Sebelas kali pertemuan antara tim Merah Putih dan Myanmar bisa dikatakan imbang. Lima kali Indonesia memenangi pertandingan empat kali kalah dan dua kali bermain imbang. Dan pada Sea Games tahun 2019, ini kali adalah pertemuan ke dua belas. Dua belas adalah kata yang kurang enak di telinga orang Indonesia. Misalnya ada yang mengalami kegagalan setelah mendapatkan kontrak kerja kemudian dia akan berkata, "Celaka dua belas!"
Jelaslah, sepak bola bukan permainan kata ataupun menghapalkan istilah-istilah semacam dogma. Tetapi paling tidak olah raga ini  adalah suatu permainan yang melibatkan seluruh unsur emosi, baik estetika maupun konsep. Secara estetika akan terlihat indah suatu permainan sepak bola jika kedua pemain menampilkan permainan dengan saling menghormati setelah dilanggar. Atau memberikan kesempatan lawan untuk membuang bola manakala ada yang kena cedera.
Bahkan norma Ketuhanan nampak diperlihatkan seperti Evan Dimas bergembira setelah membobol gawang pada menit ke-57. Dan kegembiraan itu diujudkan juga dalam sujud syukur, atas kemenangan 1-0. Suatu bentuk keniscayaan kesadaran  sebagai hamba yang selalu mengharap bantuan Tuhannya. Dan saya yakin ketika berlangsung pertandingan seluruh penonton yang menyaksikan menjadi religius, dengan mengharapkan kemenangan bagi tim  Garuda Indonesia.
Rupanya masuknya Sadil Ramdani pada babak kedua menggantikan M. Rafli pada babak kedua sangat berpengaruh pada permainan  tim Garuda. Tusukan Egi Maulana yang bermain agak ke belakang. Dengan menempatkan Sadil di depan kiri lapangan dan Osvaldo ujung tombak. Dan formasi yang berbeda ketika diterpkan melawan Laos. Membuat tusukan dari sayap kanan dan kiri mampu memorakporandakan pertahanan Myanmar. Dan hasil maksimal dari kolaborasi skema itu  adalah kegagapan pertahanan Myanmar yang melanggar pemainan Indonesia. Dan set piece itu bisa dikonversikan oleh Egi 2-0.
Permainan  overconfidence oleh pemainan Indonesia mengakibatkan kelengahan-kelengahan dan kesalahan yang tidak perlu.  Pada menit ke 78 karena terlalu bernafsu menyerang akibatnya terciptalah gol. Dan pada menit ke 80 suatu kesalan dari kiper Argawinata dapat dijadikan gol lagi, 2-2. Tim Merah Putih harus kebobolan dua gol secara beruntun. Dan sejak kebobolan dua gol tusukan-tusukan pemain Indonesia lebih sering dilakukan, dan Myanmar sadar akan hal itu maka mereka menempatkan diri pada arena kiper sendiri. Hal itulah yang mengakibatkan pemain Merah Putih kesulitan untuk menembus rapatnya barisan lawan.  Â
Rupanya gol dalam waktu yang berdekatan itu berpengaruh juga pada penyelesaian suatu kesempatan untuk dijadikan gol baik Sadil, Egi, Osvaldo, maupun Evan Dimas. Ketenangan itu sedikit banyak berkurang. Hingga babak kedua berakhir. Dan pertandingan pun harus dilakukan perpanjangan waktu 2 x 15 untuk bermain. Saat bermain dengan perpanjangan waktu ketahanan fisik akan sangat berpengaruh pada permainan. Karena jika fisik sudah tidak sesuai dengan psikis bisa dipastikan semuanya akan seraba salah. Umpan tidak benar, menendang bola tidak akurat, apalagi skema tidak akan berjalan sama sekali.
Kesebelasan Myanmar tahu persis jika Tim Merah Putih akan lebih kuat dalam menyerang, maka kesempatan itu hanya digunakan untuk lebih fokus memperhatikan pemain Indonesia dan mempresingnya secara ketat jika sudah berada daerah pertahanan mereka. Kemudian akan melakukan serangan balik. Serangan yang beruntun melawan pertahanan yang masif, kedua tim ingin membuktikan cara merekalah yang terbaik. Stamina Asnawi Mangku Alam Bahar yang luar biasa, berlari dari lapangan tengah hingga ke area penalti  menusuk dari kanan permainan Indonesia atau dari sebelah kiri pertahanan Myanmar kemudian menendangnya ke tengah dan Osvaldo tinggal menyelesaikannya dengan sempurna, gol 3-2.
Serangan yang ngotot dan mental kuatlah yang akan menjadi pemenang. Hinga menit ke 107 kedua tim memang ingin menjadi pemenang. Sportivitas berolah raga sangat jelas diperagakan.  Pantang menyerah adalah inti dari tiap pemain sehingga meskipun kalah untuk sementara tetap menggunakan waktu yang tersisa untuk menjadi pemenang. Dan untuk tim Garuda mempertahankan keunggulan adalah suatu keharusan agar lolos ke final, dan  tidak melakukan  blunder. Rupanya kesalahan itu tidak ingin diulang lagi bahkan dengan perkasa tim Garuda membobol menit menit ke 114 oleh Evan Dimas, kedudukan pun berubah 4-2.
Entah Celaka atau Apa tiba-tiba pemain belakang An Nim menendang Osvaldo, padahal tidak sedang dalam posisi membawa bola. Sportivitas harus ditegakkan, tanpa ragu lagi setelah mendapat masukan dari hakim garis, sang wasit mengkartu merah pemain yang nirsportif itu. Bermain dengan sepuluh pemain memudahkan pemain kita untuk mempermainkan waktu hingga kemenangan itu tetap berada di tim Garuda Merah Putih Indonesia.
Dan takhayul kata "celaka dua belas" kali ini tidak ada pada Evan Dimas dkk tetapi ada pada tim Myanmar. Hinga peluit panjang yang  mengkodekan babak kedua selesai, Tim Garuda berhak melenggang ke babak Final. Siap mencengkeram dan meluluhlantakan  Vietnam atau Kamboja  yang lolos. Bravo sepak bola Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H