibeli oleh pembeli.
Dikutip dari artikel jurnal UMY menurut Fatwa DSN MUI Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah menyebutkan sebagai berikut:
1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2) Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia DSN MUI diatas, wakalah atau yang sering disebut jastip ini diperbolehkan/diperkenankan dan halal dalam islam asalkan tidak bertentangan dengan syariat. Contohnya, jika transaksi tersebut melibatkan barang yang haram, seperti alkohol atau daging babi. Selain itu, jika jastip dilakukan dengan cara yang mengandung unsur penipuan atau manipulasi, maka praktek jastip tersebut dianggap haram dalam hukum Islam. Semua harus berlandaskan prinsip-prinsip islam yang menekankan pada keadilan, kejujuran, dan transparansi dalam berbisnis.
Menurut Ustadz Ammi Nur Baits ST BA terdapat dua skema terkait jasa titip yang bisa digunakan yang insya Allah dua-duanya syari atau sesuai ketentuan agama Islam. Pertama yaitu dengan skema wakalah atau jadi wakil dan skema kedua adalah murabahah.
- Menjadi wakil adalah ketika sebelum membelikan barang, jastipers meminta uangnya terlebih dahulu untuk dilakukan pembayaran. Setelah ditransfer jastipers bisa membeli barangnya. Namun harus diceritakan sesuai dengan nilai riil yang berlaku. Jika harganya 100ribu maka ceritakan bahwa harganya 100ribu. Dengan ongkos kirim sekian dan jasa titipnya sekian. Sehingga jatuhnya ia adalah fee dari membelikan barang. (oleh Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.)
- Skema al-Murabahah lil Wa'id bi Asy-Syira', memesan kemudian akad. Ketika memesan, akad ini sama sekali tidak mengikat. Disini pelayan jastip boleh menaikkan harga tanpa sepengetahuan yang pembeli. Ketika jastipers belum mendapatkan barangnya, maka tidak boleh menerima transaksi atau melakukan akad sebab belum memiliki barang. Karena syarat dari seseorang boleh melakukan akad adalah jika telah memiliki barang. Maka, jika ia baru dititipkan sifatnya hanya rencana akad dan bukan akad. Orang yang melakukan akad tidaklah mengikat. Setelah yang dititipi mendapatkan barang maka baru dilakukan akad. Jika ternyata penitip tidak jadi membeli maka jastipers tidak boleh sakit hati. Sebab masih belum terjadi akad. Boleh melangsungkan akad ketika sudah membeli barang.