Hari Aksara Internasional
Apakah saya memiliki pengalaman bersentuhan dengan pemberantasan buta aksara? Jawabnya iya dan tidak. Tidak, kalau yang dimaksudkan adalah keterlibatan secara langsung dalam program pemerintah terkait hal tersebut. Iya, kalau pemberantasan "buta aksara" ini dimaknai secara lebih luas.
Dengan tingkat minat baca yang demikian rendah, negeri ini sesungguhnya dapat dikategorikan "darurat literasi" dan dalam hal ini saya sangat prihatin dan peduli. Kepedulian ini berakar dari pola asuh dan didikan ayah ibu saya. Di waktu kecil, kami sekeluarga berkawan akrab dengan berbagai jenis bacaan. Tidak melulu, anak-anak dijejali dengan buku pelajaran. Yang ada, anak jadi mengasosiasikan kegiatan membaca dengan kewajiban. Mereka jadi kehilangan antusiasme dan kenikmatan membaca.
Dalam keterbatasan orang tua kami, tak selalu buku-buku bacaan itu kami beli. Hanya sebagian kecil saja. Orang tua mengakrabkan kami dengan perpustakaan dan toko buku.Â
Saat menjadi orang tua, saya dan suami pun menyediakan berbagai bacaan semenjak usia anak-anak kami sangat dini. Kami mengajak anak kami berinteraksi melalui suara, dongeng, dan nada-nada lagu maupun lantunan ayat suci semenjak bayi masih dalam kandungan.
Rumah kami tak asing dengan buku. Anak-anak semenjak bayi telah akrab dengan buku bantal, ataupun soft books jenis lain yang terbuat dari bahan lunak. Para ponakan dan teman-teman anak kami seakan berada di surga bacaan kalau di rumah kami.Â
Menyediakan stimulus bacaan sejak dini, bukan berarti kami memaksakan anak-anak kami belajar baca dalam usia sangat dini. Sebagai ibu yang juga psikolog anak, saya pun tidak mengamini hal tersebut. Bagi kami, yang terpenting adalah anak-anak memiliki pengalaman positif dengan kegiatan belajar mereka, termasuk membaca. Anak saya yang TK sudah "membaca" apa saja, walau sebenarnya ia belum bisa membaca. Dari pengalaman kami, kegiatan mendongeng yang sering kami lakukan, sangat memperkaya kosakata anak. Daya ingat anak kami dan pemahamannya terhadap berbagai situasi, termasuk situasi yang belum benar-benar ia jumpai alhamdulilkah sangat baik. Belum lagi daya imajinasinya yang sangat kaya.
Belajar Sepanjang Usia
Suatu kesalahan besar menganggap kita tak perlu lagi belajar ketika kita telah menyelesaikan jenjang pendidikan formal tertentu. Belajar itu proses yang berlangsung seumur hidup, sepanjang rentang usia.
Adalah fatal ketika kita mengesankan pada anak-anak kita, belajar itu sesuatu yang membebani kita. Untuk membuat anak-anak menyukai belajar, kita orang tua juga harus suka belajar!Â
Matikan Gadget, Buka Buku