Mohon tunggu...
Nurul Hidayati
Nurul Hidayati Mohon Tunggu... Dosen - Psychologist

Ordinary woman; mom; lecturer; psychologist; writer; story teller; long life learner :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Problem Sampah Diapers di Sekitar Kita

30 November 2016   10:18 Diperbarui: 30 November 2016   13:55 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait sampah plastik, memang tak bisa dipungkiri bahwa hal ini berpotensi menjadi permasalahan luar biasa apabila kita tidak peduli. Beberapa catatan kecil saya tentang kebiasaan masyarakat kita terkait “sampah-menyampah” ini

Pertama: Yuk, Buang Sampah Pada Tempatnya (Selalu)

Coba kita tengok beberapa kegiatan di sekitar kita yang melibatkan sekumpulan orang. Car Free Day, Salat Hari Raya, Konser musik, Jalan sehat, Mudik, Piknik. Oke, sebut saja satu yang terlintas di pikiran Anda. Hampir dipastikan selalu kita jumpai sampah-sampah bertebaran di situ. Jadi, kalau Anda pikir, anjuran untuk selalu buang sampah di tempatnya itu “jadul” maka yuk pikir kembali. Sepertinya kebiasaan buruk ini masih melekat kuat pada sebagian besar masyarakat kita.

Kedua: Efektifkah Charge untuk Kantong Plastik?

Sila adakan kajian tentang hal ini. Tapi menurut pengamatan saya: Tidak!

Mengapa? Karena kesadaran masyarakat kita lah yang kurang. Program yang bersifat edukatif, bahkan memberikan berbagai reward (reinforcement) lah yang kemungkinan lebih menarik dan menghadirkan kesadaran dan kesan positif terhadap kebiasaan menjaga kebersihan dan mengurangi sampah plastic ini. Bukan yang memberikan hukuman (punishment).

Ketigas: Bagaimana Diapers dan Pembalut Bekas (dan sampah-sampah sejenis)?

Sebagian besar perempuan dan balita di negeri ini pasti menggunakan diapers dan pembalut. Bisa kita bayangkan berapa ton sampah yang ditimbulkan oleh kedua benda ini. Tentu masih banyak pula benda sejenis, namun saya tertarik dengan kedua benda ini, mengingat sangat lekat dengan masyarakat kita.

Saya pernah baca, di beberapa Negara Eropa telah memiliki teknologi “daur ulang” untuk kedua benda ini. Setelah memisahkan kandungan urine dan kotoran yang ada di dalamnya. Mahal memang, teknologi semacam ini. Namun, perlu kita kaji untuk mulai kita terapkan bukan? Mengingat dampak ke depannya?

Oke, sepertinya… itu dulu tiga catatan kecil saya tentang urusan persampahan ini. Terima kasih atas perhatiannya. Semoga menjadi bahan pemikiran kita demi lingkungan kita ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun