SRA dengan Sekolah Inklusi
KorelasiOleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag (Guru SKI di MTsN 2 Garut)
Salah satu tujuan dikembangkannya kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah mampu mewujudkan, menjamin dan melindungi hak-hak anak, serta menjamin lembaga pendidikan harus mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak. untuk bertanggung jawab atas kehidupan toleransi, rasa hormat dan penerimaan perbedaan. Sekolah Ramah Anak (SRA) harus inklusif karena Sekolah Ramah Anak (SRA) adalah sekolah di mana semua peserta didik berhak belajar untuk mengembangkan potensinya secara maksimal dalam lingkungan yang terbuka dan inklusif, nyaman.
Sekolah menjadi user friendly jika partisipasi semua pihak dalam pembelajaran dibangkitkan secara alami dan baik. Inklusi adalah proses membesarkan anak dengan cara yang menguntungkan semua anak karena melibatkan partisipasi eksplisit semua anak di dalam kelas. Di sisi lain, integrasi adalah proses di mana anak berkebutuhan khusus diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan arus utama.
Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang hak bagi semua anak, dengan sistem pelayanan pendidikan yang mewajibkan anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah lingkungan pada kelas reguler bersama teman sebayanya. Sekolah inklusif mengajarkan anak tentang perbedaan sedini mungkin.
Manfaat pendidikan inklusif adalah anak-anak akan memahami bahwa setiap anak mempunyai hak yang sama atas pendidikan, baik bagi peserta didik berkebutuhan khusus maupun bagi peserta didik umum. Anak berkebutuhan khusus dan anak normal dapat saling berinteraksi secara adil, sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari di masyarakat, kebutuhan pendidikan anak dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya.potensi setiap anak.
Hak dan kewajiban yang sama dengan peserta didik lain di kelas. Fasilitas yang berbeda untuk belajar dan berkembang, terlepas dari keterbatasan mereka. Motivasi untuk lebih percaya diri. Kesempatan untuk belajar dan berteman dengan teman sebaya.
Di sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama anak lain yang tidak memiliki keterbatasan yang sama. Di kelas-kelas tersebut, peserta didik dapat dilatih dan dididik untuk mampu menghargai, menghormati, dan menerima dirinya dengan empati.
Adanya pendidikan inklusif dapat menjadi alternatif bagi para orang tua untuk menyekolahkan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus. Namun, tidak semua sekolah reguler dapat menerima peserta didik ABK karena pendidikan inklusif hanya diselenggarakan oleh sekolah yang ditunjuk secara langsung oleh pemerintah.
Hingga kini, sekolah inklusi masih terbatas jumlahnya dan tidak tersedia secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini mungkin menjadi tantangan bagi para orang tua dan anak berkebutuhan khusus untuk mengakses pendidikan yang memadai.
Selain itu, masih banyak sekolah inklusi yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusi karena banyak kendala dan tantangan, seperti:
- Kurangnya guru atau staf khusus
- Semua baik guru maupun staf sekolah belum memahami caranya mengajar dan membimbing anak berkebutuhan khusus
- Orang tua atau peserta didik normal dapat menolak untuk belajar dengan anak berkebutuhan khusus
- Fasilitas yang tidak memadai, misalnya peraturan buku terbatas atau kebutuhan belajar lainnya menggunakan braille untuk peserta didik tunanetra
- Risiko bullying atau intimidasi dari peserta didik reguler kepada peserta didik berkebutuhan khusus