Yuyun...
Begitu gencar kita teriakkan namanya beberapa minggu terakhir ini. Berjuta orang dari seluruh penjuru negeri turut menanggapi kasus ini.
Sebagian besar tanggapan untuk kasus Yuyun bernada empati dan simpati. Meskipun demikian, ada pula yang bernada lain. Bernada sumbang, miring, dan sexist.
Hampir semua kita saat ini merupakan netizen. Kita yang punya akun kompasiana (kompasianer) tentu bisa dikategorikan netizen pula. Saat kita concern dengan suatu issue, sangat mudah bagi kita untuk terhubung dengan jutaan, bahkan puluhan, hingga ratusan juta netizen lain...dan dengan mudah pula kita bisa cari tahu tentang issue tersebut via search engine.
Dalam hal kasus yuyun, sedikit saja kita berkenan meluangkan waktu untuk browsing, kita akan tahu betapa kompleks kasus ini. Issue pendidikan moral, issue hukum, issue kesenjangan sosioekonomi, issue gender, dan banyak lagi.
Munculnya tagar NyalaUntukYuyun dan berbagai aksi keprihatinan membuka mata kita bahwa yuyun bukanlah sekedar yuyun. Yuyun adalah gadis-gadis kecil di indonesia, Yuyun adalah mereka yang subordinat, Yuyun adalah mereka yang tak mampu melawan, Yuyun adalah mereka yang tak bisa bersuara, Yuyun adalah penderitaan, Yuyun adalah kemiskinan, Yuyun adalah perjuangan melawan kekerasan. Yuyun adalah kita.
Tak pelak, publik pun meradang, ketika seorang pejabat publik tak mengetahui Yuyun. Publik mengutuk, ketika para pelaku yang biadab secara tak bermoral menertawakan Yuyun. Publik mengecam, ketika ada pertanyaan yang seksis dan diskriminatif " mengapa Yuyun berjalan sendirian?"Â
Masuk ke netizen yang manakah Kamu? Netizen yang empatik? Netizen yang sexist? Netizen yang simpatik? Netizen yang abai? Semuanya terserah Anda. Meski, sayang sekali kalau kita sekali lagi tak belajar dan mengambil tindakan apapun pasca kasus Yuyun. Semoga tak ada lagi Yuyun-Yuyun berikutnya. Aamiin.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H