.Prinsip kami menikmati tempat wiata adalah tipis-tipis saja tetapi bahagia yang maksimal. Atau satu lokasi saja dalam satu hari yang bisa ditempuh pulang pergi. Memang lokasi yang akan dinikmati ya hanya sekitar daerah Pati, Kudus, Rembang, Jepara, Blora, dan sekitarnya.Â
Toh, di lokasi ini sudah banyak destinasi wisata yang beragam. Dari wahana out bond, wisata religi, wisata pantai, wisata gunung, wisata sejarah di kabupaten-kabupaten pantura itu sudah banyak bahkan untuk mengisi liburan sampai 1 Januri tahun depan dengan target satu hari satu tempat wisata tidak akan selesai.
Dan wisata pun tidak selalu di targetkan dengan anggaran yang menguras kantong, yang penting mobil tuaku waras bensin ada, gas aja Insyaalloh selamat sampai tujuan. Bahkan tanpa rencana sekalipun jadilah, karena rencana pertama hanya mengunjungi saudara yang ada di Jepara, kota ukir yang berada di pojok utara Jawa Tengah. Berangkat jam 09.30 pagi sampai tujuan jam 11.30, lumayan dekat. Tentunya di gas tipis-tipis juga si kuda tuaku.
Rencana hanya silaturahmi kemudian mengajak keponakan ke Pati, namun sebelum balik di ajak dahulu makan siang ke tempat kafe di pinggir pantai. Ya lah, Jepara dekat pantai sama Pati pikirku.Â
Saya kira yang dituju adalah pantai kartini, tempat makan  yang biasanya kami datangi setiap ke Jepara. Tetapi kali ini saya diarahkan ke kafe Kampung Tambak yang berada di desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung, Jepara. Dan setelah masuk sangat terlihat kalau tempat ini masih baru.
Di sana sini masih banyak sisa-sisa kayu bekas mendirikan bangunan yang belum sempat tertata, beberapa spot yang belum selesai, pohon-pohon yang tampak baru saja ditanam, artinya baru 80 %. Meskipun demikian bentuk artistik sudah terlihat jelas. Dan tampak menonjol karena kafe ini berdiri di antara tambak-tambak bandeng luas. Seperti angsa albino yang tampak menonjol karena perbedaan di sekelilingnya.
Sambil menikmati Wifi gratis yang disediakan pemilik, Â selfie-selfie pun tidak lupa. Biasalah untuk mengisi medsos dan kenangan kalau pernah mengunjungi tempat ini. Makan siang pun datang, kakap merah bakar dengan aroma yang menggetarkan saraf untuk mengunyahnya sampai ke duri-durinya.Â
Tidak lupa olahan sayuran oseng kangkung, lalapan mentimun, minuman es jeruk, kopi, es teh, air bening, dan apem dari kendurian hehehehe...ya gitu. Karena yang punya baru saja pulang dari kendurian dan saya bilang "Wah ini makanan yang paling enak, karena ada aroma doanya." Candaan saya ditanggapi dengan sumringah oleh tuan rumah diajaknya buka kendurian tadi. Ya siapa nolak rezeki orang sholeh.
Kafe ini milik orang Pati juga ternyata, katanya asli Prawoto, Sukolilo.  Dirinya telah lama berdomisili di sana sebagai pembuat furnitur. Dan ketika  cukup modal dibuatlah kafe itu, dan seluruh bangunan yang ada dibuatnya sendiri. Begitu ceritanya.  Setelah  selesai menikmati seluruh hidangan kami pun membayar. Cukup Rp.300.000 untuk tujuh orang kalau dibuat rata-rata Rp45.000. sangat murah untuk harga suatu kesenangan.
Sebenarnya ingin segera injak gas dan mengarahkan ban untuk pulang. Namun saya masih penasaran dengan kata pemilik kafe kalau dekat-dekat sini ada tempat wisata yang baru saja diperbaiki. Kalau ada kata diperbaiki pastilah dulunya pernah ada. Lain halnya kata dibangun, lebih banyak belum adanya suatu bentuk kemudian dibuatlah bentuk baru. Ah, itu hanya kata pikirku.
Aroma khas laut, Â angin semilir sudah menyentuh lembut dari jendela mobil yang sengaja terbuka memang selalu sengaja dibuka karena AC-nya pun tipis-tipis. Hutan bakau yang berjejer rapat, sedang di sebelahnya nun jauh hamparan air terlihat tak berbatas. Air bergulung-gulung pelan seakan berlomba ingin mencium pantai. Anak-anak yang di dalam mobi berteriak-teriak riang ingin berenang, saya pun hanya tertawa kecut membayangkan masa kecil yang jauh dari pantai. Andaikan saya seperti anak-anak ini pun pasti akan sama meloncat-loncat meski masih di dalam mobil.