Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matahari pun Mendampingi Para Kesatria di Medan Perang

30 November 2020   19:05 Diperbarui: 30 November 2020   19:13 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : pixabay.com

Mendengar kata Kembang Jaya hati Puspa Andung Jaya berdesir kuat ada keinginan besar yang tiba-tiba datang memenuhi seluruh jiwanya. Belum juga keinginan itu tersampaikan Kembang jaya telah melanjutkan kata-katanya,"Kanjeng Adipati dan Paman Singopadu, orang-orang Parang Garuda telah mendekati tempat kita. 

Peperangan ini bukan lagi milik Kadipaten Carang Soka tetapi telah menjadi milikku. Karena Adipati Yudhapati telah membunuh saudaraku Sukmayana. Maka izinkan Kanjeng Adipati, Kembang Jaya yang memimpin pasukan ini."

Tidak menunggu persetujuan Adipati Andung Jaya, segera Kembang Jaya mengenakan pakaian perangnya dan kuluk kanigoro pun terpasang dan keris Rambut Pinutung terselip di pinggangnya. Prajurit majasemi maupun Carang Soka bergemuruh semangat mereka berlipat-lipat karena adanya Kembang Jaya yang menjadi panglima perang mereka. Dan soraksorai mereka jelas membuat pasukan Parang Garuda semakin mempercepat langkahnya seolah tidak sabar ingin menghabisi seluruh prajurit Carang Soka.

Tiba-tiba Kembang Jaya didekati oleh Adipati Puspa Andung Jaya,"Kembang Jaya apa maksudmu menempatkan Rayung Wulan dan Soponyono di tempat terbuka dan mudah dilihat oleh lawan?"

"Kanjeng Adipati akan tahu nanti sendiri, sebagai panglima perang saya yang bertanggung jawab atas seluruh keselamatan pasukan. Dan saya yang tahu strategi perang dan sudah dilaksanakan sebaik-baiknya oleh seluruh pasukan. Bahkan Paman Singopadu sudah tahu semua rencana saya," kata-kata Kembang Jaya cukup membuat sang Adipati manggut-manggut.

Adipati Yudhapati yang tengah mabuk kemenangan karena telah berhasil membunuh Sukmayana, ingin segera mengakhiri peperangan ini dengan kemenangan. Dan memancung kepala Soponyono yang telah membuatnya menanggung malu. 

Sebagai seorang Adipati harga dirinya telah diinjak-injak, sangat tidak layak orang yang telah mencoreng mukanya dibiarkan hidup. Di sampingnya Pangeran Jasari masih memendam amarah betapa dirinya telah dijadikan permainan, ia hanya bergumam, "Soponyono yang mati atau dirinya."

Dua manusia yang sama-sama kecewa karena permainan yang dibuat oleh orang lain. Pemain catur ulunglah yang menggerakkan semuanya dengan sangat halus sehingga tidak tahu jika mereka hanya pion-pion yang digerakkan. 

Di belakang mereka  Yuyu Rumpung mengikuti dengan penuh perhitungan. Ia bisa menghitung setiap strategi musuh kemudian bisa mencari cara menundukkanya dengan strategi lainnya. 

Taktiknya akan berjalan lancar jika semuanya dalam langkah permainannya. Saat ini  nalurinya berkata lain, bisakah dirinya membawa kejayaan atau malah sebaliknya keruntuhan Parang Garuda. Ia merasa semuanya berjalan sangat liar seperti arus sungai Juwana yang sedang meluap.

Yuyu Rumpung Masih sangat yakin jika dirinya akan membawa kejayaan, karena strategi dari memata-matai keadaan lawan hingga berhasil membunuh Sukmayana pimpinan perang Carang Soka telah berhasil dengan baik. Tinggal kali ini saja dirinya akan menggenggamm seluruh impiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun