Mohon tunggu...
Nurul Qomariah
Nurul Qomariah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jas Putih

14 Februari 2019   23:48 Diperbarui: 14 Februari 2019   23:59 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ruang kerja yang baru, maka aku harus punya jiwa dan semangat yang baru juga, rupanya aku benar-benar pintar memilih tempat ini, pas sekali, menghadap ke arah terbenamnya matahari dengan pemandangan yang begitu indah, aku harap aku betah di sini, taman itu rupanya masih saja sama seperti dahulu, aku jadi teringat saat 8 tahun yang lalu...

Lelah sekali hari ini, begitu banyak tugas seakan tak habis-habisnya. Hari ini ibu masak apa ya, perutku sudah dangdutan sedari tadi. Wahh..baunya ini..pete favoritku..!! kayaknya bakalan 3 piring nih. "Kamu sudah pulang Fa?"tanya ibu, "Iya Bu, Syifa baru pulang,Ibu nih tau aja kalo Syifa lagi banyak tugas"jawabku, "Sudah ganti baju dulu sana baru makan" "Iya Bu"."Syifa, Ibu mau bicara sama kamu" "Ada apa Bu?"tanya ku sambil melahap makanan favoritku, "Syifa, Ibu tidak setuju dengan cita-cita mu!"kata ibu dengan tegas, sontak perkataan ibu membuat aku kaget bukan kepalang, "Kenapa Bu??!!" "Pokoknya Ibu tidak setuju"jawab ibu, "Ibu jahat..!!!"teriak ku, kemudian aku berlari ke kamarku sambil menangis. Aku tak mengerti pikiran ibu, padahal sebelumnya dia tak pernah mengatakan apapun terhadap cita-citaku. Aku terus menangis hingga aku tertidur. Besok paginya aku berangkat sekolah tanpa berpamitan dengan ibu hingga sepulang sekolah pun aku tidak bicara pada ibu, aku langsung masuk ke kamar mengurung diri. Beberapa saat kemudian ibu mengetuk pintu, ahh sialnya aku lupa bahwa kunci pintuku sedang rusak, lalu ibu masuk ke kamar ku dan duduk disamping tempat tidurku yang kayunya hampir lapuk, "Syifa, Nak dengarkan Ibu sebentar, Ibu bukannya tidak setuju tanpa alasan, kamu harus mengerti,Nak"kata ibu, aku hanya diam seribu bahasa, "Punya alasan katanya,aku sungguh tak mengerti cara pikir Ibu, disaat orang tua yang lain mendukung anaknya, Ibu justru melarangku, ini bukan lagi zaman dahulu, lalu untuk apa Kartini memperjuangkan emansipasi wanita kalau di era seperti ini masih saja ada Kartini yang lain"kesal ku dalam hati. Beberapa menit kemudian ibu membawakan ku makanan dan meletakkannya diatas meja belajar ku, "Makanlah Syifa,nanti kamu tak ada tenaga". Lalu ibu pun keluar dari kamarku, di saat yang bersamaan terdengarlah suara pria "Assalamualaikum,aku pulang Bu, Syifa mana?", benar aku kenal dengan suara itu, itu adalah saudara laki-laki ku. "Syifa di kamar, sudah jangan ganggu dia"jawab ibu, "Ada apa Bu?"tanya saudara laki-laki ku, "Dia sedang merenungkan masa depannya" "Pasti cita-citanya yang konyol itukan, hahh..anak itu benar-benar, dia kira dia siapa, tak tahu diri" "Sudahlah biarkan saja dia, besok baru kita bicarakan kembali, sekarang kamu mandi,makan dan segera istirahat, kamu pasti lelah seharian bekerja" "Ibu terlalu memanjakan dia, makanya dia jadi seperti ini, ngelunjak" "Sudahlah Reno, sebaiknya kamu segera ambil wudhu untuk memadamkan amarahmu itu"kata ibu. Aku memang selalu bercekcok dengan saudara laki-laki ku, dia selalu tidak suka dengan semua hal yang ku lakukan, aku sangat berharap dia pergi dari hidupku, aku benci dia.

Waktu pun kian berlalu, aku dan ibuku masih tetap membisu, hingga pada suatu hari aku pergi ke taman dekat sekolah, sudah lama sekali aku tidak mengunjungi tempat itu, tempat dimana aku bisa merasa lebih tenang dan melupakan semua masalah yang ada di hidupku untuk sementara waktu, tempat ini juga yang menghiburku ketika kejadian 5 tahun yang lalu itu terjadi. Aku sangat benci untuk mengingatnya, andai saja ada mesin yang bisa menghapus sebagian memori seseorang mungkin aku akan menjadi orang pertama yang membelinya.

