.Mempekerjakan pekerja ahli di perusahaan memang kadang-kadang akan menjadi bumerang bagi para pemilk modal. Satu sisi si pemilik memang ingin mempekerjakan para ahli di bidangnya agar perusahan berjalan dengan baik daan mendapat keuntungan, namun ketika para ahli dan mempunyai banyak pengalaman di keuangan maupun perasuransian lebih banyak menggunakan kepintarannya untuk bermain kotor sudah dipastikan bukan kemajuan perusahaan yang didapatkan, dan bisa dipastikan bumerang itu akan mengenai pemiliknya alias kebangkrutan.Â
Apakah boleh menggunakan ahli untuk memajukan perusahaan jika hanya pintar namun tidak mempunyai atitude baik, lebih baik mempekerjakan orang semenjana dan jujur tetapi membawa kemajuan perusahaan.
Apalagi perusahaan itu adalah kepanjangan tangan dari negara untuk memakmurkan rakyatnya. Para penjabat di dalamnya sudah mengikhlaskan segala curahan pikir dan tenaga untuk tujuan-tujuan yang sudah digariskan oleh Negara, bukan malah mencari celah-celah butir-butir aturan yang dapat digunakan untuk mengeruk sumber-sumber kekayaan. Bukan memperbaikinya, malah membuat kebijakan-kebijakan kontraproduktif.
kesalahan itu secara jeli dapat icium  oleh Kejaksaan Agung, selanjutnya melakukan pencekalan sepuluh orang untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan dari bulan Desember 2019. Jaks Agung S.T. Burhanudin menyatakan kesepuluh orang  itu berinisial H.R., D.Y.A., H.P., N.Z., D.W., G.L., G.R., H.D., B.T., dan H.S., kemungkinan besar kesepuluh orang tersebut berpotensi untuk menjadi tersangka dalam kasus Jiwasraya.Â
Sehingga dengan sendirinya pernyataan-pernyataan dari person yang tidak senang dengan Jokowi menjadi lemah. Atau bahkan jika suatu saat pengadilan menyatakan bahwa di antara ke sepeluh orang tersebut atau semuanya terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme tudingan-tudingan miring ke pemerintah sekarang adalah imajinasi.
Pernyataan yang sempat trending adalah hasil pemenangan pemilu 2019 menggunakan uang dari Jiwasraya. Tentu saja pernyataan itu sangat tendensius dan sedkit menggiring opini seakan-seakan pemerintah dengan kementrian BUMN-nya bisa dengan bebas menggunakan sumber-sumber keuangan negara, tidak hanya Jiwasraya bahkan perusaahaan berplat merah lainnya seperti GIA, Krakatau Steel, Pertamina yang sedang gonjang-ganjing juga akibat dari pemerintah (Jokowi) menggunakan sumber dananya untuk kepentingan-kepentingan penguasa.
Politikus PDIP Deddy Sitorus menyatakan, sebenarnya skandal Jiwasraya ini adalah warisan dari krisis Ekonomi tahun 1998. Kemudian tahun 2006 Jiwasraya mengalami defisif Rp3.2 Triliun, dan menjadi lebih besar lagi pada tahun 2019  (30-12-2019,CNBC). Tentu saja era itu yang menjadi Presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi tidak enak, "Kalau begini, jangan-jangan saya lagi yang disalahkan. Begitu respon  SBY." Tulis Ossy Dharmawan.
Tentu saja pemerintah yang dilalui masa Jiwasraya dari tahun itu juga ikut gemas-gemas dan meradang. Karena di sana nama baik juga dipertaruhkan. Namun seharusnya ditanggapi wajar-wajar saja, toh memang keberadaan peusahaan ini juga melalui masa setelah masa reformasi 1998. Artinya ada masanya presiden Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY, dan Jokowi.Â
Sangat panjang bukan. Terlebih melihat banyaknya person yang dicekal oleh Kejagung mengindikasikan memang ada kolusi yang luar besar "njlimetnya" atau sudah kelas tinggi sitem yang dipakai. Sebagai contoh suatu saat pernah perusahan itu dilaporkan sehat dan mendapat keuntungan kemudian tiba-tiba terjun bebas pastilah ada "sesuatunya" di sana. Â
Kecermatan atau keteledoran investasi oleh para manajemen Jiwasrayalah yang akan membawa karut marut keuangan perusahaan bisa keluar atau malah menjadi dalam kerusakannya. Dan ternyata kerusakan karena keteledoran yang lebih tampak oleh masyarakat. Meskipun lubang sudah mulai diperbaiki dari segala lini, namun jika lubang sudah sangat menganga maka butuh waktu yang sangat lama.
Direktur utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko krisis ini disebabkan oleh perusahaan yang memberikan imbalan hasil investasi (return) dengan nilai tinggi yang ternyata menjadi beban utama pada keuangan perusahaan. Dan skema return guarantee membuat perusahaan makin tak mampu membayarkan klaim ditambah dengan return investasi yang dijanjikan.