Mohon tunggu...
Nurul FatihahAsyifa
Nurul FatihahAsyifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi: memasak konten favorit: kerajinan tangan dan masak-masak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Al-Kindi Tentang Jiwa

17 Juli 2024   22:37 Diperbarui: 17 Juli 2024   22:37 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Biografi Singkat Al-kindi

     Abu Yusuf Ya'kub Ibn Al-Shabbah Ibn Imran Ibn Ismail Al-Asy'ats Ibn Al-Qais Al-Kindi, atau yang lebih sering dikenal sebagai Al-Kindi. Al-Kindi berasal dari suku "kindah" yang berada di Arab Selatan, ia lahir pada tahun 801 M. keluarga Al-Kindi berasal dari keluarga bangsawan sehingga Al-Kindi bisa juga dibilang memiliki darah bangsawan. Ayah Al-Kindi bernama Ishaq As-Sabbah, kakenya bernama Al-Asy'ats Ibn Al-Qais.  Al-Kindi mulai tertarik pada bidang ilmu pengetahuan dan filsafat ketika menginjak masa dewasa, seumur hidup Al-Kindi ia lebih bayak menghabiskan umurnya di lingkungan khalifah. Al-Kindi menempuh pendidikan hingga selesai du kota Suriah dan Persia, bukan hanya terkenal sebagai seorang filsuf tetapi Al-Kindi juga terkenal sebagai seorang ilmuwan. Al-Kindi bahkan mendirikan sebuah perpustakaan yang ia bernama Al-Kindiyah, ia memulai karirnya pada tahu  833 M. Dahulu Al-Kindi sangat terkenal dibidang kimia dan fisika, tetapi tidak cukup sampai disitu saja, dia juga berperan penting dalam dunia pengobatan. Ia wafat pada tahun 873 M., tetapi dengan semua karya-karyanya tersebut ia sangat membantu kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada masanya hingga sekarang. 

B. Pemikiran Al-Kindi tentang jiwa

Jiwa atau dalam bahasa arab disebut "Nafs", jamak dari nafsu atau nufusun bisa diartikan sebagai ruh, atau dapat diartikan dengan nyawa dari tubuh seseorang, niat, darah, dan kehendak. Sedangkan "jiwa" dalam bahasa Inggris berarti "psycho", sedang dalam bahasa indonesia sendiri jiwa berarti sesuatu yang mengisi rada dari tubuh seseorang. Al-Kindi berpikiran bahwa " jiwa" Adalah sesuatu yang bersifat tinggal, sempurna, dan juga bersifat mulia. Al-Kindi berpikiran bahwa hakikat inti dari jiwa seseorang berasal dari esensi dari Sang Pencipta, hal ini diperumpamakan seperti sebuah sinar matahari, ketika menjelang pagi bumi akan terang karena cahaya matahari, nah cahaya matahari sendiri berasal dari matahari tersebut. Disisi lain para filosofi muslim mengartikan kata jiwa itu berasal dari Al-Qur'an yaitu "al-ruh", jadi al-ruh ini adalah suatu wujud yang sangat sederhana dan zatnya terpancar dari sang Pencipta itu sendiri. Disini Al-Kindi memperkuat pandangannya sendiri dengan mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang menentang hasrat nafsu seseorang yang lebih cenderung kepada kepentingan raga saja. Contohnya adalah, ketika seseorang sedang dalam keadaan marah atau emosi dan manusia tersebut terdorong untuk melakukan sesuatu, maka pada saat itulah jiwanya akan memberikan sinyal kepadanya untuk menahan hal tersebut, dari contoh ini Al-Kindi menyimpulkan bahwa jiwa dan nafsu itu sesuatu hal yang berbeda. Al-Kindi mengemukakan bahwa didalam jiwa seseorang terdapat beberapa potensi antara lain; 1. Al-Quwah Al-Aqiyah (potensi pikir), 2. Al-Quwah Al Ghadabiyah (potensi marah), dan yang ke 3. Al-Quwah Al-Syahwatiyyah (potensi syahwad). Menurut Al-Kindi, jika seseorang memiliki tujuan hidup hanya untuk merasakan kenikmatan dunia seperti makan, minum dan lain sebagainya, maka potensi berpikirnya akan terhambat apalagi dalam menerima sesuatu atau memahami sesuatu yang mengarah pada kebaikan, potensi berpikirnya akan sangat lamban, dan dia akan makin menjauh dari cahaya tuhan,. Sedangkan potensi syahwat seseorang diibaratkan seperti babi oleh Al-Kindi, lalu ketika seseorang yang hidupnya diperbudak oleh amarahnya, dia diibaratkan seperti seekor anjing, dan kekita seseorang yang hidupnya didominan oleh potensi pikirannya, maka hidupnya akan lebih eksis dalam berpikir, dia juga akan lebih baik dalam membedakan antara keburukan dan kebaikan, serta dia dapat memahami hakikat tentang sesuatu, dan dia memiliki kemampuan yang bagus dalam menganalisasi pengetahuannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun