Mohon tunggu...
Nurul Fatihah
Nurul Fatihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - hanya untuk kewajiban

patekah, tioh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sensor Film "Mortal Combat" dalam Pandangan Hukum Media

19 Juni 2021   10:52 Diperbarui: 19 Juni 2021   11:03 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Media merupakan industry yang sangat cepat berubah dan mengikuti perkembangan yang dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan dan menghidupkan industry yang lainnya. Medi asendiri merupakan sumber kekuatan dalam menjadi alat control dan inovasi dalam masyarakat. Dengan media setiap individu dapat melakukan perannya dalam bidang mendapatkan informasi ataupun ikut andil dalam berbagai peristiwa-peritiwa yang ada di nasional maupun internasional. Media berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya, hidup, dan norma-norma. Media menjadi sumber dominan bagi individu dan masyarakat untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normative yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.

Salah satu bagian dari media adalah film. Film pertama kali ada pada tahun 1805 oleh Lumiere Brother dimana belum menggunakan teknik editing dan kemudian pada tahun 1899, George Mellies mulai mengeluarkan film dengan ada teknik editing. Film sendiri memiliki pengertian sebagai alat media massa yang mempergunakan pengelihatan dan pendengaran atau audio dan visual sebagai penyampaian pesan kepada khalayak. Sedangkan menurut KBBI Pengertian adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif. 

 Fungsi paling menonjol dari sebuah adalah sebagai hiburan. Namun di dalamnya harus memiliki fungsi yang informatif, edukatif, dan persuatif. Di Indonesia sendiri film menjadi bagian dari budaya karena merupakan salah satu strategi dalam kegiatan produk budaya dan bisa menjadi penggiring opini publik yang kuat. Sehingga film dapat dijadikan sebagai kontrol opini masyarakat pula mengenai suatu isu yang sedang ada. Maka dari itu film masuk kedalam bagian dari media massa, dimana menjadi salah satu media yang memiliki kekuatan besar mempengaruhi cara berfikir dan cara pandang seseorang. Film menjadi media yang kuat untuk media penyampaian informasi, edukasi, dan persepsi karena pesan yang akan disampaikan melalui film dilakukan dengan menyentuh ke emosi penikmatnya. 

Saat ini perkembangan dunia perfilman sudah sangat pesat, apalagi ditambah dengan dukungan teknologi yang semakin canggih dimana bisa menambahkan dimensi-dimensi yang fiktif demi mendukung alur cerita. Film tidak hanya sekedar berangkat dari terinspirasi dari suatu hal lalu mengangkatnya menjadi sebuah cerita. Melainkan dari sebuah inspirasi, dilakukan lagi sebuah riset yang mendalam untuk mendukung detail dari setiap sudut ceritanya. Pembuatan film harus memperhatikan unsur sosial, budaya, keagamaan, dan hal sensitif lainnya yang ada pada masyarakat, terutama untuk film-film besar yang memang target pasarnya sangat luas atau internasional. Mereka harus menyesuaikan banyak budaya walaupun mereka tetap harus membawa budaya asli dari tempat tersebut berasal namun tetap tidak boleh ada unsur rasisme atau menyenggol bahkan hingga menjatuhkan salah satu pihak. 

Selain untuk fungsi yang telah tertera di atas, film juga digunakan juga sebagai media kreatifitas yang nantinya bisa membawa nama negara ke kancah International. Menurut info yang dikutip dari katadata.id bahwasannya perkembangan industry perfilman di Indonesia saat ini sedang berada dalam peningkatan yang besar. Dimana terhitung di akhir 2019 penonton Indonesia meningkat hingga mencapai 230 persen dalam lima tahun terakhir. Dengan jumlah penduduk berjumlah 271.349.889 jiwa yang terhitung hingga akhir desember 2020 ini, menjadika Indonesia sebagai pasar perfilman yang sangat menjajikan pula. Perfilman di Indonesia juga telah mendapatkan simpati dari investor-investor besar dari luar, karena mereka telah melihat bagaiamana peluang penikmat film Indonesia. Selain telah menarik investor untuk produksi perfilman Indonesia, banyak pula yang telah dan merencanakan untuk menggunakan Indonesia sebagai lokasi syuting film. Penggunaan lokasi dan mungkin adanya actor yang berasal dari Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak, film dapat mendapatkan simpati yang lebih dan mendapatkan massa karena penggunaan lokasi dan actor nya.

Film asing juga banyak yang menargetkan Indonesia sebagai pasarnya. Namun tidak semua film dapat masuk ke Indonesia karena harus melewati kebijakan lulus sensor yang mana untuk tetap menjaga pertahanan negara dari hal-hal yang menyimpang nilai dan norma yang ada di Indonesia. Beberapa film yang tidak dapat tayang biasanya memiliki unsur-unsur yang menyimpang nilai dan norma, seperti adanya penindasan akan sebuah kelompok yang dapat menimbulkan kekacauan seperti contoh film NOAH yang didalamnya mengandung unsur SARA yang mencertikan tentang penggambaran sosok nabi, memiliki bagian-bagian yang dirasa terlalu vulgar baik dari kata-kata dan perbuatan seperti film Dirty Grandpa yang terlalu banyak mengandung kata-kata umpatan dan brutal seperti film yang sangat sadis hingga ada adegan berhubungan dengan darah dan penyiksaan yang sudah melebihi batas.

Sedang ramai belakangan ini ada film asing garapan Warner Bros, New Line Cinema, dan Atomic Monster Productions, yang salah satu pemeran utamanya adalah actor Indonesia Joe Taslim yang mana ceritanya mengangkat dari sebuah game yang lama di gandrungi, yaitu Mortal Combat. Film ini menuai banyak kontroversi kekecewaan dari para penggemar game tersebut lantaran puncak dari alus Mortal Combat sendiri adalah disaat ada bagian seorang tokoh dalam cerita ter-fatality, namun hal tersebut disensor hingga terdapat sejumlah adegan yang hilang. Hal ini mengacu pada Undang-undang tentang perfilman pasal 57 ayat 1 yang mengatakan bahwa setiap film dan iklan yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan wajib memperolah surat tanda lulus sensor. Hukum tersebut tidak hanya berlaku untuk film dalam negeri saja, tetapi juga untuk semua film asing akan masuk ke Indonesia karena demi menjaga dan melindungi pengaruh negative dan merusak nilai dan norma yang ada. Masih dengan pasal yang sama di ayat 3 dikatakan bahwa penyensoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip memberikan perlindungan kepada masyarakat dari pengaruh negative film dan iklan film.

Adegan yang terkena sensor oleh Lembaga Sensor Film seperti adegan yang memperlihatkan bagian tubuh manusia yang hancur hingga bercecer seperti usus tercecer dan kepala yang tertusuk saat sedang terjadi perselisihan antar kelompok. Adegan tersebut dianggap terlalu vulgar. Selain itu juga keputusan untuk sensor ini juga berhubungan dnegan rate usia yang tertera di film tersebut yang menuliskan pada klasifikasi usia 17. Dengan adegan yang sangat vulgar tersebut harusnya klasifikasi usianya masuk yang di 21. Perlindungan ini sesuai dengan pasal 7 pada Undang-undang perfilman yang menuliskan "film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilaman dan usaha perfilman disertai pencantuman penggolongan usia penonton film yanf meliputi film :

a.     Untuk penonton semua umur

b.     Untuk penonton usia 13 tahun atau lebih

c.     Untuk penonton usia 17 tahun atau lebih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun