Mohon tunggu...
Nurudin Mansur
Nurudin Mansur Mohon Tunggu... profesional -

Seorang Warga Kota Palu - Sulteng, dengan blog pribadi http://noerdblog.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Powelua dan Tradisi Nginang

8 Mei 2013   23:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:53 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Angin dari arah gunung berembus perlahan, tapi lebih dari cukup untuk menyejukan isi dusun yang berpenghuni kurang dari seratus empat puluh rumah. Salah satu dari rumah penduduk ini, sebuah rumah beratap daun kelapa luasnya kurang lebih enam kali enam meter berdiri diantara pepohonan. Lembaran papan yang dipaku pada tiang membungkus dinding keempat sisi samping ruang rumah. Di halaman rumah, anak-anak kecil bermain enggrang, sebuah permainan tradisional yang terbuat dari bambu bulat panjang dan diberi pijakan agar kaki dapat leluasa berjalan. Dari dalam rumah, seorang ibu setengah baya keluar dan perlahan-lahan menuruni tangga dari rumah yang mungil itu. Dengan ramah si ibu mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam rumah. Setelah berkenalan baru diketahui ibu setengah baya ini bernama Erni.

Dusun tempat Ibu Erni bermukim berada di Desa Powelua, yang secara administrasitermasuk dalam Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala. Untuk sampai ke desa ini dapat menggunakan kendaraan motor ataupun mobil, asalkan bukan jenis sedan.Mengingat jalan menuju ke dusun ini tidak semulus jalan di perkotaan. Perjalanan dapat ditempuh tidak lebih tiga jam lamanya dari Kota Palu. Hawa pedesaan masih terasa sejuk, walau tidak sedingin saat dulu.

Di dusun Ibu Erni ini, masih dijumpai hutan lindung dengan pemandangan alam yang indah. Dari hutan lindung ini juga mengalir sungai dengan debit yang cukup besar dan telah dimanfaatkan sebagai sumber air PDAM bagi masyarakat hingga ke Kota Donggala. Kekhasan lain dari lokasi ini adalah penghasil durian, bila musim durian kita dapat membeli durian dari masyarakat yang baru diperoleh dari pohonnya.

Selama berbincang-bincang dengan kami, bibir dan gigi bahkan ujung jari Bu Erni kelihatan merah layaknya telah mengunyah dan memegang makanan tertentu. Karena ini pula lah, seorang teman penasaran dan menanyakannya. Bu Erni kemudian menceritakan bahwa para wanita di dusunnya – termasuk juga dirinya – masih melakukan tradisi nginang dengan cara mengunyah biji pinang yang dicampur dengan kapur sirih, gambir dan daun sirih, serta tembakau yang digunakan pada tahap terakhir dengan cara digosokan di gigi dan gusi. Masyarakat melakukan nginang karena merupakan tradisi sejak dulu, yangdiwariskan secara turun-temurun. Dari pengalaman, kebanyakan wanita yang nginang memiliki gigi yang kuat meski berwarna agak kekuningan. Penjelasan Bu Erni diperkuat dengan menunjuk salah satu perempuan desa yang berusia lanjut yang duduk tidak jauh dengan tempat kami berbincang-bincang.

Mendengar cerita Bu Erni saya berpikir, bila nginang dapat membuat gigi menjadi kuat mungkin saja ini dikarenakan bahan campuran nginang mengandung antiseptik dan kalsium, yang dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman di mulut dan dapat menguatkan gigi. Jika demikian, kenapa para ahli tidak banyak melakukan penelitian tentang ini ya? Kemudian jika terbukti ada manfaatnya, dan rasanya dapat dibuat serupa dengan rasa rokok, tidak ada salahnya tradisi ini disosialisasikan agar para perokok beralih menjadi penginang. Kalo ini terjadi, berarti ke depan bisa saja yang dikeluhkan orang tidak lagi asap rokok, tetapi masalah lingkungan jika para penginang tidak menjaga kebersihan dengan membuang ludah yang berwarna merah secara sembarangan.

Akhirnya, jika anda ingin melakukan tradisi nginang sambil menikmati rasa durian dan melihat panorama alam, silahkan datang ke dusunnya Bu Erni ini.

Redaksi  SUAKA ALAM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun