Gus Baha pernah mengatakan , " Ilmu itu melahirkan sikap. Jika punya referensi yang cukup tentang toleransi maka kita hidup di mana saja maka akan tetap toleransi."
Dari perkataan Gus Baha ini bisa dipahami bahwa dengan mempunyai referensi keilmuan yang cukup maka seseorang akan mudah bersikap toleransi.
Dalam hal bertoleransi kita bisa belajar dari Syekh Ja'far Shodiq atau yang kita kenal dengan nama Sunan Kudus. Dengan referensi keilmuan yang mumpuni beliau berani mengambil keputusan, bagi masyarakat kota Kudus tidak diperbolehkan untuk menyembelih sapi. Padahal dalam literatur Fiqih sapi adalah binatang yang halal dikonsumsi bagi umat Islam. Bahkan setiap memasuki hari raya Idul Adha sapi sering dijadikan hewan qurban, disembelih kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat untuk bisa dikonsumsi bersama keluarga.
Rupanya keputusan Sunan Kudus melarang masyarakat Kudus menyembelih sapi adalah sebuah sikap toleransi. Sunan Kudus paham bahwa masyarakat di kota Kudus banyak yang masih memeluk agama Hindu.
Dalam agama Hindu terdapat sebuah ajaran untuk tidak menyembelih dan mengonsumsi sapi.
Sapi menurut perspektif mereka adalah hewan yang suci dan dianggap simbol kehidupan yang harus dijaga.
Umat Hindu bahkan mempunyai hari spesial untuk memperlakukan sapi dengan sebaik-baiknya. Hari spesial itu jatuh setiap tanggal 19 November. Hari itu dinamakan "Hari Sapi". Tepat di hari itu mereka akan memandikan sapi-sapi yang dimiliki, diberikan hiasan bunga lalu bawa keliling jalan.
Bagi mereka sapi adalah aditi atau ibu dari semua dewa. Bahkan mereka juga beranggapan bahwa sapi adalah jelmaan Dewa Siwa. Ada yang menyebut pula sapi  merupakan kendaraannya Dewa Siwa.
Untuk itulah status sapi dalam agama Hindu begitu mulia.
Berangkat dari sini, maka  orang Islam di kota Kudus tidak ada yang menyembelih sapi bahkan menjelang hari raya Idul Adha biasanya hewan yang di jadikan qurban adalah kerbau, dan kambing.
Soto Kudus adalah simbol toleransi yang diajarkan Sunan Kudus karena soto di Kudus tidak ada yang dari daging sapi. Kebanyakan adalah dari daging ayam atau kerbau. Sehingga dari sini kita tahu bahwa dalam semangkok soto Kudus terkandung Islam Nusantara.
Sejauh ini kita tahu bahwa dalam berdakwah Sunan Kudus mengimplementasikan prinsip
" Mau'izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan",
Artinya
 Penyampaian ajaran agama Islam disesuaikan dengan adat budaya serta kepercayaan penduduk setempat.
Semoga dari cerita Sunan Kudus ini kita bisa meniru jejak beliau untuk senantiasa bertoleransi terhadap orang yang berbeda pendapat, keyakinan, dan agama dengan kita.
(Grobogan, Minggu, 31 Maret 2024).