Mohon tunggu...
Nurul Jubaedah
Nurul Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Teacher, writer, traveler, vloger

“Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak". Ali bin Abi Thalib

Selanjutnya

Tutup

Worklife

(2) Menggapai Mimpi Mengukir Prestasi

5 April 2022   02:04 Diperbarui: 1 Mei 2022   03:24 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Resolusi 2022

Menggapai Mimpi Mengukir Prestasi

 

Tantangan

Saya mengalami dua peristiwa besar pada tahun 2021 yang pertama yaitu meraih prestasi dan yang ke dua mengorbankan prestasi. Prestasi apa yang telah saya raih? Yang pertama adalah telah berhasil menmbimbing Riset (Karya Ilmiah Remaja) ke tingkat provinsi dan Nasional meskipun belum sampai ke level MYRES tetapi setidaknya anak didik saya telah berjuang, bekerja keras, dan berusaha mencoba untuk mengikuti kompetisi. Dalam mengikuti perlombaan MYRES saya sempat membimbing 11 judul karya ilmiah pada tahun 2020 dan 13 judul pada tahun 2021 juga sempat mendaftarkan 4 judul  ke LIPI pada tahun 2020 meskipun baru bisa menjadi peserta saja.

Pada lomba karya ilmiah Nasional tahun 2021 saya membimbing 3 judul karya dan Alhamdulillah ketiga judul tersebut lolos sebagai finalis10 besar, dari 3 judul tersebut lolos satu judul menjadi juara harapan 1. Pada lomba karya ilmiah tingkat  Jawa Barat, saya membimbing 8 judul karya ilmiah dari ke 8 judul karya yang dikirimkan berhasil 4 judul karya yang lolos, dari 4 judul tersebut, lolos menjadi juara 2 dan 3 kategori ekonomi, juara 3 kategori geografi, dan satu judul juara harapan 1 kategori sejarah. Prestasi lainnya yaitu lolos tahap 1 pada lomba anugerah guru berprestasi yang diadakan oleh GTK Madrasah.

Pada waktu yang sama saya harus melepaskan dunia saya, idealisme saya, mimpi saya dikarenakan ada perbedaan pendapat dengan pihak sekolah tempat saya mengajar. Perbedaan pendapat yang terjadi adalah ketika saya keberatan jika mengajar karya ilmiah remaja tidak menggunakan HP sedangkan pihak sekolah menginginkan peserta didik jika membutuhkan KBM yang melibatkan internet sebaiknya memakai sarana komputer di laboratorium.

Setelah sekolah memutuskan aturan tersebut maka saat itu juga saya langsung mengundurkan diri karena saya keberatan jika ada yang menghambat proses pembelajaran yang sedang saya garap. Saya merasa sayalah yang mendirikan Madrasah Riset, saya yang mengajukan proposal, saya yang merintis dari bawah sampai peserta didik meraih apa yang mereka cita-citakan namun, saat saya membutuhkan sarana yang praktis, efektif, dan efisien mengapa saya tidak diberikan kebebasan untuk berekspresi, bereksplorasi, dan berekspektasi? Mengapa aturan yang ada cukup otoriter tidak bisa diajak kompromi? Ada apa dengan situasi saat itu? Begitu banyak pertanyaan yang timbul di benak saya.

Inilah yang saya sebut dengan mengorbankan prestasi karena saya telah meninggalkan anak-anak didik saya yang begitu antusias dalam meningkatkan kompetensi mereka di bidang Riset. Setelah peristiwa ini terjadi secara psikologis saya mengalami kekacauan emosional. Selama dua bulan lamanya saya menyendiri dan enggan untuk berkomunikasi dengan rekan kerja. Saya menganggap peristiwa ini sebagai peristiwa besar dikarenakan saya merasa ada perjuangan dan kerja keras yang cukup dasyat dibalik semua prestasi yang telah dicetak anak didik saya. Saya bukan hanya sebagai pembimbing melainkan sebagai supir mereka dimana saat penelitian ke lapangan saya sebagai supir perdana harus melewati daerah curam dan terjal yang beresiko pada ban mobil saya.

Melalui Riset, saya telah banyak menghabiskan waktu dari pagi sampai sore untuk membimbing mereka secara daring, mulai dari awal saat mereka tidak mengenal karya ilmiah, saat mereka merasa rumit dalam memecahkan masalah, ketika mereka kesulitan maka saya berusaha melayani 24 jam sampai mud menulis mereka tumbuh kembali. Penelitian yang telah saya bimbing saat itu sudah masuk ke 11 lokasi dimana tempat yang kami kunjungi tidak semuanya mulus karena daerah yang harus kami tempuh ada yang di perbukitan, perkampungan yang cukup sulit dijangkau, juga harus keluar wilayah Garut. Bisa dibayangkan seorang guru perempuan mengurus semua ini dengan dua tangan sendirian? Meskipun pada tahun 2021 ada satu guru yang dengan sendirinya menawarkan diri untuk membantu kami.

Saya membimbing 4 kelas Karya ilmiah Remaja dimana sebelumnya hanya mata pelajaran ekstrakulikuler pada tahun 2019. Setelah melalui satu tahap kompetisi maka awal tahun 2021 prestasi perdana dimulai. Pertama kali terjun ke dunia penelitian saat itu juga dari 3 judul penelitian yang didaftarkan ternyata lolos dua judul karya di tingkat Nasional dan meraih juara 6 Nasional. Waktu berlalu dan prestasi terus kami cetak seperti yang telah dijelaskan pada paragrap pertama. Namun yang terjadi tidak berpihak pada apa yang telah saya perjuangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun