Menurunya Minat Generasi Anak Muda Dalam Menggunakan Bahasa Khususnya Bahasa Indonesia ( Bahasa Negara Sendiri )
Kita tahu bahwa Minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan di dalam dan tampak di luar sebagai gerak – gerik. Dalam menjalankan fungsinya minat berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Manusia memberi corak dan menentukan sesudah memilih dan mengambil keputusan. Perubahan minat memilih dan mengambil keputusan disebut keputusan kata hati. Minat berbahasa berarti bagaimana keinginan yang timbul dari dalam hati kita dalam menguasai bahasa dalam artian apa saja bahasa yang disukai dan bagaimana kita untuk menguasainya. Bahasa sebagai alat vital dalam penyampaian pesan, maksud, dan tujuan menjadi wadah paling mudah untuk menyebarluaskan segala unsur-unsur populer dalam lingkungan masyarakat. Dalam pengertian ilmiah, bahasa dimaknai sebagai sebuah sistem lambang bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manunisiawi. Secara tradisional, bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi, dalam arti sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan perasaan. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa unsur yang saling mendukung. Fungsi tersebut mencakup lima fungsi dasar yang disebut expretion, information, exploration, persuation, dan entertaiment.
Dalam komunikasi, peranan bahasa sungguh sangat penting. Segala informasi yang disampaikan memerlukan bahasa. Bahasa Indonesia sebagai media komunikasi utama di Indonesia semakin menunjukkan kedewasaan dan kematangannya. Makna yang disampaikan dalam sebuah bahasa tidak hanya terkait dengan pilihan kata, tetapi juga cara penyampaiannya. Kridalaksana mengemukakan, bahwa ragam bahasa adalah “variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan.” Remaja masa kini lebih sering dan senang menggunakan bahasa gaul dari pada bahasa resmi. Menurut mereka bahasa gaul lebih nyaman, dan cocok digunakan dalam kehidupan sehari-hari, remaja masa kini menganggap penggunaan bahasa resmi terlalu kaku dan monoton, serta tidak menampakkan kebaruan yang mencolok.
Bahasa berperan meliputi segala aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah untuk memperlancar proses sosial manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Nababan bahwa bahasa adalah bagian dari kebudayaan, dan bahasalah yang memungkinkan pengembangan kebudayaan sebagaimana yang kita kenal sekarang ini. Bahasa tidak hanya berperan sebagai alat integrasi sosial, tetapi juga sebagai alat adaptasi sosial di mana Indonesia memiliki bahasa yang majemuk. Kemajemukan ini membutuhkan satu alat sebagai pemersatu keberseragaman tersebut yaitu bahasa Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam lingkup media secara luas, mulai menampakkan adanya pergeseran ke arah arus modernitas yang ditandai dengan maraknya penggunaan bahasa remaja, atau sering pula diartikan sebagai bahasa gaul. Kehadiran bahasa gaul berjalan beriringan dengan konsep kebudayaan populer di Indonesia. Fenomena bahasa gaul diserap dengan begitu sempurna oleh remaja secara meluas tanpa melalui filter yang berarti. Dunia modern dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, dengan serta merta membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak bisa melepaskan diri dari kebudayaan modern atau populer. Masyarakat Indonesia secara luas dan remaja pada khususnya menyerap dengan begitu saja segala bentuk-bentuk modernisasi kehidupan. Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern utamanya kaum remaja, maka perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, tuisan ini akan mencoba membongkar persoalan kedudukan bahasa gaul dalam kebudayaan populer. Hal ini berdasar dari pemikiran akan adanya kecenderungan gaya hidup populer yang juga mempengaruhi pola-pola serta praktek-praktek kebahasaan di Indonesia, utamanya dalam dunia remaja masa kini. Generasi muda kurang siap menyikapi masuknya budaya dan bahasa asing. Akibatnya, minat dan tren kecintaan terhadap bahasa nasional kian menurun, bahkan memprihatinkan di kalangan muda."Penurunan tersebut disebabkan beberapa hal, di antaranya kurangnya Minat penggalian dan pemanfaatan nilai-nilai bahasa dan sastra. Ditambah lagi masuknya budaya dan bahasa asing," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Agus Dharma, dalam sambutannya di acara Jambore Nasional Bahasa dan Sastra 2011 di Jakarta, Selasa (29/11).Hal ini disayangkan mengingat di satu sisi bangsa Indonesia terus berkembang. Untuk itu, butuh perekat persatuan dan kesatuan, salah satunya dengan terus menggunakan dan melestarikan Bahasa Indonesia. Karena itu, peran Bahasa Indonesia harus terus dikembangkan sebagai media pembangun karakter bangsa, khususnya dalam pergaulan lintas bangsa di dunia yang semakin mengglobal."Dalam konteks itulah, peran pemuda dan bahasa ini sangat penting. Sebab, generasi muda sebagai pemimpin masa depan harus dibekali kecintaan dan kemahiran berbahasa nasional."Hal itu sangat penting karena dunia terus bergerak. Banyak istilah-istilah asing baru yang harus dicarikan padanannya. Kalau tidak mau ketinggalan, kita harus terus membenahi bahasa kita,"Banyak siswa yang tidak bisa berbahasa daerah. Mereka lebih senang berbahasa Indonesia. "Berbahasa nasional itu bagus. Tapi bahasa daerah sebaiknya jangan dilupakan sebab jumlah penutur yang semakin sedikit merupakan ancaman bagi kelangsungan bahasa itu sendiri,"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H