Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RIP Kemdikbud Setelah Anies Pergi?

27 Juli 2016   15:33 Diperbarui: 27 Juli 2016   16:27 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri ini memang luar biasa. Luar biasa rumit. Luar biasa carut marut. Pula, luar biasa jenaka. Jujur, saya bukan orang yang suka dunia perpolitikan tanah air. Membuat kening mengerut. Membuat harapan terserak. Membuat diri meradang. Jadi, ini hanya tulisan curhat saja.

Balada Negeri Kita

Negeri ini memang lucu. Sepertinya, mengganti menteri menjadi solusi jitu. Ada masalah? Oke, ganti saja menterinya!

Pada saat lebaran lalu, saya juga termasuk satu dari sekian manusia Indonesia yang berduka karena insiden brexit. Ya! Brebes exit, bukan British exit. Andai menteri Jonan mengundurkan diri karenanya, saya angkat topi (walaupun saya nggak suka pakai topi :p ). Namun, dalam habit negeri ini, adakah budaya malu itu? Lihat para koruptor yang berompi khusus berwarna oranye itu! Nggak ada yang malu. Tetap tersenyum. Tetap santai. Jadi, harapan mundurnya seorang menteri sepertinya boleh di-delete dan dimusnahkan saja.

Lalu geger dunia pendidikan. Dunia pendidikan kita memang penuh problematika. Tak bisa semua permasalahan selesai dalam semalam. Namun setidaknya beberapa langkah positif telah dilakukan. Pendidikan kita telah lama jauh dari prinsip-prinsip humanis. Pendidikan kita telah lama disibukkan oleh UNAS yang terlalu lama menjadi Monster menakutkan. Sentuhan humanis itu telah lama menjadi dahaga dunia pendidikan kita. Ketika menteri Anies Baswedan menginisiasi beberapa perubahan “kecil” namun fundamental. Yang katanya plin-plan lah. Kurikulum kok buat coba-coba lah. Menteri pencitraan lah.

Belum lagi ketika issue “kekerasan dalam dunia pendidikan” menyeruak. Kemudian mendikbud menyambut dengan ketegasan peraturan “MOS dilarang”-nya. Publik kembali terbelah. Banyak sanjungan. Banyak pula cibiran.

Sepertinya negeri ini memang negeri jenaka. Suka lelucon. Haus hiburan. Butuh tontonan. Suka sorak-sorai. Gampang iba, namun juga gemar bergunjing. Gampang mencela, tak segan menghujat, namun begitu mudah lupa. Sehingga sering mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.

“Dosa” Pencitraan

Secara pribadi saya tak keberatan dengan pencitraan. Asalkan tak berlebihan. Siapa kita yang tak ber-make up? Semua orang punya persona (topeng).Demikian Carl Jung, seorang tokoh psikologi berkata. Tidakkah Anda juga?

Lalu, siapa kita menuduh dan mencerca seseorang selalu melakukan pencitraan?

Lalu kita pasti sudah amnesia. Siapa menteri yan paling banyak digunjing dan dicemooh ketika pertama kabinet kerja diumumkan. Ya! Menteri Susi Pujiastuti. Dan itu hanya karena Tatto-nya! Dan karena dia perempuan yang merokok! Absurd! Dan kemudian, beberapa bulan kemudian, orang-orang yang sama (yang telah mencerca Ibu Susi) tanpa rasa sungkan berbalik memuji dan memuja Beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun