Seorang bidan di Prabumulih melakukan malpraktik yang menyebabkan pasiennya meninggal dunia. Pada awalnya, pasien mengeluh sakit maag pada 23 November 2023. Bidan tersebut kemudian segera memberi suntikan obat tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut terlebih dahulu. Setelah mendapat obat tersebut, pasien malah mengalami gagal ginjal dan dinyatakan harus cuci darah. Baru berjalan 6 bulan cuci darah, namun pada akhirnya tanggal 22 Januari 2024 pasien meninggal dunia.
Kejadian tersebut merupakan malpraktik karena ternyata Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sudah habis masa berlakunya. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2014 pada Pasal 44 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2014 menyatakan “Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR” dan Pasal 46 ayat 1 dan 2 menyatakan “Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.” dan “Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP”.
Surat Tanda Registrasi (STR) menurut UU No. 36 Pasal 1 adalah “bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi’. Sedangkan, Surat Izin Praktik (SIP) menurut pasal tersebut adalah “bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik”.
Atas tindakan pelanggaran hukum tersebut, pelaku dikenai Pasal 441 ayat 1 dan 2, Pasal 312, dan Pasal 439 UU NO. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda 500 juta. Kasus malpraktik yang dilakukan pelaku merupakan kasus serius yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Banyak masyarakat yang merasa geram dengan perbuatan pelaku. Oleh karena itu, selain sanksi secara hukum, pelaku juga mendapat sanksi sosial dari masyarakat.
Untuk menghindari terjadinya kasus itu di masa mendatang, maka dibutuhkan peran tegas baik dari pemerintah maupun badan penegak hukum dalam berjalannya aturan dan sanksi. Hal tersebut dapat membuat masyarakat disiplin dan takut melanggar aturan. Dari kasus tersebut, dapat diketahui bahwa kurang ketatnya pengawasan dan tegasnya hukum sehingga seseorang yang masa berlaku STR dan SIP-nya sudah habis masih dapat menjalankan praktik. Perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan badan penegak hukum agar benar-benar mengawasi dan memberantas oknum-oknum yang melanggar hukum. Di samping itu, penting untuk dilakukan bimbingan dan ujian kompetensi secara berkala bagi tenaga kesehatan agar tidak ada lagi masyarakat yang mengalami kerugian dari malpraktik yang dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Di samping itu, dari dalam diri masing-masing tenaga kesehatan juga diperlukan kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Mereka memiliki hak untuk hidup dan sehat. Setiap nyawa yang ada sangatlah penting. Jika tenaga kesehatan menanamkan ini dalam diri dan hati mereka, maka mereka tidak akan gegabah dalam mengambil tindakan penanganan dan mereka akan berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan nyawa pasien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H