Tahun 2012, tahun itu adalah Ujian Nasional ku yang pertama, pelajaran yang paling aku suka adalah IPA, iya aku suka semua tentang alam ini, dan juga cita-cita ku berdasar dari ini, sejak aku TK aku sudah bercita-cita akan mengenakan jas putih kebanggaanku di saat aku bekerja nanti. Ujian pun semakin dekat, nampaknya Tuhan memberiku ujian terlebih dahulu sebelum Ujian Nasional ku dimulai, bisa di bilang ini adalah Try Out kehidupan, saudara perempuan ku tewas dimutilasi oleh tunangannya sendiri padahal beberapa bulan kemudian mereka akan melangsungkan pernikahan, aku sungguh tak percaya akan hal ini, Kak Rani adalah orang yang paling aku sayangi setelah kedua orangtua ku, tapi mengapa Tuhan harus mengambilnya dengan cara yang seperti ini, tak berhenti di situ Try Out ku yang kedua pun menghampiri, ayahku harus masuk ke jeruji besi akibat kesalahan yang bukan ia perbuat, rekan kerja wanitanya menipunya, tak hanya menguras habis semua harta ayah, ia juga menuduh ayah melakukan hal yang paling keji kepadanya, ia bahkan memanipulasi foto-foto dirinya bersama ayah untuk dijadikan barang bukti, setelah ayah masuk ke penjara berbondong-bondong rentenir datang menghampiri rumah kami, semua harta kami yang tersisa harus kami jual untuk melunasi hutang-hutang ayah. Dan yang lebih menyakitkan adalah ayah harus mendekam di penjara selama 10 tahun atas dosa yang bukan ia perbuat, saat itu adalah pertama kalinya aku marah kepada Tuhan, padahal aku tak berhak bahkan tak pantas untuk berbuat demikian, tetapi mengapa Tuhan tega membiarkan hambanya yang taat ini harus bergumul dalam kehidupan yang seperti neraka. Semenjak itu aku mulai berubah menjadi menyerupai iblis, salat 5 waktu yang tak pernah ku lewatkan kini tak pernah ku kerjakan, aku salat hanya 2 kali setahun, saat salat Idul Fitri dan salat malam pertama tarawih. Ibuku selalu menasehati namun tak pernah ku hiraukan. Keluarga bahagia yang selalu aku banggakan harus sirna dalam sekejap, bagaikan nyala api yang di hembus angin, dalam sekejap menjadi gelap.

Kini 5 tahun telah berlalu, aku mulai menerima kenyataan ini dengan seiring waktu, namun rupanya Try Out ku masih berlanjut hingga season 3, kali ini cita-cita yang dari kecil aku idamkan, harus aku lupakan hanya karna omongan segelintir orang, yang benar saja, 12 tahun cita-cita yang aku impikan dengan begitu saja aku harus move on? Lalu apa artinya aku berjuang masuk SMA ini? Apa artinya aku berjuang masuk IPA? Mereka tak pernah tahu betapa sulitnya perjuangan yang aku hadapi, dengan mudahnya bahkan tanpa alasan mereka melarangku. Di mana pelangi yang Engkau janjikan Tuhan?

Hari pun mulai malam, dan aku memutuskan untuk pulang ke rumah, setibanya aku di rumah, aku sungguh terkejut bukan main, aku melihat ibu tergeletak pingsan di dapur, aku langsung berlari menghampiri ibu lalu berusaha mengangkat ibu, hal yang lebih mengejutkan lagi ketika tanganku mengangkat kepala ibu, darah segar pun mengalir di tanganku, aku langsung berusaha sekuat tenaga mengangkat ibu lalu berjalan secepat mungkin, karna tenaga ku semakin habis aku kemudian mencari gerobak yang tak lagi terpakai di dekat rumah, dengan bantuan gerobak dan sisa tenaga ku aku mendorong ibu sampai ke puskesmas terdekat, tanpa ku sadari air mataku mengalir tiada henti, rasa sayangku kepada ibu rupanya mengalahkan amarah yang ada dalam hatiku, setibanya aku di puskesmas ibu langsung dibawa ke ruang gawat darurat, aku berusaha untuk masuk, aku tak tega membiarkan ibu sendirian dalam kondisi seperti itu tapi perawat di puskesmas itu tidak mengijinkan ku. Setelah menunggu beberapa saat, terdengar suara adzan berkumandang, hatiku tiba-tiba terasa seperti teriris, aku teringat akan semua perilaku ku selama ini, aku sudah menjadi anak yang durhaka, aku sungguh menyesal telah menyalahkan Tuhan atas hidupku, aku langsung bergegas mengambil wudhu kemudian salat isya di masjid dekat puskesmas, ini pertama kalinya aku salat isya sejak 5 tahun terakhir. Aku benar-benar merasa bersalah, dengan hati yang sangat hancur aku memohon ampunan kepada sang Khalik, dan memohon agar Tuhan segera menyembuhkan ibuku, aku tak ingin kehilangan orang yang aku sayangi lagi, ibu adalah satu-satunya permata terindah yang aku miliki. Setelah salat hatiku benar-benar terasa lebih tenang, seperti ada sesuatu yang mengganjal selama ini lalu tiba-tiba saja hilang. Lalu aku bergegas kembali ke ruang ibu dirawat, rupanya ibu belum juga siuman, aku sangat takut sekali, aku tak berhenti menggenggam tangan ibu, tak sedetik pun aku melepaskannya, dalam hatiku aku berdoa,berdoa, dan berdoa, sampai pukul 9 malam aku berlari kembali ke rumah karna Kak Reno biasanya pulang jam segitu, sesampai di rumah tepat sekali Kak Reno baru akan membuka pintu, aku langsung berteriak dan menghampiri Kak Reno, "Ada apa Syifa? Kenapa kamu menangis? Darimana saja kamu?"tanya Kak Reno, "Ibu kak, i..ii..Ibu.."jawabku terbata, "Ibu kenapa?!! Syifa ibu kenapa,jawab??!" "Tadi pas syifa pulang syifa lihat ibu sudah tergeletak di dapur, kepala ibu berdarah, lalu" "Dimana ibu sekarang??"potong Kak Reno "Ibu di puskesmas kak"jawabku, lalu aku dan Kak Reno bergegas ke puskesmas tempat aku membawa ibu tadi. Setelah kami sampai, rupanya ibu telah sadar, aku langsung memeluk ibu sambil menangis, ibu hanya tersenyum dan berkata "Ibu tidak apa-apa sayang" "Ibu maafkan Syifa"pintaku, "Iya sayang, Ibu mengerti keadaan Syifa, sudah jangan menangis lagi"jawab ibu sambil memelukku. Untunglah kata dokter ibu tidak kenapa-kenapa dan bisa segera pulang. Sejak saat itu aku kembali rajin salat lagi dan sudah berbaikan dengan Kak Reno,bagaimana pun Kak Reno adalah satu-satunya saudaraku sekarang, dia adalah tulang punggung kami,tanpanya mungkin aku tak dapat bersekolah.

Ternyata alasan ibu dan Kak Reno melarangku jadi dokter bukan karna aku ini seorang wanita melainkan karena kondisi keuangan kami, apalagi kak reno adalah satu-satunya tulang punggung di keluarga kami, dan juga fakultas kedokteran hanya ada di kota-kota besar yang pastinya biaya hidupnya juga akan berbeda. rasanya aku seperti mulai hidup baru, hatiku terasa lebih plong terasa tak ada beban yang mengganjal lagi, hari-hariku terasa lebih ikhlas.

Tak terasa 6 bulan telah berlalu, sebentar lagi ujian akan dimulai, aku sudah tak terlalu mengharapkan lagi jas putih itu, selama 6 bulan aku berdoa mohon petunjuk kepada sang pencipta, dan sekarang sepertinya aku sudah dapat petunjuk tersebut.

"Permisi Bu, ini lemarinya mau di simpan dimana ya?, Bu, Ibu?"kata seorang pria paruh baya, "Ahh..maaf pak saya melamun, lemari itu di taruh di pojok sana ya" "Wah Ibu ini, jangan suka melamun bahaya loh"ucapnya, "Ah Bapak ini bisa saja" "hehe..permisi Bu" "Iya makasih Pak". iya ini adalah jawaban dari doa-doaku, namaku memang Assyifa yang diambil dari bahasa Arab yang berarti penyembuh, aku mungkin tak dapat menyembuhkan orang lain dengan jas putihku, tapi aku dapat menyembuhkan wajah orang lain dengan produkku, satu hal yang akan aku ingat selalu bahwa Tuhan memang tidak berjanji bahwa jalan akan selalu rata tetapi Tuhan menjanjikan pendaratan yang aman. Selalu bersyukurlah atas hidup kita,apapun itu, karna dengan bersyukur hidup kita akan terasa bahagia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun