Mohon tunggu...
Nurul Chojimah
Nurul Chojimah Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung

Hobi: membaca, meneliti, dan menulis. Topik paling diminati: linguistik (bahasa), pendidikan, dan kegiatan sehar-hari.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa sih Asyiknya Menulis?

25 Februari 2024   20:35 Diperbarui: 25 Februari 2024   21:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukan penulis besar. Saya belum pernah menghasilkan karya tulis yang viral, yang dibaca jutaan orang. Saya hanyalah orang biasa yang suka menulis dan akan terus belajar meningkatkan kualitas tulisan. Minimal ada dua alasan mengapa saya akan senantiasa menulis meski tulisan saya belum pernah viral hingga dibaca jutaan kali.

Pertama, menulis membuat saya merasa berdaya. I feel empowered. Kurang lebih itulah gambaran perasaan saya ketika tulisan saya sudah terbit. Menulis adalah upaya menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Prosesnya tidak sederhana. Ide yang berseliweran di benak harus ditata rapi supaya koheren alias nyambung satu sama lain. Memilah dan memilih ide mana yang harus ditempatkan di awal, di tengah, atau di akhir tidak terlalu sederhana karena salah penempatan bisa menjadikan logika tulisan menjadi melompat-lompat, dan itu menjadikan ide sulit dipahami. Menentukan ide mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dibuang adalah ketrampilan lain yang harus  senantiasa diasah oleh penulis.

Ide yang cemerlang akan terasa biasa-biasa saja jika tidak disampaikan dengan diksi yang pas dan bentuk kalimat yang tepat, dan karenanya menguasai keduanya menjadi sangat penting. Diksi yang pas dan bentuk kalimat yang tepat bisa membuat pembaca bisa melihat apa yang penulis lihat, bisa mendengar apa yang penulis dengar, bisa merasakan apa yang penulis rasakan. Diksi yang pas dan kalimat yang tepat menjadikan ide tergambar persis seperti yang diharapkan penulis.

Hal lain tentang menulis adalah komitmen. Sebagus apapun ide, bila tidak dituangkan dalam bentuk tulisan, maka dia hanya akan menjadi tumpukan ide di pikiran yang akan mudah menguap seiring waktu. Untuk bisa muncul dalam bentuk tulisan, kita wajib punya komitmen penuh untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Kemauan untuk duduk manis dan menuangkan ide dalam kalimat demi kalimat hingga selesai perlu perjuangan. Ada beberapa kenikmatan yang harus ditinggalkan demi terselesaikannya sebuah tulisan. Mengurangi durasi dalam bersosmed, meminimalisir waktu ngobrol dengan teman, dan memangkas waktu rebahan adalah contoh dari ‘pengorbanan’ untuk menulis. Berbagai alasan biasanya menjadi pembenar tidak terselesaikannya sebuah tulisan. Keterbatasan waktu biasanya ‘pembenar’ yang sangat sering muncul ketika sebuah ide tidak tertuang dalam bentuk tulisan.

Tiga hal tersebut—ketrampilan menyatukan ide yang berserakan, kematangan dalam hal berbahasa, dan komitmen penuh—adalah tantangan dalam menulis yang cukup sulit ditaklukkan. Sebab itulah bila satu tulisan sudah terbit, meski sereceh apapun idenya, berarti penulis telah melampaui tiga tantangan berat tersebut. Dengan singkat bisa dikatakan bahwa di balik tulisan, terlepas dari sesederhana apapun idenya, terdapat proses panjang yang telah dilalui penulis. Behind the simplicity of a composition, there is complexity. Mungkin itulah gambaran yang pas untuk sebuah tulisan.

Mengingat minimal tiga tantangan tersebut, maka setiap saat saya bisa menerbitkan sebuah tulisan, entah di blog seperti Kompasiana, atau dalam bentuk lain, saya merasa sangat berdaya. Saya merasa sangat lega karena telah berhasil melakukan pekerjaan besar. “Saya bukan orang yang sia-sia, saya orang yang punya makna, saya orang yang bisa berkontribusi meski sedikit, saya lega”. Itulah suara batin saya ketika tulisan saya bisa terbit. Kelegaan dan rasa keberdayaan saya setiap selesai menulis mungkin setara dengan yang dirasakan seorang pendaki gunung ketika dia sudah sampai di puncak, atau pelari marathon yang sudah sampai di garis finis.

Perasaan berdaya ini menghasilkan energi positif pada diri saya. Saya menjadi semangat dalam menyikapi hidup, bisa lebih lapang dalam menghadapi kesulitan, dan lebih bisa mensyukuri hidup.

Hal kedua yang membuat saya berupaya untuk terus menulis adalah efisiensi. Tulisan adalah media yang efisien untuk menyampaikan ide. Efisien,  karena dengan tulisan kita tidak perlu mengundang banyak orang  untuk sosialisasi gagasan. Gagasan cukup ditulis dengan baik, kemudian dibagi lewat media, entah media mainstream ataupun media sosial. Jika gagasan tersebut baik, maka orang akan berbondong-bondong membacanya. Bulan Desember 2023 saya menulis di Kompasiana tentang pengalaman putri kedua saya dalam mengikuti tes CPNS dosen Kemendikbud RI. Tulisan yang bersifat udar rasa tersebut dibaca sampai 8000 kali lebih. Apakah tulisan saya tersebut efektif untuk membuat perbaikan memang masih belum bisa dijawab sekarang, tapi jumlah tayangan tersebut membuktikan betapa efisiennya sebuah tulisan untuk menyebarkan gagasan. Saya tidak perlu keluar biaya untuk menyuarakan perasaan saya. Saya tidak perlu berteriak-teriak sampai memunculkan urat leher untuk menyampaikan kekecewaan saya. Kekecewaan, kemarahan, harapan, dan solusi yang saya tawarkan cukup saya tulis di beberapa lembar kertas. Efisiensi adalah salah satu alasan mengapa saya harus selalu menulis.

Ide, sereceh apapun dia, adalah aset yang harus yang dipertahankan. Cara mempertahankannya tidak lain dan tidak bukan adalah dengan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ide bisa berasal dari mana-mana. Dia tidak datang dari langit yang berupa wangsit, tapi dia bisa berasal dari buku-buku teks, jurnal ilmiah, media massa, dan bisa juga dari pengalaman sehari-hari. Ide tersebut bila tidak segera ‘diikat’, maka dia akan menguap seiring dengan arah angin, atau dia akan tertimbun oleh berbagai informasi yang tidak pernah berhenti hadir dalam kehidupan kita. Maka dari itu, begitu ada ide, segeralah tulis sehingga perasaan berdaya, energi positif, dan efisiensi anggaran dan tenaga akan tergenggam. Selamat menulis.

Malang, 15 Sya’ban 1445/25 Februari 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun