Mohon tunggu...
Nurul Hasanah
Nurul Hasanah Mohon Tunggu... -

Melancholist, simple, and Rock n'Roll

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kicauan Sang Nuri #1

6 Februari 2014   11:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Chapter 1

Otaku Alim

Di kampus yang dapat dikatakan tidak terlalu besar dan juga tidak telalu kecil, tetapi terkenal di ibukota Jakarta, sebut saja Universitas Sakti Jaya adalah tempat berkumpulnya para mahasiswa-mahasiswa kelas atas, secara ekonomi. Namun, tidak bagi gadis yang bernama Nuri. Ia adalah mahasiwi semester V Fakultas Bahasa jurusan bahasa Jepang berusia 20 tahun yang mendapat beasiswa penuh dari kampus karena prestasinya yang membanggakan. Pertanyaannya adalah mengapa ia tidak kuliah saja di Universitas Negeri yang tidakmenutupkemungkinan ia juga akan lolos seleksi?

Entah apa yang dipikirkan anak ini. Ternyata ia memilih kampus ituhanya karena festival budaya Jepang yang setiap tahunnya diadakan di sana pasti akan mengundang artis-artis Jepang ternama. Dasar Otaku berat. Namun, sifat Otaku’nya ini tidak banyak diketahui teman-temannya kecuali teman dekatnya.

Ia juga menyukai seseorang bernama Muhammad Raihan Arief, mahasiswa di fakultas dan semester yang sama hanya berbeda jurusan. Ia adalah mahasiswa jurusan bahasa Arab. Meskipun Nuri itu adalah seorang Otaku, tetapi ia tetap memiliki pribadi yang religius. Karena sebenarnya juga latar belakang keluarganya sangat kuat dalam agamanya. Maka dari itu, ia menyukai pria yang sangat menjunjung tinggi ilmu agamanya. Agar lebih mudah mendapat restu dari ayahnya kelak. Meski hanya jurusannya saja yang berbahasa Arab, tidak menutup kemungkinan ia juga berkepribadian soleh.

Namun, cinta Nuri bertepuk sebelah tangan, meskipun belum pernah menyatakannya sama sekali. Hal itu dikarenakan, Raihan sangat popular dikalangan mahasiswa dan mahasiswi kampus. Berbanding terbalik dengan dirinya yang cupu (culun punya) dan tidak pandai bergaul dengan orang lain. Karena begitu ramahnya Raihan, ia jadi disukai oleh banyak gadis di kampusnya. Hal itu juga yang menjadi alasan Nuri menyukai pujaan hatinya itu. Dan alasan itu pula lah yang membuat dirinya selalu merasa tidak pantas untuk Raihan.

~*~*~*~

Suatu hari Nuri berpapasan dengan laki-laki yang disukainya itu. Kejadian yang sangat langka bagi Nuri. Selama ini ia hanya berkesempatan untuk melihatnya dari jarak jauh. Bukan karena memang iatidak satu jurusan dengannya, melainkan juga karena ia tidak percaya diri untuk dapat menyapa pria pujaannya itu. Ia bersama satu-satunya sahabatnya sejak kecil, Rina, berpapasan dengan Raihan ketika mereka sedang membeli sesuatu di kantin.

“Nur, itu liat siapa?” tegur Rina sambil menepuk-nepuk bahu teman cupunya itu.

“Siapa?” heran Nuri sambil membenarkan kacamata bulat menyerupai tutup botolnya itu. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Raihan, sang pangeran pujaan hatinya itu sedang berjalan seperti menghampiri dirinya.

“Re.. ree..” kata-kata yang ke luar dari mulut Nuri saat itu hanyalah ketidakjelasan. Dan itu membuat Raihan sejenak menoleh ke arahnya, lalu menatapnya heran.

“Kamu enggak apa-apa?” tanya Raihan pada Nuri yang saat itu ia pikir sedang tidak sehat.

“A… aku…”

“Di.. dia enggak apa-apa kok. Tenang aja! Mungkin cuma kurang minum kali, ya. Hehee..” segeralah Rina membawa temannya itu pergi sambil menarikpaksa tangannya. Raihan hanya keheranan melihat tingkah kedua manusia aneh yang mungkin baru ditemuinya itu.

Rina membawa Nuri pergi jauh-jauh dari hadapan Raihan. Nuri hanya heran dengan apa yang temannya perbuat. Ia mengikuti saja sampai mana temannya akan membawanya. Setelah merasa sudah jauh dari ancaman, akhirnya Rina akan memulai menghakimi teman cupu-nya itu.

“Loe tuh gimana sih? Kesempatan udah di depan mata juga. Malah gugup-gugup enggak jelas gitu tadi. Gue ‘kan yang akhirnya malu,” marah Rina pada Nuri. Kalau saja ia tidak memandang Nuri sebagai teman sejak kecilnya, ia pasti meninggalkannya sejak dulu.

“Maksudmu apa sih, Rin? Aku enggak ngerti. Beneran deh,” Dengan polos(baca:bodoh) dan tenangnya Nuri bertanya balik.

“Masya Allah…. Masih aja lola, ya! Loe tadi ‘kan udah ketemu Raihan. Bukannya sapa baik-baik, malah gagap-gagap enggak jelas,”

“Oh.Ya, abis mau gimana lagi. Aku enggak berani, Rin! Jangankan nyapa, liat dia aja Aku enggak berani,”

“Hhhhh… greget gue punya temen kaya Loe! Loe udah 20 tahun. Udah saatnya Loe ubah sifat Loe. Kalau gini kapan Loe bisa deket ama orang yang Loe suka. Bukannya Loe udah suka ama si Raihan dari pas kita OSPEK? Ampun deh,” Rina seperti sudah menyerah dengan sikap Nuri yang masih saja minder.

Nuri hanya terdiam terus-menerus ketika dimarahi sahabat baiknya itu. Hampir setiap hari ia terkena marah dari temannya itu. Namun, tetap saja ia tidak pernah sedikit pun berubah. Hanya kepintaran yang mungkin dimilikinya.

~*~*~*~

Selain sebagai mahasiswa, Nuri juga menekuni kegiatan-kegiatan lain di luar jam kuliah. Ia sangat antusias melakukan kegiatan-kegiatan yang digemarinya itu. Salah satunya adalah klub menggambar dan menyanyi. Bakatnya selalu ia eksplorasikan di bidang yang ia minati. Karena begitu maniak dengan jeJepangan, terutama Anime (animasi Jepang) bidang yang ia minati tentunya mencakup semua hal itu.

Meskipun begitu, Nuri tidak pernah mengabaikan tugasnya sebagai makhluk Tuhan. Ia termasuk gadis yang religius. Latar belakang keluarganya yang kuat dengan agamanya menjadikannya sebagai seseorang yang tidak pernah lupa kalau ternyata kita hidup di dunia ini hanyalah sementara. Maka dari itu, ia juga menekuni kegiatan rohis di kampusnya.

Suatu hari, sepertinya Nuri sedang dikerjai oleh teman-teman kampusnya, terutama yang bernama Caren, yang sangat tidak senang padanya. Hasil karyanya, gambar manga(komik Jepang), dirusak oleh mereka. Saat itu ia marah dengan tidak biasanya.

“Kalian ngapain ngerusak gambar Aku? Emangnya enggak ada kerjaan lain yang bisa kalian lakuin apa!” marah Nuri dengan nada agak sedikit ditinggikan. Sebenarnya Nuri sangat benci dirinya ketika ia sedang marah. Oleh karena itu, ia selalu menghindari dirinya dari kemarahan dengan cara tidak begitu memedulikan kata-kata orang terhadap dirinya. Namun, sepertinya ia sudah tidak tahan lagi. Apa pun mengenai karyanya menurutnya itu adalah suatu kejahatan.

“Dasar anak cupu! Loe pikir Loe siapa HAH? Heran Gue kenapa anak kaya Loe dikagumin sama dosen-dosen. Cantik, enggak.Kaya, apalagi. Orang kaya Loe tuh harusnya disingkirin aja dari kampus elit begini tau, hahaha…” Caren mengambil alih memaki-maki Nuri dengan gaya super sombongnya itu.

“Astaghfirulloh…. Kalian itu harusnya taubat. Aku enggak akan marah kalau emang kalian pengengambar itu. Tapi, jangan gini caranya juga,” Nuri mencoba meredam marahnya dengan menasihati Caren dan teman-temannya.

“HAHAHAHA…. Apa Loe bilang? Gue pengen gambar busuk Loe itu? Sory sory Jack,ya. Ih, amit-amit deh Gue. Nyentuh aja ogah,”

“Kenapa sih Kamu? Aku ‘kan enggak pernah ngusik kehidupan Kamu. Tapi, kenapa Kamu benci banget sama Aku?”

“Gue bakal ganggu Loe terus sampe Loe enggak betah, terus dengan sendirinya Loe ngundurin diri dari sini,” Caren pergi begitu saja dengan meninggalkan Nuri beserta gambar yang telah dirusaknya.

Hancur hati Nuri melihat gambarnya dirusak seperti itu. Baginya, karyanya itu memang tidak seberapa harga orang menilainya. Namun, kecintaannya pada hobi menggambarnya itu mungkin tidak dapat dinilai berapa pun juga. Tiba-tiba Nuri dihampiri oleh sahabatnya, Rina. Rina keheranan melihat Nuri terduduk sendirian di lorong menatapi kertas-kertas yang telah berubah menjadi sampah.

“Nur? Kenapa Loe? Kok duduk di jalan gini sih. Ayo bangun! Malu diliatin orang,” tegur Nuri yang sedikit khawatir dengan temannya itu sambil membantu membangunkannya.

“Rin?”

“….”

“Emang salah ya kalau kita suka sesuatu yang enggak disuka orang lain?”tanya Nuri yang sedang galau-galaunya.

“Maksud Loe?” tanya balik Rina sambil menurunkan sebelah alisnya kebingungan.

“Emang Aku seaneh itu apa, sampe dibenci sama orang-orang kaya gini?”

“Loe ngomong apa sih, Nur? Enggak ngerti Gue!” Rina tidak mengerti sebenarnya apa yang dibicarakan oleh temannya itu. Lalu, Nuri pergi begitu saja. Namun, karena khawatir, Rina pun mengikutinya.

Laju Nuri terasa begitu cepat, hingga Rina kehilangan jejaknya. Entah pergi ke mana anak itu. Pikirnya. Namun, ternyata di sisi lain Nuri yangsedang menyendiri di depan mushola kampusnya, bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak ia sangka sebelumnya. Ia bertemu dengan pria yang disukainya, Raihan. Awalnya Raihan hanya menatapnya keheranan. Namun, karena khawatir dengan gadis yang sedang melamun di hadapannya, ia lalu menghampiri gadis tersebut.

“Assalamu’alaikum…” sapa Raihan yang membuat Nuri sedikit terkejut.

“Wa… wa’alaikum salam… (membulatkan bola matanya). Rai.. Raihan? Ups~” Nuri kelepasan memanggil nama Raihan. Ia lalu menutupi mulutnya karena malu.

“Eh, Kamu kenal Saya? Kita pernah ketemu, ya?” heran Raihan sambil tersenyum dan menggakruk-garuk kepalanya kecil. Nuri hanya dapat menggeleng-gelengkan kepalanya saja.  Namun, segugup apa pun, kali ini rasanya ia tidak sanggup untuk kabur ke mana pun.

‘Mati Aku! Bagaimana ini? Kalau Rina tahu, pasti Aku akan dimarahinya lagi,’ gerutu Nuri dalam hatinya.

“Kamu kenapa? Kok malah diem aja. Saya bukan orang jahat, kok. Beneran,” tambah Raihan berusaha meyakinkan. Nuri masih tetap tidak dapat berbicara. Masalahnya saat ini adalah bukan pada diri Raihan, melainkan pada dirinya. Ia masih saja gugup jika berhadapan dengan orang yang disukainya.

Karena Raihan merasa kalau Nuri tidak nyaman dengan keberadaanya, ia pun memutuskan untuk tidak mengganggunya lagi.

“Ya, udah kalau gitu. Maafkan Saya udah ganggu, ya. Saya masuk aja deh mendingan,” pamit Raihan dengan menyunggingkan sedikit senyuman pada Nuri.

“Eh, Rai?” Nuri mencoba menghentikan Raihan.

“Aku yang harusnya minta maaf. Kita enggak pernah ketemu kok sebelumnya. Aku emang tau Kamu aja. Maaf ya, manggil-manggil tanpa izin,” Nuri menunduk merasa bersalah. Beberapa saat setelah itu, tawa Raihan meledak. Ia tidak menyangka masih ada orang sepolos dia saat ini.

“HAHAHA…. Kamu lucu banget sih. Emangnya ada orang yang ngelarang manggil namanya sendiri? Kocak banget deh Kamu. Meskipun Aku yang punya nama, bukan berarti Aku punya hak untuk ngelarang orang lain untuk manggil nama Aku. Itu berarti Aku ngelarang orang yang pengen temenan sama Aku dong,” jelas Raihan dengan sedikit menggoda kepolosan Nuri.

