Jam 7.10 saya sudah sampai di lobbi salah satu hotel di jalan Pandanarang Semarang untuk  presentasi lomba  cerita pendek. Setelah diarahkan oleh security  tempat yang harus dituju, bergegas saya ke tempat itu.Â
Di lantai tiga suatu ruangan  yang telah ditata rapi, namun ketika melihat bingkai yang terpasang gambar presiden dan wakil presiden serta ada burung garuda ingin tersenyum atau protes tidak tahu. Yang jelas ada perasaan mengganjal di hati.
Karena yang mengundang peserta adalah instansi resmi maka lambing negara yang dipasang pun harus mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada. Tidak bisa serampangan memasang, kadang benar menurut kita, belum tentu benar menurut aturan.  Pemasangan lambang negara di instansi pemerintahan atau sekolah dapat saya ibaratkan dengan penataan  ruang tamu. Â
Jikalau saya mempunyai ruang tamu  pastilah selalu ingin terlihat rapi.  Penataan ruang tamu yang baik juga barang-barang yang ditempatkan pun sesuai dengan fungsinya kadang-kadang bisa mencerminkan diri pemiliknya.Â
Ada kursi, ada meja, ada hiasan, dan ornamen  artistik  sesuai dengan selera. Tentunya selera yang punya rumah akan dikatakan pas jika tamu pun dengan jujur mengatakan kalau ruangan tamu tuan rumah sangat pas.
Kesan harmonis akan muncul jikalau kontras yang ada sesuai dengan barang yang ditempatkan sesuai dengan keberadaan barang itu. Jika  barang-atau furniture yang ada di ruang tamu ketambahan barang-barang yang bukan seharusnya, maka akan menjadi tertawaan.  Misalnya menempatkan mesin cuci di samping  kursi di ruang tamu.Â
Apakah salah? Tidak ada yang menyalahkan, rumah-rumah sendiri, ruang tamu juga milik sendiri, mesin cuci juga milik sendiri mengapa orang lain yang harus bingung.Â
Karena rumah pribadi atau nonformal, maka pemasangan lambang Negara tidak wajib dipasang. Bahkan kalau dipasang orang pun akan merasa aneh. Padahal itu baik-baik saja. Sehingga segala sesuatu yang baik belum tentu menjadi baik.
Sekelumit gambaran di atas jikalau diterapkan dalam berbangsa dan bernegara sedikit banyak ada benang merahnya, paling tidak menurut saya. Bukan pada masalah yang berat-berat misalnya mendorong tank leopard, hanya masalah meletakkan atribut  negara Indonesia, lambang  negara, kepala negara.
Bagai ilustrasi di atas jika mengkomposisikan ruang tamu dengan furniture secara  baik maka orang yang melihatnya terlebih yang menjadi tamu akan terkesan. Bahkan akan muncul imej kalau tuan rumah adalah seorang yang sangat teratur selalu memikirkan hal-hal yang detail hingga sekecil-kecilnya.Â
Demikan juga kalau  masyarakat Indonesia, instansi-instansi pemerintah maupun swasta cara meletakkan lambang-lambang Negara secara benar maka  orang luar yang melihatnya akan memastikan jika  kesadaran bernegara orang Indonesia sudah baik.
Anak saya yang  bersekolah di SD saja tahu, membangun rumah pasti urut dari yang kecil-kecil. Mengumpulkan pasir yang bentuknya kecil, kemudian dijadikan satu dengan bahan lainnya seperti, batu kali, bata merah, semen kemudian disusun sedikit demi sedikit mak jadilah.Â
Tidaklah bisa membangun atau membentuk apa pun langsung  jadi. kalau melihatnya dari segi yang kecil-kecil akan terbangun segi yang besar-besar.  Itupun amsal yang saya pergunakan untuk membangun nasionalisme dimulai dari yang dianggap kecil.
Memasang lambang Negara tertuang pada  UU NO 24 Tahun 2009, tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan.  Ketika memasang lambang-lambang Negara tersebut seringkali ada kesalahan yang sifatnya tidak tahu atau memang sengaja pura-pura tidak tahu.
.
Pemasangan lambang negara di instansi pemerintahan yang benar adalah gambar presiden dan wakil presiden dipasang sejajar. Dan lambang Negara berada  di tengah-tengahnya namun dipasang lebih tinggi disesuaikan dengan ruangan sehingga terbentuk kekontrasan yang wajar dan benar.
Letak gambar presiden harus di kanan wakil presiden atau letak gambar presiden di sebelah kiri kalau kita melihatnya dari depan. Namun seringkali terjadi meletakkan gambar kepala Negara di samping kiri wakil presiden atau di sebelah kanan kalau kita melihatnya dari depan.
kesalahan ketika memasang lambang dan gambar presiden dan wakil presiden akan menjadikannya  batal sebagai warga negara Indonesia? Jelas tidak karena tidak sengaja atau lupa. Namun jika dilihat sebagai orang yang sadar bernegara ketika menggunakan lambang negara hal sekecil apa pun harus dipahami aturannya.
Namun ketika memasang lambang negara ada kesalahan dengan alasan pura-pura tidak tahu. Misalnya, memasang lambang Negara di bawah gambar presiden dan letak kepala negara  berada di kiri wakil presiden dengan suatu maksud tidak mengakui kepala Negara maka bolehkah dikenai hukuman?
Sebenarnya ada, untuk penghina lambang Negara bisa dikenai dakwaan penghinaan lambang Negara yang diatur dalam KUHP pasal 154a : Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan Lambang Negara Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak empat puluh ribu rupiah. Â
Sudah ada payung hukum untuk menindak orang yang dengan kesengajaan menodai lambang Negara, namun pada peristiwa yang saya alami apakah termasuk ada unsur kesengajaan, ataukah kelalaian semata?
(Pati, 22 Oktober 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H