Mohon tunggu...
Nurul Apriany
Nurul Apriany Mohon Tunggu... Guru - Posting berbagai jenis teks

Saya merupakan alumni mahasiswa IPI Garut dan salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP Islam Al-Jauhari dan SMK Santana 2 Cibatu, yang bertempat di Kabupaten Garut.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ungkapan Tabu Sebagian dari Makian

24 Juni 2021   13:51 Diperbarui: 24 Juni 2021   14:03 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernah mendengar atau berbicara kata "alay", "lebay", "kobe", "kere", "sotoy", "bucin", pernah ya? Kenapa hal tersebut digunakan? Apa penyebabnya? Untuk apa kata-kata tersebut digunakan.

Sebelum diulas mengenai kata-kata yang disebutkan di atas. Jauh sebelumnya terdapat kata-kata yang berkembang dan digunakan oleh sebagian masyarakat dengan tujuan mengungkapkan kekesalan, kesedihan, dan kemarahan hatinya. Hal tersebut disebut dengan istilah makian. Makian sendiri identik dengan aktivitas verbal. Kata-kata makian adalah ungkapan melalui kata-kata yang dilakukan dengan maksud menyinggung harga diri orang lain untuk menyakiti hati untuk sementara waktu. Kata-kata makian ini hanya sebatas ungkapan verbal yang bersifat sementara sebagai suatu kebutuhan meluapkan isi hati seseorang tersebut, sehingga kadang-kadang kata makian itu tidak jelas mengandung arti.

Berdasarkan hal tersebut, kata makian adalah ungkapan seseorang dalam meluapkan kondisi hatinya. Hal tersebut sering kali berhubungan dengan ungkapan tabu. Ungkapan tabu apabila digunakan maka disebut dengan makian. Oleh karena itu, makian ini merupakan bagian dari ungkapan tabu. Ungkapan tabu adalah ungkapan yang dilarang oleh norma agama maupun norma sosial untuk digunakan. Tidak digunakannya ungkapan tabu sebagai wujud menghargai lawan tutur. Apabila ungkapan tabu yang berwujud makian digunakan, maka tujuannya adalah menyentuh harga diri lawan tutur untuk menyakiti hatinya dengan cara verbal.

Di sekitar kita, kadang-kadang sering terdengar kata 'anjing', 'sial', 'setan', 'lonte', 'bajingan', dan lain-lain. kata-kata tersebut ke dalam makian. Dikatakan demikian, karena kata-kata tersebut digunakan seseorang dalam keadaan emosi untuk menyakiti lawan tuturnya. Jika pun tidak untuk menyakiti, walaupun digunakan dalam suasana bercanda dengan kawan karib tetap saja dinamakan dengan makian. Terdapat beberapa alasan mengapa kata-kata tersebut disebut dengan istilah makian. Pertama, kata 'anjing' adalah nama binatang yang seharusnya digunakan untuk memanggil binatang tertentu atau menunjukkan binatang tertentu. Namun, kata 'anjing' pun tidak diterima apabila digunakan dalam suasana bercanda dengan kawan karib, sebab kawan karib di sana berwujud manusia normal, sama sekali tidak memiliki ciri binatang. Dengan demikian, penggunaan kata anjing pada konteks apapun dianggap tabu karena bersifat merendahkan harga diri orang lain. Kedua, 'setan' adalah sejenis mahluk lain di luar manusia yang seringkali mengganggu manusia. Dalam situasi tertentu apabila terdapat orang yang sering mengganggu manusia lainnya, sering dimaki dengan kta 'setan'. Tentu saja kata tersebut merupakan jenis makian sebab maksudnya adalah untuk menyakiti hati orang yang suka mengganggu dan membuatnya tidak mengganggu lagi. Ketiga, 'lonte' adalah profesi tertentu yang terkesan rendah. Profesi tersebut biasanya dilakukan oleh seorang perempuan yang sering berganti-ganti pasangan dengan maksud menjajakan dirinya 'menjual diri'. Profesi tersebut cenderung rendah di mata masyarakat. Dampaknya, apabila ada perempuan yang berlaku demikian seringkali disebut dengan kata 'lonte'. Padahal jika ditelaah, kata 'lonte' termasuk kata makian yang berfungsi untuk merendahkan harga diri seseorang untuk menyakiti hatinya.

Lalu, apa hubungannya dengan kata-kata yang disebutkan di awal? Seperti kata "alay", "lebay", "kobe", "kere", "sotoy", "bucin". Kata-kata demikian merupakan kata baru yang berkembangan dalam kehidupan berbahasa di masyarakat Indonesia, khususnya adalah pengguna remaja. Tujuan digunakannya kata-kata tersebut untuk tujuan memaki, menyentuh hati orang lain untuk menyakiti hatinya.

Dengan demikian, sebagai pengguna bahsa alangkah lebih baik menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Ketika emosi melanda, cukupkan diri dengan menutup mulut agar tidak keluar kata-kata makian yang nantinya akan membekas di hati lawan tutur sebab luka hatinya. Dalam hal ini, diperlukan kebijaksanaan dalam mengolah bahasa sebelum membuka mulut untuk bersuara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun