Sementara itu pemain Indonesia hanya menjaga wilayah minim usaha merebut bola. Situasi seperti  ini dimanfaatkan oleh tim lawan yang terlihat lebih cerdas dalam bermain. Dan betul juga Safawi pada menit ke 71 menjebol bola Rido untuk kedua kali. Artinya Safawi lebih cerdas dari pemain Indonesia.
Dari permainan secara individu maupun tim dapat dilihat berapa tingkat kecerdasan emosi dan kepandaian seseorang. Sehingga pemain yang cerdas pasti dapat memanfaatkan hal sekecil apa pun bisa menjadi menjadi sangat besar untuk membalikkan keadaan. Sebenarnya ada juga kesempatan untuk memperpendek jarak dari kekalahan 2-0 menjadi 2-1.Â
Saat  Febri dijatuhkan oleh kiper Malaysia, sang pengadil pun langsung menunjuk titik penalti. Tendangan diambil oleh Saha. Sebagai penendang penalti pastilah sudah dipilih seseorang yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan lebih dibandingkan sepuluh pemain lainnya. Dan saha tidak sukses melakukannya, itu artinya pemain kita masih kurang beruntung atau harus ditingkatkan lagi kecerdasannya untuk masa depan.
Dan di sini di Bukit Jalil  Yeyen sang pelatih belum mampu membawa tim Garuda meraih kemenangan, dan harus pulang ke tanah air dengan berjuta rencana untuk tiga laga sisa.Â
Tentunya Pengelola sepak bola Indonesia alias PSSI terpukul dengan kenyataan pahit ini. Namun itulah olah raga, latihan bertahun-tahun bahkan sepanjang hidup hanya akan dilihat dalam hitungan detik. Latihan itu berhasil atau tidak
Saat ini yang dibutuhkan adalah keberanian untuk mendobrak segala hal yang merintangi perkembangan sepak bola di tanah air. Dan menerapkan teknologi yang tepat berbasis kearifan nusantara  yang dapat  diterapkan di tingkat klub mengerucut ke timnas adalah hal yang urgen. Tentunya Pak Iwan sudah punya rencana yang lebih daripada saya. Selamat berjuang Bapak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H