Nuri hanya terdiam melihat pujaannya begitu senang ketika di hadapannya. Baru kali ini ia sedekat ini berbincang-bincang dengannya. Padahal baru saja masalah menimpanya sebelum ini. Namun, sepertinya kehadiran Raihan menjadi salah satu obat penenang hatinya selain Sholat.

“Hoi..ngelamun lagi. Ngomong-ngomong, Kamu ‘kan tau nama Aku, kalau gitu gantian Aku yang nanya namamu boleh? Kalau enggak boleh juga enggak apa-apa sih,” tanya Raihan lagi-lagi dengan tersenyum manis pada Nuri. Sesaat Nuri terkejut dan kembali merasa gugup.

“Nu... Nu...

“Nu? Cuma itu?”

“Nuri Ilmi…” Nuri menunduk malu. Sejenak Raihan terdiam, tetapi segera menyunggingkan senyumnya kembali.

“Oh, Nuri. Salam kenal, ya. Sekarang Kamu enggak usah ngerasa enggak enak lagi manggil nama Aku. Panggil aja sesuka Kamu. Kita teman sekarang,” sambil mengulurkan tangannya hendak bersalaman. Namun, Nuri hanya merapatkan kedua tangannya dan mengangkatnya di depan dada yang teselimuti oleh jilbabnya.

“Oh iya, maaf ya. Kebiasaan salaman,” Raihan pun mengikuti gaya bersalaman Nuri dengan tidak saling berjabatan tangan dan langsung malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Entah apa yang dirasakan Nuri saat ini. Ia pun merasa bingung. Lelaki yang ada dihadapannya benar-benar membuatnya tidak dapat berkata-kata seperti biasanya. Begitu suka kah dia pada orang ini? Pikirnya.

“Eh iya, Kamu udah sholat Dzuhur?” tanya Raihan untuk ke sekian kalinya.

“U.. udah. Sebelum Kamu datang,” Nuri masih saja gugup saat menjawab pertanyaan-pertanyaan Raihan. Apalagi, ia juga tidak berani menatap langsung mata pria yang disukainya itu.

“Oh. Ya, udah. Aku sholat dulu, ya. Belum sholat nih,”

“I.. iya. Silakan,”

“Hahaha… masih kaku aja. Santai aja kali,” Raihan pun masuk ke dalam mushola sambil menyunggingkan sedikit senyumannya. Nuri benar-benar terpana akan pesona Raihan. Dia masih saja menganggap kalau yang dialaminya hari ini adalah mimpi.

Di saat Nuri sedang melamun tentang Raihan, tiba-tiba Rina menghampirinya. Ia yang sejak tadi mencari-cari Nuri karena khawatir terjadi apa-apa, malah disapa dengan ketidakjelasan sahabatnya itu.

“Nur, kenapa lagi sih Loe? Tiba-tiba kabur, sekarang malah senyum-senyum sendirian di depan mushola. Jangan-jangan kesambet Loe, ya?” heran Rina sambil sedikit mengejek sahabatnya itu.

“Rin, tau enggak? Tadi tuh Aku abis ngobrol sama Raihan,” jawab Nuri yang entah ke mana arah tujuannya.

“Alah, bohong banget. Liat Raihan aja Loe enggak berani. Apalagi ngobrol,” ejek Rina yang sangat tidak mempercayai temannya yang sangat pengecut masalah cinta itu.

“Serius. Tadi Raihan yang negur Aku duluan. Sekarang orangnya lagi di dalem tuh. Lagi sholat,” Dengan wajah polos atau lebih tepat ‘bodoh’nya itu ia menjawab seenaknya.

“Masa sih, beneran masih enggak percaya Gue,”

“Huh...Ya, udah kalau enggak percayamah,” Nuri menggembungkan pipinya tanda kecewa karena sahabatnya itu tidak percaya padanya.

“Terus, kenapa Loe lari enggak jelas tadi?”

“Itu beda lagi masalahnya. Udah yuk pulang! Nanti Aku ceritain di jalan,”  Nuri dan Rina pun akhirnya meninggalkan tempat itu dan hendak pulang ke rumah. Dengan wajah yang masih terlihat keheranan, Rina meng-iya-kan saja ajakan temannya itu.

~*~*~*~

Otaku : Sebutan orang yang fanatik terhadap sesuatu. Biasanya kebanyakan yang berhubungan dengan kebudayaan Jepang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun