Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh laki – laki atau Perempuan yang masih dibawah umur. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Artinya, pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan ketika umur laki – laki atau Perempuan dibawah 19 tahun. Pernikahan dini masih marak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Menurut DP3AP2KB, Pada tahun 2021 angka perkawinan anak menurun dari 10,35 persen menjadi 9,23 persen. Kemudian menjadi 8,06 persen di tahun 2022, dan menjadi 6,92 persen pada tahun 2023.
Ada banyak faktor yang menyebabkan maraknya pernikahan dini di Indonesia. faktor yang pertama adalah faktor ekonomi, kondisi keluarga yang memiliki ekonomi kurang baik cenderung mendorong anaknya terutama anak perempuan untuk menikah di usia dini. Pernikahan dini bagi sang anak dianggap sebagai langkah untuk mengurangi beban keluarga dan mampu meningkatkan status ekonomi keluarga. Faktor selanjutnya adalah faktor sosial budaya, pernikahan dini di beberapa wilayah masih dianggap sebagai norma atau tradisi yang harus diikuti. Faktor selanjutnya adalah rendahnya tingkat pendidikan yang ada di Indonesia. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia dapat menjadi faktor pendukung pernikahan dini karena hal tersebut memicu kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan yang tinggi. Keluarga juga menjadi faktor krusial penyebab pernikahan dini.. Dorongan dari keluarga yang kerap menjadi dasar remaja untuk melakukan pernikahan dini. Selain itu, faktor yang seringkali menjadi penyebab pernikahan dini adalah hamil diluar nikah. Data menunjukkan bahwa 80% dari permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke pengadilan disebabkan oleh kehamilan di luar nikah.
Alasan lain yang dikemukakan untuk membenarkan pernikahan dini adalah untuk menghindari Zina. Banyak orang beranggapan dengan melakukan pernikahan dini dapat menyelamatkan anak dari perbuatan Zina. Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah zina hanya dapat dicegah dengan pernikahan dini saja? Faktanya, masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghindari zina selain pernikahan dini. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari Zina adalah dengan menyibukkan diri dengan hal – hal yang positif. Menghindari zina masih bisa dilakukan dengan mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki, memperbanyak relasi dan hal – hal positif lainnya. Melakukan pernikahan dini dan mengorbankan masa remaja anak untuk menghindari Zina bukanlah alasan yang tepat karena sejatinya menikah bukan hanya tentang zina dan syahwat semata. Banyak hal yang perlu disiapkan untuk dapat membina rumah tangga yang baik.
Menikah bukan hanya tentang ijab dan qabul saja, bukan sebatas pemberkatan saja tetapi menikah juga merupakan proses penyatuan dua kepala dengan pemikiran yang beragam. Banyak hal yang perlu disiapkan untuk bisa menikah dan membangun rumah tangga yang baik. Salah satu hal yang perlu disiapkan adalah mental. Kesiapan mental merupakan pondasi penting dalam membangun rumah tangga. Kebanyakan remaja masih bersifat labil dan belum siap secara mental. Mereka belum siap untuk menghadapi konflik – konflik yang mungkin akan terjadi dalam rumah tangganya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, lima penyebab utama perceraian di Indonesia adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus, masalah ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, kekerasan dalam rumah tangga, dan mabuk. Dari data BPS tersebut dapat kita lihat bahwa perselisihan dan pertengkaran merupakan penyebab perceraian tertinggi. Seperti yang kita tahu, perselisihan dan pertengkaran dapat diminimalisir jika pasangan tersebut sudah mampu dan kuat secara mental. Percekcokan sering terjadi ketika pasangan masih bersikap labil dan belum kuat secara mental. Selain harus memikirkan kesiapan mental, hal yang tak kalah penting adalah terkait dengan finansial atau perekonomian. Kebanyakan remaja belum siap secara finansial, mereka belum memiliki pekerjaan yang tetap, belum mampu menghidupi keluarganya dengan baik, bahkan untuk menghidupi dirinya sendiri mereka masih memintanya kepada kedua orang tuanya.
Pernikahan dini tentunya banyak mendatangkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari pernikahan dini adalah kehamilan diusia muda. Mengapa kehamilan diusia muda menjadi berbahaya? Kehamilan di usia muda dapat menjadi masalah karena remaja yang hamil belum siap secara fisik dan mental untuk menjadi orang tua. Tubuh mereka masih dalam proses perkembangan dan belum siap untuk hamil dan melahirkan, jika dipaksakan dapat menimbulkan komplikasi kesehatan yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan sang anak. Selain itu, hamil diusia muda dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya baby blues yang tentunya dapat memberikan dampak negatif terutama bagi si anak. Menurut (Khairunnisa & Abdullah, 2022) Usia persalinan dibawah 20 tahun menjadi faktor pendukung terjadinya baby blues syndrome. Dampak negatif selanjutnya adalah dari pernikahan dini yang berujung pada kehamilan diusia muda adalah dapat melahirkan anak dalam kondisi stunting. Kehamilan diusia muda dapat menyebabkan kekurangan oksigen dan nutrisi pada calon bayi karena sang ibu masih membutuhkan nutrisi yang baik pula. Ditambah dengan kondisi fisik yang masih rendah semakin meningkatkan resiko untuk sang ibu melahirkan bayi yang stunting. Selain kehamilan diusia muda, dampak negatif pernikahan dini yang selanjutnya adalah dapat meningkatkan resiko kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesiapan mental mereka untuk berumah tangga yang pada akhirnya meluapkan emosinya untuk menyakiti satu sama lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI