Sikap yang menganggap orang yang berbeda selalu lebih buruk daripada diri dan kelompoknya ini, merupakan salah satu penyebab kekerasan (bullying) terjadi. Seorang bos yang menganggap karyawannya kurang pandai dibandingkan dirinya merasa berhak menghakimi dan memaki-maki "kebodohan" karyawannya tersebut. Seorang siswa "senior" yang kebetulan berpostur besar merasa berhak "mengompas" uang saku anak-anak lain yang masih "junior" yang posturnya tak setara dengan dirinya.
Sebagai orang tua, Anda dan saya layak prihatin. Namun, prihatin saja belum cukup. Jauh dari cukup. Beberapa kali saya menulis dan meneliti tentang tema bullying. Tema yang kian hari kian pelik, dengan berbagai kasus yang bermunculan di masyarakat. Bersama sesama pendidik dan mahasiswa saya, kami melakukan aksi penggalangan tanda tangan menolak kekerasan terhadap anak-anak. Juga mengadakan berbagai acara yang bersifat psikoedukasi.
Di rumah pun, saya berupaya sedapat mungkin memberikan pemahaman pada anak saya yang masih balita mengenai perbedaan sebagai sesuatu yang wajar dan niscaya. Sehingga dalam benak anak, sedari kecil tidak dipenuhi dengan berbagai prejudice ataupun stereotype yang boleh jadi asal muasalnya dari orang dewasa di sekitarnya atau dari lingkungan sosialnya yang kian meluas. Tak setiap detik kita bersama anak-anak kita, namun tetap saja sebagai orang tua kita tak boleh permisif dalam "dikalahkan" oleh arus informasi dari luar. Apapun itu. Terlebih informasi yang beracun dan mengarah pada intoleransi.
Tidak sedikitpun saya merasa cukup dengan upaya ini. Setidaknya sebagai bagian kecil dari anak bangsa ini, kita perlu berbuat sesuatu yang konstruktif dan nyata. Semampu kita.
Yukk, katakan Tidak terhadap Bullying! dan terhadap segala bentuk kekerasan lainnya. Dan berbuatlah sesuatu terhadapnya, mulai dari Sekarang!
Salam,
NH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H