Suatu hari, Â ketika matahari sudah bosan di atas kepala, saya diajak mantan pacar yang kini jadinya ibunya dua buah hati, berkelilling kota Pati yang mungil. Â
Dalam hati berkata tumben kok ngajak jalan-jalan padahal masih suasana pandemi seperti ini. Biasanya diajak ke warung nasi gandul sebelah rumah saja tidak mau. Karena seperti biasa juga kalau saya yang diajak keluar rumah pasti lagi dapat bonus dari kantor.Â
Setelah berputar-putar di kota Pati yang hanya butuh wakatu 15 menit sudah selesai, itu pun sudah dapat melihat alun-alun hingga sudut-sudutnya,  tiba-tiba saya dibisiki agar kendaraan diarahkan ke luar kota untuk  menuju arah Gembong.  Pasti ada kejutan ini nanti.
Benar saja bukan Gembong yang ada wisata bendungannya dan menikmati sore harinya dengan makanan nila bakar yang nikmat, Â tetapi diajak ke tempat penjual bunga. Betul-betul suatu kejutan.Â
Kebun itu lumayan luas, mungkin seukuran lapangan sepakbola.Memasuki lahan itu yang tampak hanyalah tanaman anggrek yang dominan, namun ada beberapa tanaman yang pernah booming, yaitu jenis athurium jemani, dan gelombang cinta.Â
Pada masanya tahun 2008 Â tanaman ini bisa dihargai sangat tinggi hingga 1.800.000. bahkan lebih. Nilai yang sangat fantastis hanya untuk beberapa lembar daun.
Tanpa bla.. bla.. sang Jenderal umah tangga langsung menuju ke tempat tanaman anggrek. Dan  saya pun tidak mengikutinya. Sambil  menunggu keasyikannya, saya mendekati salah satu tanaman yang  sama persis di rumah.Â
Tanaman itu ditata mencolok di depan kebun yang tingginya baru 40 cm, saya mencoba berabasa-basi bertanya kepada pelayannya berapa harga jenis tanaman jenmani ini. Mas pelayannya bilang kalau tanaman yang saya pegang daunnya itu seharga Rp 600.000, dan sudah laku. saya hanya tersenyum dan tidak melanjutkan penawaran, toh gak berni banget untuk membelinya.Â
Ternyata tanaman yang sejenis ini di rumah sudah ada dan sekarang mempunyai nilai yang  mahal. Hampir tiga jam menunggu dan  tanaman anggrek sudah didapat, tidak sabaran segera pulang dan mengelus jenmani dan gelombang cinta.
Dalam perjalanan pulang, pikiran melayang ketika liburan tahun 2014 ke Jumog wilayah Karanganyar Jawa tengah, ada ibu-ibu menawarkan tanaman itu 50.000.Â
Ditawar 60.000 dapat, pikir saya  tega amat. Ibu itu ragu-ragu, namun karena tanaman itu sudah tidak booming lagi diiyakan saja. Sebenarnya saya  agak heran juga, sampai segitu murahnya, lebih takjub lagi masih ditawar dan dikasihkan lagi.  sangat kontras saat jayanya, kalau menawarnya saat booming mungkin hanya dikasih bijinya saja kali ya. Â