Kehamilan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode dimana janin berkembang di dalam rahim wanita. Kehamilan biasanya berlangsung sekitar 40 minggu, atau lebih dari 9 bulan, diukur dari periode menstruasi terakhir hingga melahirkan. Pada dasarnya, kehamilan mengakibatkan adanya perubahan baik fisik, hormonal maupun psikologis. Perubahan psikologis yang sering terjadi pada ibu hamil antara lain bahagia berlebih, kekhawatiran, kekecewaan, penolakan, kecemasan, hingga kesedihan. Pada ibu hamil di trimester ketiga mengalami perubahan psikologis lebih rumit dibandingkan pada trimester sebelumnya karena peningkatan usia kehamilan. Seiring bertambahnya masa kehamilan, perubahan psikologis ibu hamil yang paling dominan adalah kecemasan yang terus menerus dirasakan hingga masa persalinan.
Kecemasan ditandai dengan adanya perasaan takut, seperti takut menghadapi ketidakpastian pada masa depan yang akan datang, perasaan khawatir, sikap emosional berupa perasaan gelisah, resah, adanya gerakan-gerakan yang berlebihan, perasaan tidak tenang secara psikologis, serta kondisi yang tidak seimbang akibat adanya tekanan psikologis. Hal tersebut secara fisiologis merupakan suatu reaksi stres atau perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai akibat dari pengaruh stres. Faktor-faktor penyebab kecemasan pada ibu hamil yaitu usia ibu hamil, paritas, jumlah pemeriksaan Antenatal Care, komplikasi, dukungan keluarga, religiusitas dan status perencanaan kehamilan. Penyebab lain kecemasan ibu hamil menjelang persalinan seperti rasa cemas dan takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah dan berdosa pada ibunya dan ketakutan terhadap bayinya lahir cacat.
Kecemasan ibu hamil dalam menghadapi persalinan sangat bervariasi tingkatannya. Berdasarkan penelitian tentang tingkat kecemasan pada ibu hamil menyatakan kecemasan dengan tingkat berat banyak dialami oleh ibu primigravida dan grande multipara. Hasil tersebut, diasumsikan bahwa umumnya ibu primigravida belum mempunyai pengalaman sebelumnya terutama menjelang persalinan sehingga mengalami kecemasan berat.
Kecemasan pada kehamilan memiliki banyak efek buruk, baik untuk kesehatan mental ibu maupun hasil kelahiran, sekaligus menjadi faktor risiko pada persalinan. Kecemasan dan stres selama kehamilan berhubungan dengan detak jantung janin dan aktivitas motoric, persalinan prematur dan perilaku bayi. Gangguan akibat kecemasan yang dialami ibu akan menjadi kegawatdaruratan baik bagi ibu sendiri maupun janin dalam proses persalinannya. Melihat dan mempertimbangkan dampak yang begitu besar akibat dari kecemasan yang dialami ibu hamil pada saat kehamilan terutama menjelang persalinan maka diperlukan intervensi yang tepat untuk menangani masalah tersebut
Faktor spiritual menjadi faktor penting dalam penyembuhan dan intervensi psikologis. Melansir dari World Health Organization (WHO) pada tahun 1984 menyatakan bahwa kesehatan manusia seutuhnya ditunjukkan oleh empat hal, yaitu sehat secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Salah satu intervensi spiritual yang terbukti dapat mengurangi kecemasan adalah Dzikir. Dzikir ialah mengingat nikmat-nikmat Tuhan. Secara lebih luas, berDzikir meliputi pengertian menyebut lafal-lafal Dzikir dan mengingat Allah dalam setiap waktu, takut dan berharap hanya kepada-Nya, merasa yakin bahwa diri manusia selalu berada di bawah kehendak Allah dalam segala hal dan urusannya. Dengan Dzikir itu akan mengantarkan manusia kepada ketenangan dan kedamaian jiwa. Sebagaimana jelas tertera dalam Al-Qur'an Surah Ar-Rad(13) ayat 28 :
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
Terjemahnya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Departeman Agama, 2005: 373).
Al-Quran memberikan jalan keluar bagi seseorang yang telah mengalami kecemasan yang berkelanjutan, yaitu dengan menghadirkan rasa tumaninah, memberikan perasaan tenang dan tenteram yang mendalam sebagai anugerah Allah. Dzikir membantu seseorang membentuk persepsi yang lain selain ketakutan yaitu keyakinan bahwa stresor apapun akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah. Umat Islam percaya bahwa penyebutan Allah secara berulang (Dzikir) dapat menyembuhkan jiwa dan menyembuhkan berbagai penyakit.
Kesungguhan relaksasi dzikir ini bukanlah relaksasi otot, melainkan ungkapan-ungkapan tertentu yang diulang-ulang dengan musikalitas biasa, yang tertuju hanya untuk Allah SWT. Ungkapan yang digunakan bisa berupa ungkapan memuji Allah SWT, memanggil nama-Nya, atau meminta pertolongan-Nya. Sedangkan pengulangan kata yang berirama disebut-sebut dapat membantu tubuh rileks. Sikap pasif terhadap rangsangan eksternal dan internal harus disertai pengulangan. Menurut konsep agama, ketundukan yang disebut juga dengan khusyu' setara dengan sikap pasif. Menurut pendapat (Sayyi, 2018) dzikir merupakan sikap pasrah ini dapat meningkatkan respon relaksasi.
Menurut temuan Ahmad Musthofa dalam kitab tafsirnya, temuan ini didukung oleh fakta bahwa dzikir atau mengingat Allah SWT akan menenangkan seseorang, menghilangkan kecemasan yang disebabkan oleh rasa takut kepada Allah SWT, dan memberikan keyakinan pada seseorang yang mampu menghilangkan segalanya termasuk kesedihan dan kecemasan (Holik, 2021). Secara medis juga diketahui bahwa orang yang terbiasa berdzikir kepada Allah secara otomatis akan bereaksi terhadap pelepasan hormon endorfin yang dapat membuat dirinya merasa senang dan tentram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H