Pernah karena ingin berbeda dari lurah sebelumnya ketika mengendalikan banjir. Kalau lurah sebelumnya secara nyata membangun saluran yang menghubungkan sumber mata air yang ada di ujung desa kemudian mengalirkannya ke sungai yang ada, dan membuat dam-dam yang bisa menampung limpasan sungai bengawan yang dipastikan akan meluap kalau hujan deras. Maka Pak Manis dengan penuh keyakinan yang mendasarinya dengan scientific menyuruh tiap orang membuat sumur resapan di tiap pinggir jalan.
"Penemuan luar biasa."
"Apanya yang luar biasa?"
"Apa matamu tidak melihat, kalau Pak Manis telah melakukan hal luar biasa yang belum pernah dilakukan orang-orang sebelumnya untuk mengatasi banjir."
"Maksudmu dengan melubangi jalan terus ditimbun lagi? Coba buka lebar-lebar akalmu yang telah tertutup kata manis lurahmu yang bakal lengser itu. Â kontur tanah desa yang masih labil terus kalau ada hujan apa malah tidak menjadi kubangan tanah yang sanagat luas. Belum lagi kalau ada hujan terus menggenangi jalan dan menutupi jalan hingga bahu jalan apa tidak mencelakai para pengguna jalan?"
"Kamu saja yang sewot tiap kali Pak Manis membangun."
"Bukannya sewot tetapi memang apa yang dilakukan si Manis selama jadi lurah tidak ada. Hanya mengahamburkan Bantuan desa dan kas desa."
"Itulah kalau hati sudah ingkar dengan kalam Tuhan."
"Nah persis, pendukung dan yang didukung selalu mengatasnamakan Tuhan, seolah-olah Tuhan hanya milikmu."
Dua orang itu masih bersitegang hingga malam menjelang, entah apa yang terjadi karena dari pertengkaran kecil rakyat jelata lebih membekas. Â Sayup sayup burung burung hantu memerdukan suaranya yang parau, seolah berkata kalau si Manis telah telah diajukan oleh salah satu partai di Kabupaten untuk maju menjadi calon Walikota.
Â