Kita sekarang berada pada zaman 4.0 dimana sudah banyak sekali teknologi canggih yang membantu kita menjalani kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong berbagai inovasi yang terus bermunculan, salah satunya menggunakan kecerdasan buatan dalam suatu pembuatan produk yang dapat membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sudah banyak bidang pekerjaan yang sudah dibantu oleh kecerdasan buatan dari mulai bidang industri, ekonomi, kesehatan, dan masih banyak lagi. Namun apakah benar kecerdasan buatan bisa menggantikan peran manusia?
Definisi
Kecerdasan Buatan/ Artificial Intelligence (AI) merupakan simulasi dari kecerdasan yang dimiliki oleh manusia dan dimodelkan dalam sebuah mesin yang diprogram agar bisa berpikir seperti halnya manusia. AI dalam proses pengoprasiannya melakukan tiga hal yaitu learning, reasoning dan juga self-correction
Perkembangan Kecerdasan Buatan
Sudah banyak sekali negara-negara yang sudah menggunakan kecerdasan buatan dalam sektor pekerjaan, khususnya pekerjaan yang bersifat repetitif atau tidak membutuhkan kreatifitas dan inovasi. Kita bisa melihat dari negara China yang telah menjadi pemimpin dunia dalam penerapan AI atau robot dalam 8 tahun terakhir. Dari 3 tahun kebelakang, China sudah menggandakan jumlah instalasi robot industri. Dengan 243.000 instalasi robot. Pada tahun 2020, China memiliki setengah dari semua robot industri yang ada di dunia. Di negara China mayoritas AI atau robot digunakan dalam pembuatan barang elektronik, perakitan mobil, khususnya dalam produksi kendaraan listrik. Sehingga manusia yang bekerja pada bidang industri dan perakitan mobil sudah sebagian tergantikan oleh AI atau robot.
Kecerdasan buatan di Indonesia menjadi atensi khusus dan banyak digunakan di Indonesia. Memang benar bahwa teknologi artificial intelligence di Indonesia mengadopsi dari perkembangan teknologi yang ada di luar negeri.Â
Salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan AI di Indonesia yaitu jumlah penduduk yang menggunakan internet, dan seperti yang kita ketahui, di Indonesia terdapat 70% populasi yang menggunakan Internet. Menurut data, organisasi di Indonesia yang menggunakan teknologi AI sebanyak 24,6%.Â
Pada tahun 2020 lalu, Microsoft dan IDC Asia/Pacific melakukan studi tentang penggunaan AI di negara kawasan Asia Pasifik (APAC). Survei dilakukan pada 112 pemimpin bisnis dan 101 karyawan di Indonesia, hasil yang diraih ialah 14%, karena banyak pekerja di Indonesia yang memandang skeptis terhadap AI.
Penerapan Kecerdasan BuatanÂ
Contoh penerapan kecerdasan buatan di Indonesia adalah aplikasi Gojek. Mulai dari rekomendasi GoFood, memilih driver Gojek untuk menyelesaikan order konsumen, menentukan titik jemput, menentukan lonjakan harga dalam memenuhi kriteria demand-supply, dan lain sebagainya menerapkan teknologi mutakhir AI.n6
Selain itu Kecerdasan buatan sudah bekerjasama dengan bidang kesehatan. Yaitu dengan adanya teknologi seperti Virtual Reality, dan bedah robotika yang membantu dokter dalam proses pembedahan. Perlu ditekankan kembali bahwa penggunaan kecerdasan buatan bukan berarti operasi tersebut dilakukan oleh robot tersebut, melainkan hanya membantu memudahkan proses pembedahan, dan membantu mengoptimalkan penanganan dan efisiensi waktu.Â
Selain VR ada juga kecerdasan buatan lainnya, yaitu bedah robotika. Salah satu contoh dari bedah robotik adalah Da Vinci Surgical System. Robot ini membantu dokter melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh tangan manusia. Robot Da Vinci ini dibuat oleh Intuitive Surgical sebuah perusahaan di Amerika yang bergerak dibidang kesehatan. Dari hal tersebut bisa kita ketahui bahwa kecerdasan buatan yang memiliki teknologi canggih hanya membantu dokter dalam proses pembedahan merupakan hasil buatan manusia.Â
Benarkah Kecerdasan Buatan Bisa Menggantikan Peran Manusia?
Manusia yang mempelopori kecerdasan buatan
Perkembangan teknologi memang tidak bisa kita hindari. Namun sampai kapan pun kecerdasan buatan tidak dapat menggantikan peran manusia. Karena pada dasarnya, manusialah yang mempelopori atau mengawali adanya kecerdasan buatan melalui pemikiran-pemikiran yang timbul dari permasalahan yang ada. Dari kecerdasan buatan tersebut, permasalahan yang ada bisa terselesaikan dan secara langsung membantu manusia melakukan pekerjaannya. Kita juga bisa mengetahui bahwa kecerdasan buatan tidaklah secerdas manusia. Karena jika kita mengatakan bahwa kecerdasan buatan adalah teknologi yang sangat brilliant. Maka secara tidak langsung, kita mengatakan bahwa manusia juga sangat brilliant, karena manusia lah yang menciptakan dan mengembangkan kecerdasan buatan.Â
Kecerdasan buatan tidak memiliki kreativitas untuk terus berinovasi
Kecerdasan buatan tidak memiliki kreativitas seperti manusia. Kecerdasan buatan bekerja hanya dengan menyerap data yang diberikan dan mengidentifikasi setiap pola yang ada. Mereka sangat pandai dalam mengidentifikasi pola, tetapi tidak bisa memprediksi pola apa yang akan keluar. Apalagi menghubungkan suatu pola dengan pola yang tidak terkait, yaitu unsur penting untuk melakukan inovasi. Kita bisa mengambil contoh dari pengaplikasian kecerdasan buatan dalam dunia perbankan adalah aplikasi digital banking yang sangat memudahkan nasabah karena mereka tidak perlu lagi datang langsung ke bank terdekat. Inovasi teknologi seperti ini tidak lain dilakukan oleh manusia yang dikembangkan hingga menjadi bentuk aplikasi yang dapat memudahkan semua orang. Dari contoh tersebut juga kita bisa melihat bahwasanya kecerdasan buatan hanya mampu melakukan pekerjaan yang repetitif yaitu memverifikasi dan menyesuaikan data yang diberikan dengan sistem yang telah diprogramkan serta tidak bersifat spontanitas dan kreativitas.
Bonus Demografi
Di negara berkembang contohnya negara Indonesia. Bonus demografi negara Indonesia diperkirakan berada di periode puncak pada tahun 2020-2030. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Jumlah penduduk usia produktif yang besar menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan. Jika kita menerapkan kecerdasan buatan di negara berkembang seperti Indonesia, kita menjadi seperti ingin menyia-nyiakan para tenaga kerja usia produktif tersebut. Dan jika semua pekerjaan telah diambil alih hal ini akan memberikan dampak yang buruk bagi keadaan ekonomi negara tersebut. Hal ini bisa menambah beban negara, yaitu membuat rendahnya pendapatan rata-rata penduduk per kapita. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa pendapatan per kapita sangat mempengaruhi pembangunan sebuah negara, dan menjadi tolak ukur kesejahteraan dari suatu negara terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia.Â
Jadi, dapat kita simpulkan dari pembahasan sebelumnya bahwasannya kecerdasan buatan tidak akan pernah bisa menggantikan peran manusia sampai kapanpun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H