Namun masalah dapat timbul manakala daerah yang memang rawan bencana tetapi tidak pernah terjadi bencana padahal pemerintah sudah menyiapkan peralatan yang dapat menyatakan bahwa sedang terjadi bencana hilang. Karena peralatan tanggap bencana itu dianggap tidak mempunyai fungsi maka diambillah, atau dirusak. Sehingga ketika ada bencana tidak ada peringatan dini, korban pun tidak dapat dielakkan.
Tuhan pun dengan belas kasih-Nya, membekali diri manusia dengan perasaan untuk menghindar jika ada sesuatu yang membahayakan diri. Gampang saja, ketika akan ada benda asing singgah ke tubuh kita dengan reflek kita akan menghindar. Maka tubuh kita sedikit banyak akan terlindungi.Â
Memang itulah sifat insting manusia secara alamaiah untuk menghindar. Bahkan secara naluriah ketika terjadi bencana gempa Yogyakarta tahun 2006 itu saya keluar mengajak anak istri keluar rumah dan menjauh dari bangunan dan pohon. Meskipun belum pernah mendapat pengetahuan kebencanaan. Hanya naluriah saja.
Dengan kemajuan teknologi mestinya dapat menopang reflek itu menjadi pengetahuan yang berguna guna menghindari dari bencana yang datang dari alam, secara ilmiah dan dan dapat dilakukan oleh semua orang agar selamat. Bencana alam memang tidak dapat diprediksi namun pengetahuan tentang kebencanaan itu harus menjadi bagian dari bangsa ini lewat pembelajaran di sekolah.Â
Jika mengenalkan kebencanaan alam tidak memungkinkan lewat kurikulum bisa juga lewat ceramah-ceramah di sekolah secara rutin. Memanfaatkan media masa yang memang menjadi trend saat ini menjadikan kita sadar bahwa bencana bisa  terjadi , kapan, dan di mana saja. Dan kita sudah sewajarnya sanggup menghadapinya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H