Ada perasaan dag dig dari saat menunggu garuda belia bermain melawan tim yang sepadan bahkan mungkin di atas kelas. Saya memang tidak pergi kemana-mana bahkan janjian dengan istri saya untuk melihat petunjukkan wayang sebagai ucapan terimakasih karena temannya terpilih sebagai anggota DPR pusat saya abaikan. Saya hanya di rumah menyaksikan televisi dari  siang sampai sore yang disuguhi olah raga tepok bulu China Open, dan melirik-lirik sedikit sepak bola liga satu.
Tibalah pertandingan antara tim Indonesia U-16 melawan tim U-16 China. Saya tidak tahu mengapa tiba-tiba sangat antusias mengikuti dari jauh perjuangan mereka untuk berlaga di piala Asia tingkat junior.Â
Mungkin dari sinilah akan terbuka juga pintu menuju kejuaraan dunia, terbuka masa depan yang menjadi bagian dari hidup mereka. Bahkan tujuan-tujuan lain sebagai anak-anak yang tidak jauh-jauh dari sepak bola.
Lebih dari 90 menit saya tidak beranjak dari kusi menyaksikan  garuda muda seperti prajurit Sparta menusukkan pedang ke kanan kiri melemparkan tombak tak terhitung jumlahnya ke arah lawan yang jumlahnya ratusan ribu. Meski hanya berjumlah 300-an orang lebih namun mereka mampu bertahan dari serangan musuh. Â
Apakah sepakbola seperti perang? Pada dasarnya ketika seorang lelaki berjuang mempertahankan keyakinan dalam meraih sesuatu hemat saya adalah berperang. Sehingga tujuannya adalah berhasil. Namun hendaknya semangat yang dipakai adalah semangat yang mencerminkan suatu kejujuran yang dibalut dalam kecerdikan.Â
Pertanyaan saya yang selalu mendasar adalah mengapa permainan sepak bola Indonesia selalu terpaku pada satu gaya pelatih. Kalau pelatihnya bagus, terseret juga permainan anak-anak kita. Kalau sedang-sedang saja jadilah pelengkap permainan saja. Nah kalau jelek... sia-sia saya bayar pajak. Apa hubungannya? Hehehehe
Semangat anak muda kita harus selalu diacungi jempol, dari saya masih kecil hingga sekarang sangat spartan, bahkan peningkatan skill selalu terjaga. Namun ketika sampai usia dewasa kok bisa letoy kurang greget itu ada apa?Â
Tidak spartan, tidak terlihat lagi perjuangan garuda yang meliuk-liuk diangkasa dengan matanya yang sangat tajam mencari kelemahan mangsanya. Kemudian menukik menyambar, mencengkeram, tanpa belas. Kalau disadari betul itulah logo yang ada di dada mereka. Suatu perjuangan yang gagah selama mereka memakai seragam kebanggan sebagai tim nasional Indonesia.
Burung garuda simbol pemangsa yang ditakuti seluruh hewan darat begitu ceritanya, ia tidak perrnah lengah bisa mengukur kekutan sendiri dan kekuatan lawan. Tidak pernah ceroboh.Â
Sehingga ketika melawan North Mariana sebagai tim lemah seharusnya tidak dipecundangi hingga demikan parah. Cukup empat atau lima saja toh pertandingan itu tidak berpengaruh apa-apa.Â