Sejatinya salah satu amanah undang-undang negeri ini adalah terselenggaranya pendidikan untuk semua anak negeri. Dan sebagai satu dari sekian banyak negara yang telah meratifikasi undang-undang yang menjamin hak asasi anak, maka semestinya pendidikan ramah anak menjadi kewajiban negara dan perlu dukungan serta partisipasi kita semua untuk mewujudkannya.
Mantan mendikbud Anies Baswedan berkata bahwa pendidikan adalah kewajiban kita semua. Dan adanya anak-anak bangsa yang tidak terdidik, menjadi dosa setiap orang terdidik yang membiarkannya.
Salah satu ciri sekolah ramah anak yakni zero violance atau sekolah tanpa kekerasan. Bullying dan kekerasan sendiri merupakan dua sisi dalam satu mata uang.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Hal tersulit dari setiap perubahan adalah perubahan mind set. Ketika seseorang hendak berhenti merokok, langkah yang tersulit adalah merubah mindset yang tertanam dalam alam bawah sadarnya bahwa "ia butuh merokok" atau "tak bisa hidup tanpa rokok"; Pun ketika seseorang hendak menihilkan kekerasan dalam proses pendidikan, maka langkah terbesar yakni meng-uninstall program bawah sadar usang bahwa "kekerasan itu boleh-boleh saja" atau "tanpa hukuman tidak akan ada kedisiplinan" yang bak kaset rusak terus saja kita ocehkan berulang-ulang tanpa jeda untuk melakukan refleksi atau mengkaji ulang: benarkah demikian? Benarkah untuk disiplin kita harus keras dan menerapkan hukuman pada anak didik?
Apakah kedisiplinan tidak identik dengan disiplin diri terlebih dahulu? Apabila kita sebagai orang tua yang juga figur otoritas telah mampu menginternalisasi kedisiplinan itu dalam diri kita, telah mampu menjadi tauladan yang baik dalam kedisiplinan, bukankah anak-anak biasanya mengikuti? Telah lupakah kita ketika kita ajarkan salat dan puasa pada anak-anak kita? Apakah hadiah dan hukuman yang mampu membuat mereka salat dan puasa? Apakah bukan ketelaudanan orang tua dan pembiasaan sehari-hari?
Kembali ke bullying. Sudah saatnya kita merubah mindset. Usah set back pada doktrin masa lampau bahwa kekerasan itu biasa saja. Kita perlu meng-uninstall pendidikan pro-violance dan pro-bullying. Tidak ada yang lucu dan perlu diketawakan terkait bullying. Termasuk tidak ada lucu-lucunya membully teman dengan dalih perayaan ultah. Saatnya kita memperlakukan anak / memperlakukan orang lain secara humanis sebagaimana layaknya kita ingin diri kita diperlakukan. Yuk, berubah!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H